Oleh sebab itu, lahirlah aplikasi SKM (Survei Kepuasan Masyarakat) terpadu sebuah portal digital yang nggak cuma bisa dilihat, tapi juga bikin rakyat bisa nyentil pelayanan publik lewat penilaian yang sah dan data-driven. Alamatnya https://skm.mubakab.go.id. Jangan salah, ini bukan link belanja baju, ini adalah panggung penilaian rakyat terhadap kualitas pelayanan publik Muba.
Mekanismenya sederhana, warga yang habis ngurus KTP atau surat izin di kantor pemerintah tinggal scan QR Code, isi survei, dan… voilá! Suara Anda langsung tercatat, seperti ngasih bintang 1 ke penjual cilok yang lupa kasih sambal.
Dan semua instansi di Muba bisa langsung lihat grafik kepuasan warga lewat dashboard. Jadi, kalau ada petugas pelayanan yang kerjanya lebih lambat dari kura-kura pensiun, sistem langsung bisa kasih sinyal “Woy, upgrade dong!”
Eits, Muba tidak sendiri di jalur tobat ini. Mari kita tengok tiga contoh inspiratif dari berbagai daerah (dan dunia), seperti Kota Surabaya, Indonesia, melalui aplikasi WargaKu, Pemkot Surabaya mempersilakan warga untuk kasih masukan langsung. Bahkan ada fitur live chat, jadi bukan hanya suara rakyat, tapi bisa langsung debat sehat sama adminnya. Mantap, kan?
Seongnam, Korea Selatan, di sana aplikasi layanan publik mereka terintegrasi dengan sistem kependudukan, kesehatan, bahkan keluhan saluran air mampet. Sistemnya real-time dan pemerintah setempat beneran baca. Nggak cuma terima kasih atas masukannya, lalu dilupakan seperti mantan.
Tallinn, Estonia, negara ini memang juara digital, hampir semua layanan publik bisa dinilai dan dimonitor transparan. Mau ngurus paspor, izin usaha, bahkan nikah online pun bisa dan semua ada ratingnya. Jadi pejabat malas langsung kelihatan merah mukanya.
Orang tua kita dulu sering bilang “Tak ada rotan, akar pun jadi”, tapi kalau di zaman sekarang, rotan sudah diganti teknologi, dan akar bisa kita anggap QR Code. Kalau rakyat sudah bisa kasih nilai dari genggaman tangan, masa iya pemerintah nggak bisa berbenah?
Bagi ASN yang belum melek digital, ini waktunya upgrade, karena “pegawai yang nggak bisa baca dashboard, akan tertabrak realita”.
Dan untuk masyarakat, jangan takut bersuara, kritik itu bukan berarti benci, kadang itu bukti sayang. Sama seperti ibu-ibu yang cerewet karena anaknya belum makan bukan marah, tapi cinta.
Dengan SKM terpadu, Pemkab Muba sedang mencoba jadi pelayan yang nggak cuma ramah, tapi juga paham rasa. Evaluasi publik bukan momok, tapi cermin. Dan cermin yang bagus harus dipakai tiap hari, bukan hanya saat mau selfie kampanye.
Jadi, ayo scan QR Code, kasih bintang, dan bantu Muba jadi daerah yang pelayanannya nggak cuma bagus di brosur tapi juga di kenyataan.[***]
Catatan Redaksi:Tulisan ini bagian dari serial “Masyarakat Bersuara, Pemerintah Berkaca” yang mengupas cara-cara unik daerah membenahi pelayanan publik. Kalau kamu punya pengalaman lucu, lucu getir, atau getir-getir geli tentang pelayanan publik, kirim ke redaksi kami. Bisa jadi tulisan kamu selanjutnya viral dan dibaca camat.
QR Code, Citizens & Satisfaction Secrets: Muba Wants to Serve, Not Just Smile
“Public service without evaluation is like cooking curry without tasting it — you’ll end up with either too much salt or a spoonful of regret”
LET’S be honest sometimes public service feels like a noodle stand with lots of bowls but no broth. People line up with hope, only to walk away with complaints. But hey, not in Musi Banyuasin anymore at least, that’s what they’re trying to change.
Enter the new integrated SKM (Public Satisfaction Survey) application, a digital portal where citizens can rate the service they just received. No need to write letters or shout at the receptionist. Just scan a QR code, fill out a form, and boom your feedback hits the system like a surprise audit.
Here’s how it works: you go to a public service office (e.g., ID registration or licensing), scan the QR code provided at the counter, fill in a short survey, and your voice is officially logged.
Through this system, local officials can see which departments need a pat on the back and which ones need to be… politely rebooted.
Let’s take a quick peek at three places already winning the service game:
-
Surabaya, Indonesia
Their WargaKu app lets citizens give feedback directly. They even have live chat. If a staff member acts up, they get roasted online — instantly. Accountability, served hot! -
Seongnam, South Korea
Citizens there can evaluate everything: from clogged sewers to school permits, all in one app. And guess what? The feedback is actually read — not buried like grandma’s letters from the war. -
Tallinn, Estonia
This country is the Elon Musk of public services. Almost all services are online, and yes, even marriage registration comes with a feedback option. Poor-performing staff get digitally exposed like a bad restaurant review.
An old Indonesian proverb says, “If there’s no rattan, use roots instead.” But now we’ve got QR codes, not roots – and governments need to adapt.
To civil servants who fear technology: “Those who ignore the dashboard will be hit by reality.”
To citizens: don’t hesitate to give feedback. Criticism isn’t hate — it’s a love note in disguise.
This app isn’t just about stars and forms. It’s about turning public servants into real, responsive helpers — not just smiley mannequins behind a desk.
So scan the code, rate the service, and let’s help Muba become a region where the brochure matches the reality.
Editor’s Note: This story is part of the “Voices of the People, Mirrors for the Government” series. Got a funny or touching experience with public services? Send it our way. You might just become the next viral voice of the people.