Seni & Budaya

Sarip Petir: Kisah TKI Antargalaksi [Bab 4 Laundry, Konspirasi & Rok Celana Anti Galau]

ist

Sumselterkini.co.id, – Pagi-pagi buta aku udah mandi. Sabun yang kupakai edisi terbatas, “Kenangan Naik Sepeda Tanpa Rem”,  aroma lumpur sawah bercampur keringat pertama kali belajar jatuh cinta. Pasta gigi?. Jelas bukan sembarang pasta. Ini “Rasa Pulang Cepat Karena Guru Rapat”, yang bisa bikin lidah bergetar, karena nostalgia jajan cilok lima ratusan.

Kenapa aku setotal itu dalam ritual pagi?. Karena tadi malam, dari pojok tembok kos yang catnya udah kayak lukisan abstrak masa depan, ada suara bisikan halus. “Pak Sarip… besok pagi ke tempat cuci pakaian umum. Ada yang harus Bapak tahu”.

Aku kira laundry umum itu ya kayak biasa masukin baju, timbang, bayar, pulang sambil nyesel kenapa nggak sekalian cuci bantal. Tapi di Karmelia, tempat cuci pakaian umum itu semacam campuran antara TEDx, Taman Bacaan Masyarakat, dan panggung Stand Up Comedy Emak-emak. Mesin pengering muter, tapi di sebelahnya ada nenek-nenek meditatif bahas filsafat kain basah. Serius, satu kalimatnya bisa bikin Sokrates pensiun dini.

Begitu masuk, aku disambut aroma pewangi yang gak main-main. “Rasa Surat Cinta yang Tidak Pernah Terkirim,”. Hidungku bergetar. Hatiku retak-retak. Tapi kutahan, karena belum saatnya nostalgia melumpuhkan logika.

Di sudut ruangan, duduk seorang pria tua. Topinya dipakai terbalik, kayak kepala sekolah waktu muda. Kaos oblongnya bertuliskan “Bahagia Itu Kadang Menipu, Apalagi Mantan,”

Dia mengangguk ke arahku.
“Pak Sarip?”

“Iya…”
“Yang semalam… nyuruh saya ke sini?”

Dia mengangguk pelan. Tatapannya dalam, kayak saldo rekening tanggal 3.

“Saya Pak Jamas, pensiunan teknisi Program Bahagia Nasional

BRAKKK.
Aku nyaris jatuh dari sandal jepit. Tas belanjaanku berisi deterjen rasa “Dipeluk Ibu Saat Demam” hampir tumpah.

“Karmelia ini terlalu sempurna, kan?” katanya, lirih.
“Warga senyum terus. Es krim nggak pernah mencair. Bahkan… cicilan motor nihil bunga.”

Aku ngecek nadi. Masih hidup. “Iya sih… saya kira ini negara hasil reformasi spiritual. Atau… sistem pendidikan sempurna,”. Dia geleng kepala. “Bukan. Kita dikendalikan”

Aku nyaris mimisan. Ini negara intergalaksi atau reality show gotcha versi galaksi sebelah?

Dia buka tasnya. Keluarlah sebuah chip kecil warna merah muda. Tulisannya “Mood Regulator Seri 4.2. Kebahagiaan Tanpa Syarat, Tanpa Tanya,”

“Setiap rumah,” kata dia, “dipasang pemancar gelombang alfa-beta-delta-klepon. Tujuannya satu menjaga mood warga selalu bahagia. Gak boleh kecewa, gak boleh ngambek, apalagi baper.”

Aku langsung inget waktu buang angin di dapur.
Dari ventilasi terdengar suara robotik “Maaf, suara Anda kurang optimis”.

Kirain itu akibat makan tahu bulat tiga hari berturut-turut. Ternyata… sensor emosi?!

“Suatu hari,” lanjut Pak Jamas, “aku lihat bocah nangis kucingnya hilang. Lima menit kemudian… dia udah senyum-senyum sendiri sambil joget TikTok lagu dangdut.”

“Kayak… habis dicuci emosinya,” gumamku.

“Betul. Di Karmelia, sedih itu dianggap virus. Gak boleh ada kesedihan. Padahal, sedih itu penting! Di kampung saya, gagal rebut kursi ketua RT aja bisa bikin Bapak-Bapak meditasi sambil nyabit rumput.”

Lalu ia mengeluarkan benda paling absurd yang pernah kulihat “Rok Celana Anti Galau,”. Modelnya kayak campuran sarung, hotpants, dan kebaya versi diskonan.

“Pakai ini,” katanya. “Sistem bakal baca mood Bapak sebagai netral. Bukan senang, bukan sedih. Kayak… pensiunan robot bingung mau ngapain”.

Belum sempat kupasang, alarm mesin pengering bunyi keras. “Peringatan! Warga dengan Emosi Campuran Terdeteksi!”.

“Silakan Menghubungi Petugas Kebahagiaan!”

Pak Jamas langsung panik.
“Cepat! Masuk ke karung laundry!”
Aku tanpa pikir panjang lompat ke karung cucian. Di dalamnya aroma nostalgia menyerang. Campuran deterjen, baju olahraga SMP, dan handuk bekas liburan.

Langkah kaki mendekat.
Suara robot berbunyi
“Dimana dia?”
“Sensor mendeteksi… kebimbangan.”
“Kebimbangan adalah dosa kecil dalam Negara Bahagia.”

Dari dalam karung, aku bisa dengar lagu instrumental “Bento” versi piano jazz diputar, entah dari mana. Makin horor.

Aku merinding.
Ini bukan Karmelia versi pamflet pariwisata.

Ini…
Distopia dengan lapisan pewangi soft blue dan promo cuci kilat.[***]/bersambung bab5

Terpopuler

To Top