Sumselterkini.co.id, – Pernikahan di usia muda sering kali diibaratkan seperti petualangan yang baru dimulai. Nggak tahu ke depan bakal ada badai atau cuma langit cerah sepanjang jalan. Nah, yang sering terlupakan adalah kenyataan pernikahan itu bukan cuma tentang berbagi cinta, tapi juga berbagi tanggung jawab, tawa, dan terkadang pada titik tertentu, yakni berakhir dengan deru air mata.
Masuklah ke dalam dunia 0-5 tahun pertama pernikahan, di mana segala tantangan dan ujian itu datang beruntun. Ini adalah fase di mana pasangan muda, yang biasanya baru saja mengucap janji sehidup semati, mulai merasakan bahwa hidup itu nggak cuma soal merencanakan bulan madu selanjutnya. Tapi, ternyata masalah bisa datang tiba-tiba dari arah yang tak terduga misalnya, kenapa si dia nggak bisa diajak ngobrol soal masalah keuangan, atau lebih parah, kenapa tagihan listrik tiba-tiba melonjak tanpa alasan jelas?
Jangan khawatir, karena di sinilah peran Pusaka Sakinah dari Kementerian Agama (Kemenag) hadir dengan solusi yang penuh cinta dan perhatian. Program ini, yang sudah berjalan sejak 2019, secara khusus melatih seratus calon fasilitator layanan konsultasi dan pendampingan keluarga.
Bukan fasilitator biasa, lho. Mereka ini adalah penghulu dan Penyuluh Agama Islam yang siap mengarungi gelombang-gelombang masalah keluarga muda. Ke depannya, mereka akan jadi teman setia yang siap mendampingi pasangan-pasangan muda yang mungkin saja baru melangkah di usia pernikahan mereka yang belum genap 5 tahun, sebuah periode di mana semuanya bisa terasa serba membingungkan.
Apa yang sebenarnya dipelajari oleh para calon fasilitator ini? Tentu saja, keterampilan mendengarkan yang baik, memberikan panduan yang tepat, dan memberikan solusi untuk masalah yang ada. Tapi yang lebih penting lagi, mereka dilatih untuk tidak jadi “polisi keluarga” yang tiba-tiba muncul dengan buku pelanggaran.
Fasilitator ini lebih berperan sebagai teman curhat yang mampu memberikan perspektif baru dan membantu pasangan muda melihat masalah dengan cara yang lebih jernih. Jadi, kalau tiba-tiba masalah “kenapa dia kok nggak pernah ngajak ngobrol soal keuangan keluarga?” muncul, fasilitator ini siap memberikan saran yang bisa diterima oleh kedua belah pihak.
Pernikahan itu memang nggak selalu indah, terutama saat budaya dan faktor ekonomi ikut bermain. Di Indonesia, banyak pasangan muda yang mungkin dipengaruhi oleh tekanan ekonomi yang membuat mereka terjebak dalam kebingungan yang sama, bagaimana cara mengatur keuangan rumah tangga, atau bagaimana cara menghadapi konflik dalam keluarga yang bisa jadi sudah menjadi bagian dari keseharian mereka.
Di sinilah pentingnya peran fasilitator yang hadir dengan solusi. Mereka bukan sekadar memberi saran, tapi juga berusaha mengarahkan pasangan muda untuk mempersiapkan diri menghadapi segala potensi masalah di depan, baik itu masalah kecil seperti perbedaan kebiasaan, atau yang lebih besar seperti tekanan finansial.
Abu Rokhmad, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, mengungkapkan usia pernikahan yang masih muda (0-5 tahun) adalah masa-masa kritis, bahkan sering disebut sebagai ujian cinta yang harus dijalani dengan bijak. Kalau nggak hati-hati, bisa jadi semua itu berakhir dengan perceraian yang kini dianggap seperti hal biasa oleh sebagian orang.
Meskipun perceraian dari luar terlihat seperti jalan keluar, punya dampak jangka panjang yang nggak bisa dianggap enteng. Dan perceraian bukan hanya masalah dua orang, tetapi bisa berimbas pada anak-anak dan masyarakat sekitarnya. Itu kenapa, fasilitator yang sudah dilatih dengan keterampilan khusus ini berperan penting dalam menjaga ketahanan keluarga, dari hulu sampai hilir.
Penting untuk diketahui juga bahwa Kemenag berusaha mengubah mindset masyarakat yang menganggap perceraian adalah solusi instan ketika masalah datang. Padahal, bukan itu yang seharusnya menjadi jalan keluar. Kemenag ingin memastikan bahwa fasilitator yang dilatih dalam program ini nggak cuma berbicara tentang solusi praktis, tapi juga mengajarkan bagaimana cara melihat masalah dari sudut pandang yang lebih luas. Mereka ingin memastikan bahwa keluarga yang dibangun memiliki fondasi yang kuat, harmonis, dan siap menghadapi tantangan bersama.
Dengan adanya pelatihan ini, Kemenag berharap lahirnya fasilitator-fasilitator yang nggak hanya profesional, tapi juga empatik dan adaptif. Mereka diharapkan bisa memberikan solusi konkret yang sesuai dengan kebutuhan pasangan muda yang bervariasi. Dari yang hanya bingung soal tagihan listrik, sampai yang menghadapi perbedaan besar dalam cara pandang terhadap kehidupan rumah tangga. Harapannya, fasilitator ini bisa jadi tulang punggung bagi keluarga-keluarga muda untuk menghindari perceraian, dan tentu saja, menjaga ketahanan keluarga sebagai pilar utama dalam membangun masyarakat yang tangguh.
Jadi, bagi kalian yang sedang di usia pernikahan muda atau mungkin ada teman yang sedang dilanda kebingungan dalam rumah tangga, ingatlah bahwa pernikahan itu bukan cuma soal cinta, tetapi juga soal kerja sama, komunikasi, dan persiapan menghadapi masalah.
Program pelatihan fasilitator dari Kemenag ini, diharapkan bisa membantu mencegah perceraian yang semakin dianggap sebagai solusi praktis. Saring dulu sebelum putus serta ingat, pernikahan itu, meskipun nggak selalu mudah, tetap bisa bertahan asal kita punya pemahaman yang baik dan… jangan lupa tetap pakai humor dalam menghadapi tiap tantangan. Karena, seberat-beratnya masalah, kadang yang dibutuhkan cuma tawa bersama.[***]