KALAU anda pikir Palembang cuma punya pempek dan jembatan Ampera, itu sama aja kayak bilang kucing cuma bisa meong. Kenalkan Wali Kota Palembang, Ratu Dewa, bukan hanya suka kerja, tapi juga cinta budaya. Dalam momen bersejarah bertajuk Rakernas XI Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) di Yogyakarta, 5–9 Agustus 2025, beliau datang bukan untuk sekadar ngopi sambil nunggu sesi foto bareng, tapi bawa semangat penuh melestarikan pusaka, menyelamatkan warisan budaya, dan menyuarakan jati diri kota tertua di Nusantara!.
Acara ini bukan rapat biasa yang isinya cuma “terima kasih, salam, pulang makan siang”. Bukan, ini forum para kepala daerah se-Indonesia yang hadir dengan satu misi sakral mempertahankan kawasan cagar budaya dari ancaman zaman yang makin gila pembangunan. Dari 56 kepala daerah yang hadir, Ratu Dewa tampil elegan, penuh kharisma, mirip pangeran Sriwijaya yang nyasar ke era digital.
“Lestari budayaku, jendela peradaban dunia,” kata Ratu Dewa, bukan sambil berpantun, tapi saat menuliskan komitmen di secarik kertas yang lebih sakral dari nota utang lebaran.
Kata-kata itu mengandung pesan dalam bahwa budaya bukan sekadar kenangan, tapi bekal peradaban masa depan. Ibarat rumah, budaya itu jendelanya kalau jendelanya ditutup, dunia takkan tahu kita punya ruang tamu yang elok dan warisan nenek moyang yang keren.
Yogya pun menyambut, Hotel Tentrem jadi saksi betapa komitmen terhadap pusaka bisa mengubah arah pembangunan. Di tengah-tengah aroma kopi robusta dan deru AC ballroom, diskusi hangat berlangsung bagaimana kawasan pusaka bisa jadi ruang produktif, bukan jadi museum terbengkalai atau spot selfie yang isinya cuma “OOTD with candi”.
Ratu Dewa menyentil hal penting pusaka bukan untuk dipajang lalu dilupakan, tapi harus dihidupkan, dikelola, dan dimanfaatkan. “Kami ingin menjadikan kawasan pusaka sebagai ruang hidup yang inklusif dan berdaya saing,” ujarnya mantap, sambil membayangkan Benteng Kuto Besak jadi pusat kreativitas, bukan cuma tempat nongkrong malam minggu.
Kalau boleh jujur, budaya kita ini ibarat nenek tua yang sebenarnya kaya cerita, tapi sering dikalahkan oleh tren TikTok dan makanan all you can eat. Maka Rakernas ini penting, agar kepala daerah saling nyambung ide, tukar inspirasi, dan bareng-bareng jaga warisan sebelum terlanjur jadi legenda di buku sejarah cetak 90-an.
Pesan moralnya?, jangan sampai generasi mendatang cuma tahu cagar budaya lewat stiker WhatsApp. Warisan itu bukan cuma buat dikenang, tapi juga dikelola jadi kekuatan ekonomi, edukasi, bahkan hiburan.
Bisa jadi wisata, bisa jadi branding kota, bisa juga jadi ajang tahunan joget budaya bareng Lurah se-kecamatan!. Ratu Dewa membuktikan, bahwa kota pusaka bukan kota masa lalu, tapi kota masa depan yang tahu cara menghargai akarnya.
Dari Palembang, beliau membawa misi pusaka yang tak cuma dilestarikan, tapi juga dihidupkan, dibanggakan, dan dijadikan senjata pembangunan yang berbudaya, karena kota tanpa warisan budaya itu ibarat empek-empek tanpa cuko, hambar, tak terasa, dan bikin kita bertanya-tanya… ini Palembang atau mana?.[***]