NEGARA Indonesia penuh acara apel, kadang-kadang rakyat bingung, ini apel yang bisa dimakan atau apel yang bikin macet jalan protokol.
Kali ini, apel yang dimaksud adalah apel kesiapsiagaan Karhutla, serius, dan penting, karena kalau hutan sudah terbakar, bukan cuma pohon yang menangis, tapi emak-emak juga ikut merintih lihat harga cabai melonjak lebih tinggi dari harga makeup pengantin.
Hari ini, Pak Sekda Sumsel, H. Edward Candra, ikut rapat virtual bareng Kemenko Polkam untuk membahas persiapan apel besar-besaran tanggal 29 Juli 2025, bukan apel sembarangan, karena rencananya kerahkan 1.500 personil. TNI, Polri, OPD, sampai yang biasa jaga parkir mungkin bisa ikut kalau dikasih seragam.
Menteri Budi Gunawan dijadwalkan hadir langsung, konon katanya, kalau menteri turun langsung, maka rumput pun berdiri, tapi kita berharap, jangan sampai api malah menyala di belakang panggung saat orang-orang sibuk baris-berbaris.
Selain Karhutla, ada juga program makan bergizi gratis dan lahan ketahanan pangan yang bakal ditinjau, sebuah agenda yang katanya strategi, namun jangan sampai seperti pepatah, “Lemak di piring orang lain tampak bergizi, lauk di piring sendiri sudah basi”. Artinya jangan cuma siap saat dikunjungi, tapi setelah itu loyo seperti kipas angin rusak.
Kalau bicara ketahanan pangan, mari kita tengok negara seperti Vietnam, mereka sukses dengan program food security berbasis petani lokal, sekolah, dan dapur komunitas.
Di sana, program makan gratis bukan sekadar wacana menjelang kunjungan pejabat, tapi sudah jadi budaya anak sekolah kenyang, petani senang, negara tenang.
Saran kami, program makan bergizi jangan cuma ditinjau saat menteri datang, kalau mau makan sehat dan gratis, jangan tunggu acara seremonial, karena perut rakyat tak kenal kalender protokoler.
Soal Karhutla, jangan sampai jadi drama musiman, kita butuh sistem deteksi dini, edukasi warga, dan teknologi modern.
Di Australia, pemadam hutan sudah pakai drone dan AI, di kita, jangan-jangan masih pakai “pemadam tradisional” nyiram pakai ember dan doa orang kampung.
Apel ini penting, jangan sampai selesai apel, yang tinggal hanya bekas jejak sepatu dan asap dari hutan yang belum juga padam.
Kalau tamu datang kita bersih-bersih, maka mestinya saat tak ada tamu pun kita tetap jaga dapur tetap wangi dan halaman tetap hijau, karena api tidak kenal protokol, dan perut rakyat tidak bisa disuruh puasa sampai tahun anggaran turun.
Jadi, kalau nanti Menteri datang, tolong pastikan bukan cuma spanduk yang rapi dan kursi berlapis satin, tapi juga pastikan hutan tidak berasap dan anak-anak tidak lapar, jangan sampai Karhutla padam di panggung, tapi menyala di belakang rumah rakyat.[***]
———————————————————————————————————————————
“When the Minister Comes, Please Don’t Let the Forest Burn Too!” -Drills, Free Lunches & the Smoke of Bureaucracy
IN Indonesia, when we say “apel” it could mean a fruit, or more likely – an elaborate ceremonial gathering with uniforms and long speeches. This time, it’s the second one a fire prevention drill (Karhutla alert), with 1,500 personnel from the army, police, local government units, and possibly even the guy who usually sells tofu near the kantor walikota.
The mighty Menko Polkam, Mr. Budi Gunawan himself, is scheduled to show up on July 29. When ministers come, even the ants line up in formation. But we pray let not fire arrive at the same time.
Besides fire drills, the Minister will also review the free nutritious meal program and food resilience projects. These are, of course, noble initiatives. But let’s not turn it into just another showcase. Like an old proverb says “Don’t only cook when guests come; your own children are hungry too”.
Take Vietnam, for example. Their food security model is rooted in local farmers, schools, and community kitchens. It’s consistent, not just a show for ministerial selfies.
So here’s our suggestion don’t let the free meal be just an item in the Minister’s itinerary. Because people’s stomachs don’t wait for PowerPoint slides or protocol dates.
As for forest fires please, can we move beyond seasonal denial? In Australia, fire management uses drones and AI. In some areas here, it still involves plastic buckets and old village chants.
Yes, drills are important. But after the parade ends and the chairs are folded, let’s make sure the forests don’t start burning and the kids don’t go back to school with empty stomachs. Appearances matter but real work matters more.
So when the Minister lands, may the spanduk be straight, the flags flutter proudly, but most importantly may the forests remain green and the children’s bellies full. Because smoke and hunger are both bad for democracy, and especially bad for Instagram photos.[***]