Pertambangan & Energi

Listrik Akhirnya Sampai ke Ujung Rimba

ist

Sumselterkini.co.id,- Kalau lampu adalah simbol harapan, maka empat desa di Musi Banyuasin (Muba) ini selama bertahun-tahun cuma bisa berharap pakai lilin. Hidup dalam gelap, bukan karena dosanya banyak, tapi karena kampung mereka nyangkut di kawasan hutan yang aturan masuknya lebih ribet dari mau ketemu mertua yang tentara.

Bayangin aja, Desa Lubuk Bintialo, Pangkalan Bulian, Sako Suban, dan Muara Merang selama ini ibarat colokan yang dicolok ke kayu nggak ada arusnya. Mau pasang jaringan listrik? Nggak bisa. Soalnya status wilayahnya masuk kawasan hutan produksi. Listrik PLN pun mundur teratur, takut melanggar aturan, kayak anak kos yang takut nyolong Wi-Fi tetangga.

Tapi kabar bahagia akhirnya datang juga. Setelah perjuangan macam nelayan cari ikan di laut lepas tanpa GPS, akhirnya keluar juga surat sakti dari Dirjen Planologi Kehutanan atas nama Menteri Kehutanan. Surat bernomor kayak sandi Wi-Fi hotel—S.190/MENHUT-PLA/PKH/PLA.04/42925 itu jadi kunci pembuka pintu terang.

Sekda Muba, Dr. Apriyadi, dengan senyum seterang lampu 60 watt, bilang tahun ini InsyaAllah empat desa tadi bakal tersambung listrik. Kalau beneran kejadian, berarti Muba bisa pamer ke daerah lain “Hei, kami sekarang 100% terang benderang. Tidak ada lagi desa yang gelap gulita kayak hati mantan!”.

Listrik memang bukan segalanya, tapi segala-galanya butuh listrik. Coba tanya anak muda Muba, mereka rela nggak punya pacar, asal bisa ngecas HP. Apalagi emak-emak, pengen masak nasi tinggal pencet rice cooker, bukan lagi ngipas-ngipas tungku sambil ngusir nyamuk pakai daun pisang.

Dan hebatnya, kolaborasi ini bukan cuma gaya-gayaan. Dinas Kehutanan Sumsel, yang biasanya identik dengan pohon dan rotan, sekarang jadi pelayan pembangunan. Kepala Dinasnya, Pak Koimudin, siap beresin perjanjian. Ada 14,63 hektare kawasan hutan yang bakal dikorbankan demi terang. Itu bukan deforestasi, tapi pencerahan nasional.

Kalau Brazil punya Rio Branco, kota kecil di tengah hutan Amazon yang sudah dialiri listrik sejak 1980-an, maka Muba hari ini mulai menapaki jejak serupa. Atau lihat Papua Nugini negara tropis yang pelan-pelan nyambung listrik ke kampung terpencil lewat panel surya. Di Indonesia sendiri, Desa Lamandau di Kalimantan Tengah dulu juga bernasib sama gelap karena masuk hutan lindung. Tapi sekarang? Sudah bisa karaoke malam Jumat!.

Tentu semua ini bukan tanpa kritik. Kenapa baru sekarang? Kenapa harus nunggu surat dari pusat? Kenapa regulasi soal hutan lebih kaku dari wajah orang baru bangun tidur? Tapi ya sudahlah, yang penting sekarang kabel mulai digelar, tiang-tiang berdiri, dan warga boleh mulai berencana beli kipas angin.

Listrik memang bukan emas, tapi sinarnya bisa mengubah nasib. Empat desa di Muba yang tadinya cuma mengandalkan obor dan doa, kini bisa mulai bermimpi tentang laptop, kulkas, dan charger HP. Pemerintah pusat dan daerah akhirnya bersinergi, meski seperti biasa lambatnya lebih lama dari nunggu tukang bakso lewat.

Kalau terang ini benar-benar nyala, semoga tak cuma jadi pencitraan menjelang pemilu. Sebab rakyat tak butuh pidato, rakyat cuma ingin listrik nyala pas maghrib. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa nyalain listrik ke desa terpencil, bukan cuma nyalain rakyat tiap musim kampanye. Dan buat daerah lain yang masih gelap, tetap semangat. Karena kalau Muba aja bisa disetrum, apalagi kalian. Ingat pepatah biar lambat asal nyetrum.[***]

Terpopuler

To Top