Perbankan & Keuangan

Visa-Free Economy, Saat Dompet Digital Lebih Cair dari Politik

ist

SEANDAINYA anda berdiri di bandara, paspor di tangan, wajah agak panik, karena antrean imigrasi panjang seperti antre minyak goreng subsidi. Sementara di layar ponsel, dompet digital Anda baru saja “cling” menerima transfer dari teman di luar negeri. Ironis ya? Masuk negara orang masih ditanyai petugas imigrasi, tapi uang Anda sudah lebih dulu melintasi perbatasan tanpa visa, tanpa stempel, tanpa “selamat datang”.

Inilah fenomena baru visa-free economy, kalau dulu pepatah bilang “uang tak mengenal batas”, sekarang benar-benar nyata. Dompet digital, QRIS lintas negara, dan blockchain sudah seperti pesulap, melipat jarak dan menyulap sekat-sekat geopolitik menjadi hanya sebaris kode transaksi.

Politik antarnegara kadang rumit, penuh drama dan negosiasi, satu pertemuan Internasional bisa molor karena debat soal kursi atau urutan bicara. Tapi dompet digital? Dia tidak peduli siapa presidennya, siapa menterinya, atau kursinya ditaruh di sebelah mana. Yang penting saldo cukup, QR ditembak, transaksi jalan.

Dompet digital itu ibarat tetangga yang nggak pernah ikut rapat RT, tapi paling rajin pinjem-meminjem panci. Diam-diam dia justru lebih produktif. Sementara politisi masih ribut soal siapa yang harus salam duluan, uang di dompet digital sudah berpindah lintas benua dengan kecepatan cahaya.

Pepatah Jawa bilang, “yen ono dalan cilik, nggo wae sing penting tekan tujuan” (kalau ada jalan kecil, ya dipakai saja, yang penting sampai tujuan). Nah, dompet digital itulah jalan kecil yang jadi jalan tol baru. Paspor bisa dihambat visa, politik bisa disandera kepentingan, tapi uang selalu cari celah.

Lucunya, kita sering lebih percaya transfer instan dibanding janji pejabat. Kalau dompet digital bilang “saldo sudah masuk”, ya sudah masuk. Nggak perlu Panitia Khusus atau Rapat Dengar Pendapat, sementara kalau politisi bilang “besok harga turun”, kadang yang turun malah daya beli rakyatnya.

Blockchain itu sistemnya transparan, semua transaksi tercatat, tidak bisa dihapus, bandingkan dengan diplomasi perjanjian ditandatangani, tapi besok bisa dianulir dengan alasan “perubahan situasi”. Blockchain tidak pernah PHP. Diplomasi?, seringkali PHP level Internasional.

Di sinilah letak filosofi visa-free economy uang jadi duta besar yang paling setia, tidak ada isu SARA, tidak ada konflik batas wilayah. Yang ada cuma kode unik dan saldo yang berpindah. Kalau dulu Bung Karno pidato keras melawan imperialisme, sekarang generasi Perry Warjiyo melawan dominasi dolar lewat QRIS cross-border dan Digital Rupiah, perlawanan sunyi, tapi dampaknya nyata.

Dompet digital ini mirip air, air bisa merembes, masuk lewat celah sekecil apa pun. Bisa jadi embun, bisa jadi banjir, sama halnya uang digital, bisa jadi rejeki kecil berupa cashback, bisa juga jadi tsunami transaksi lintas negara. Bedanya, kalau air harus tunduk gravitasi, dompet digital hanya tunduk pada jaringan internet.

Atau kita ibaratkan seperti burung merpati pos zaman dulu, kalau dulu kirim surat lewat merpati, sekarang kirim uang lewat server. Sama-sama melintasi batas negara, cuma merpati harus istirahat di atap rumah, sedangkan server cukup pakai pendingin ruangan.

Kita boleh ngakak membandingkan dompet digital dengan politik, tapi ada pesan serius kedaulatan ekonomi digital itu penting, jangan sampai kita cuma jadi pasar. Kalau dompet digital asing lebih populer dari karya anak bangsa, ya kita bisa keok di kandang sendiri. Pepatah Minang bilang, “kok indak pandai manyaok, urang kampuang awak nan mambuanyo”, kalau tidak pandai meracik, orang lain yang akan menikmatinya.

Artinya, kalau kita tidak serius membangun sistem pembayaran nasional yang kuat, dompet digital asing akan panen cuan dari tanah kita, sementara kita hanya jadi penonton.

Visa-free economy adalah kenyataan, uang digital sudah melintasi batas lebih cepat daripada turis backpacker. Tapi politik? masih sibuk ribut kursi rapat, saling lempar pantun, kadang malah perang urat saraf.

Kita butuh belajar dari uang digital sederhana, cair, tidak ribet, tidak baper, kalau politik bisa meniru fleksibilitas dompet digital, mungkin dunia lebih adem.

Pada akhirnya, pepatah lama tetap berlaku “di mana ada kemauan, di situ ada jalan”. tapi di era digital ini, pepatah baru muncul “di mana ada jaringan internet, di situ ada jalan transaksi”

Jadi, saat paspor masih diribetin visa, biarkanlah dompet digital jadi pahlawan lintas batas, karena di era modern ini, uang justru lebih cair dari politik  dan itulah cermin masa depan ekonomi kita.[****]

Terpopuler

To Top