SIAPA sangka hero di layar bisa bikin kantong kreator lokal ikut tebal? Ternyata main Mobile Legends, Bang Bang bukan sekadar rebutan kill atau push rank, tapi juga membuka pintu emas untuk ekonomi kreatif Indonesia. Di ruang rapat Autograph Tower, Jakarta, Wakil Menteri Ekonomi Kreatif Irene Umar bertemu tim Moonton Games, pengembang MLBB, untuk membahas kolaborasi yang bisa bikin talenta lokal unjuk gigi di panggung global. Bayangkan, di antara laptop, kopi panas, dan snack yang mulai dingin, lahirlah ide-ide yang bisa bikin dunia kagum, sambil kita ngakak lihat kemungkinan hero batik atau skin topi caping.
Irene Umar menegaskan, “Moonton tidak hanya membawa ajang esports bertaraf dunia, tapi membuka ruang ekspresi baru bagi talenta ekraf Indonesia”. Kalau diterjemahkan ke bahasa rakyat jelata, game bukan cuma soal hero mati-hidup di layar, tapi juga soal peluang nyata bagi musisi, desainer, ilustrator, dan kreator digital. Sekali tekan tombol, bisa jadi karya anak bangsa tampil di panggung Internasional. Kata Pepatah “sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui”.
Indonesia sendiri punya modal besar. Lebih dari 50 juta pemain gim mobile aktif, menjadikan kita pasar esports terbesar di Asia Tenggara. Bandingkan dengan Filipina (20 juta pemain) atau Malaysia (15 juta pemain). Potensi ini bukan cuma angka, tiap hero yang kamu mainkan bisa berarti peluang bagi kreator lokal meraih cuan, sambil tetap menonjolkan identitas budaya. Jadi jangan heran kalau hero favoritmu di MLBB ternyata bisa jadi pahlawan ekonomi kreatif.
Moonton nggak cuma ingin bikin turnamen M7 di Jakarta 2026. Mereka ingin mengangkat budaya lokal ke panggung global. Coba tengok hero Layla pakai batik, atau Alucard pakai topi caping khas Jawa. Bisa jadi meme viral, hiburan, sekaligus promosi budaya. Ibarat kata pepatah “sambil menyelam minum air”. Hiburan, ekspresi kreatif, dan branding budaya jalan bareng.
Kolaborasi ini bukan sekadar formalitas. Wamen Ekraf menekankan, “Kita ingin memastikan bahwa setiap kolaborasi Internasional membawa manfaat nyata bagi pelaku kreatif dalam negeri.”
Artinya, bukan cuma podium selfie di akhir turnamen, tapi transfer ilmu, inovasi, dan peluang nyata bagi pelaku kreatif. Jadi kreator lokal harus siap sedia.
Kalau dibandingkan negara lain, tren ini mirip Korea Selatan yang mengubah K-pop jadi brand global, atau Jepang yang mengekspor anime sebagai industri kreatif besar. Indonesia punya modal talenta berlimpah, budaya kaya, komunitas esports aktif.
Bedanya, kita bisa lebih santai tapi tetap produktif “kerja keras tapi jangan lupa ketawa”. Moonton sendiri melihat antusiasme ini sebagai daya tarik utama event M7.
Dan yang bikin ngakak, bukan cuma ide kolaborasi hero-batik, tapi kreator lokal bisa bikin soundtrack hero, skin digital, atau merchandise unik. Tiap hero di layar bisa berarti peluang ekonomi nyata bagi pelaku kreatif, ini filosofi digital ala Indonesia “jika bisa main game sambil berkarya, kenapa pilih satu?”.
Jadi jangan meremehkan game. Main game bisa jadi peluang ekonomi, panggung ekspresi kreatif, dan cara mempromosikan budaya lokal ke dunia. Hero di layar bisa bikin jantung deg-degan, tapi kreator lokal bisa bikin ekonomi berdetak kencang. Kalau masih mikir main game cuma buang waktu, pikir lagi. Bisa jadi kamu sedang memupuk hero masa depan ekonomi kreatif Indonesia.
Oleh sebab itu, audiensi Wamen Ekraf dengan Moonton bukan cuma soal M7 World Championship. Ini tentang membuka pintu lebar-lebar bagi talenta lokal, sambil membuktikan ke dunia, Indonesia bukan cuma negara tropis dengan pantai cantik, tapi juga gudang kreator yang bisa bersaing di panggung global. Hero bisa jadi legenda di layar, dan kreator lokal bisa jadi pahlawan ekonomi kreatif.
Jadi pesan terakhir? Main game boleh, tapi kreatif jangan ketinggalan. Karena di dunia ini, kadang yang menang bukan cuma yang cepat tekan tombol, tapi yang pintar menciptakan peluang dari tiap klik. Lagian, kalau hero bisa jadi legenda, kenapa kreator lokal nggak bisa jadi pahlawan ekonomi kreatif?.[***]