– “Lomba Mural Grafiti Palembang hadir dengan tema “Goresan Cindo Palembang Belagak”. Anak muda menyalurkan kreativitas tanpa vandalisme, mengubah sudut kota menjadi galeri hidup yang inspiratif”
SABTU akhir pekan (06/09), kota Palembang berubah menjadi galeri seni jalanan, ada 19 tim anak muda berlomba mengekspresikan kreativitasnya melalui mural grafiti di beberapa titik strategis, seperti Simpang Charitas, samping Lapas Perempuan, samping KONI Sumsel, dan Simpang 5 DPRD Sumsel.
Acara ini merupakan kolaborasi Generasi Ratu Dewa (Gen RD) dan Dewan Kesenian Palembang (DKP), sebagai bagian dari program Palembang Belagak yang digagas Walikota dan Wakil Walikota Palembang, Ratu Dewa – Prima Salam (RDPS).
Tujuan utama lomba mural ini bukan hanya kompetisi seni, tetapi juga edukasi moral bagi generasi muda, menyalurkan kreativitas tanpa merusak fasilitas publik.
Tema lomba mural, “Goresan Cindo Palembang Belagak”, mengajak anak muda mengekspresikan cinta mereka terhadap kota melalui seni mural kreatif, setiap goresan cat di tembok bukan sekadar estetika, tapi cerita, humor, dan pesan moral.
Walikota Palembang, Ratu Dewa, menekankan pentingnya batasan dalam berkarya “Kalau masih corat-coret di tempat terlarang, siap-siap ketemu Satpol PP.” Pesan ini seperti pepatah modern “Kreativitas yang bebas tanpa aturan bisa merusak, tapi dengan batasan bisa menjadi karya luar biasa”.
Mural di Palembang hadir di lokasi-lokasi publik strategis, sehingga masyarakat dapat menikmati karya seni sambil berjalan-jalan. Ini bukan hanya memperindah kota, tapi juga menjadi media edukasi untuk mencegah vandalisme.
Beberapa karya yang menarik perhatian antara lain, jembatan Ampera dengan gaya kartun lucu, wajah khas Palembang dengan ekspresi dramatis, abstraksi kreatif yang menampilkan percikan warna ala eksperimen seni modern.
Setiap mural menjadi cermin kreativitas anak muda Palembang, yang menggabungkan humor, estetika, dan pesan moral tentang menghargai ruang publik.
Palembang bukan satu-satunya kota yang memanfaatkan mural untuk edukasi dan estetika, banyak kota di dunia yang menjadikan mural sebagai galeri hidup di jalanan, sekaligus media sosialiasi budaya sebut saja Berlin, Jerman, kota ini terkenal dengan East Side Gallery, tembok Berlin yang diubah menjadi kanvas raksasa untuk mural yang menceritakan sejarah, kritik sosial, dan ekspresi seni.
Selain itu, ada Melbourne, Australia, distrik Hosier Lane menjadi tujuan wisata mural grafiti, di mana seniman lokal dan Internasional bebas berekspresi dengan aturan yang jelas, sehingga kota tetap terawat.
Dan Valparaíso, Chili, kota pelabuhan ini terkenal dengan mural diperbukitan, menjadikan jalanan kota sebagai galeri terbuka yang memadukan seni dengan edukasi publik dan pariwisata.
Selain seni, lomba mural juga sarat humor, ada tim yang hampir menyemprot pohon palem, atau yang konsepnya terlalu kompleks sehingga hasilnya abstrak tak terduga. Momen-momen ini menambah keseruan dan membuat acara ini menghibur sekaligus inspiratif.
Oleh karena itu, mural tidak sekadar visual, mereka mengajarkan disiplin berkarya, kreativitas tetap harus menghormati ruang publik, ekspresi positif, alihkan energi menjadi karya seni, bukan vandalisme dan kebanggaan kota, anak muda belajar mencintai dan menghias kota mereka sendiri.
Jika kegiatan ini sukses, pemerintah kota akan menyelenggarakan festival mural lebih besar, menjadikan sudut kota Palembang sebagai galeri edukatif yang menarik untuk warga dan wisatawan.
Mural bisa dianalogikan sebagai mirror selfie versi kota, setiap warna mencerminkan jiwa anak muda yang riang, kreatif, kadang kacau, tapi punya karakter. Sama seperti hidup, seni mural mengajarkan kita untuk mengekspresikan diri dengan tanggung jawab.
Lomba Mural Grafiti Palembang bukan sekadar lomba seni, tapi simfoni warna, humor, dan edukasi moral yang memperkaya kota. Anak muda menyalurkan bakatnya, masyarakat belajar menghargai seni, dan kota Palembang menjadi galeri hidup yang inspiratif.
Pesan moralnya jelas “Berikan anak muda ruang untuk berkarya, dan kota ini akan lebih hidup. Tapi jika sembarangan, kota pun akan kehilangan keindahannya”.
Dengan acara ini, Palembang menunjukkan bahwa kreativitas, edukasi, dan humor bisa berjalan beriringan, menjadikan kota bukan sekadar tempat tinggal, tapi galeri seni yang hidup dan mendidik.[***]