NARKOBA memang sudah menjadi musuh bersama, bukan saja aparat Kepolisian dan lainnya yang harus melototinnya, namun orang tua, masyarakat lingkungan, pemerintah daerah, tokoh ulama dan semuanya wajib untuk berjibaku membasminya. Jika kurang peduli akan merusak mental generasi bangsa.
Apalagi saat ini Sumsel masuk dalam radar cukong-cukong yang bermain di barang ini, Sumsel menjadi pasar, katakanlah cukup potensi. Bukti peredaran narkoba sudah cukup tinggi angkanya, gimana dengan bonus demografi nanti, kabarnya jumlah penduduk Indonesia selama beberapa tahun mendatang akan terus meningkat pesat.
Populasi Indonesia pada 2018 lalu mencapai 265 juta jiwa, pada 2024 angkanya di prediksi mencapai 282 juta selanjutnya pada 2045 akan mencapai 317 juta jiwa [data BPS]. Dari data di atas disebutkan jumlah generasi milanium berusia 20-35 tahun mencapai 24% setara dengan 63,4 juta dari 179,1 juta jiwa, yang merupakan usia produktif.[Idntimes.com]. Nah, dengan itu tidak salah jika mereka -meraka itu akan menjadi penerus masa depan bangsa.
Namun pertanyaan apakah mereka bisa produktif di kemudian hari ? tinggal bagaimana kita yang lebih tua ini dapat membimbingnya. Persoalan dan tantangannya saat ini perubahan zaman pasti membawa dampak negatif dan positif. Tengok saja yang negatifnya, bahaya narkoba menjadi momok bagi generasi milanium. Seperti contoh di Sumsel saja, angka narkoba sudah mencapai 100 ribuan. Oleh sebab itu Sumsel juga perlu perhatian khusus.
Setidaknya Sumsel juga punya banyak lagi pant rehabilitasi untuk para pemuja benda haram yang satu ini. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sumsel Brigjen Pol Jhon Turman Panjaitan saat memimpin gelar hasil ungkap kasus 20 kilogram shabu dan 18.800 butir pil ekstasi mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan agar Sumsel memiliki panti rehabilitasi kepada gubernur dan DPRD.
”Kita sudah sampaikan melalui surat ke Gubernur bahwa butuh balai rehabilitasi, karena kalau tidak diobati maka permintaan dan pengiriman narkoba secara diam-diam tetap akan terus berkembang,” ujarnya, melansir Rmol Sumsel, Selasa (27/8/2019).
Menurut Jhon, sejauh ini Pemerintah Kota Pagaralam telah menyanggupi menyediakan lahan seluas 3 hektar untuk dijadikan panti rehabilitasi dan pihaknya memilih Pagaralam karena dianggap layak dijadikan sebagai pusat pengobatan bagi pengguna narkoba.
Sebenarnya banyak daerah lain juga yang menawarkan, namun Pagaralam adalah daerah dingin yang cukup baik untuk mengobati pengguna narkoba, seperti di Lido, Jawa Barat. Namun semua itu tetap butuh dukungan dari pemerintah,” imbuhnya.
Dirinya menjelaskan, dalam satu bulan terakhir pihaknya mengamankan barang bukti 43 kilogram shabu dan 14.000 butir pil ekstasi yang diduga dikirim dari Malaysia melalui kawasan pantai timur, seperti Kepulauan Riau dan Sumatera Utara untuk diedarkan di wilayah Sumsel dan sejumlah provinsi tetangga lainnya.
Hal ini membuktkan bahwa selain daerah transit, Sumsel juga merupakan tempat peredaran narkoba. Untuk itu kita akan tetap serius melakukan penindakan terhadap pelaku-pelaku dalam peredaran narkoba,” jelasnya.[**]
berbagai sumber