Pendidikan

“Mbak Jawa di Makassar, Dari Nada Tinggi ke Matematika Seru”

kemensos.go.id

KIKI Novita Sari, 24 tahun, baru pertama kali merantau jauh dari tanah kelahirannya di Kendal, Jawa Tengah, ketika diterima sebagai guru matematika di SRMA 26 Makassar. Bayangkan, seorang anak Jawa yang terbiasa berbicara lembut harus berhadapan dengan nada tinggi ala orang Makassar. “Kadang saya refleksi, tadi saya salah apa enggak?” ujarnya sambil tersenyum, mengenang hari-hari awalnya di asrama.

Julukan “Mbak Jawa” pun lahir dari kebingungan murid dan guru lain melihatnya, seperti pepatah Jawa mengatakan, “Adat di bumi sendiri tidak sekeras adat di tanah orang”, Kiki pun belajar dari awal bagaimana menyesuaikan diri dengan budaya dan bahasa baru.

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di SRMA 26 Makassar, Kiki mengaku shok kecil tapi lucu, nada bicara murid terlalu tinggi, bahasa Makassar tercepat, dan makanan pedas yang bikin mata menetes.

“Kalau di Jawa, orang bicara keras itu artinya marah. Di sini, kadang itu cuma gaya ngobrol,” ujarnya sambil terkekeh mengutip laman resmi kemensos.go.id, coba pikirkan, seorang guru dari Jawa harus belajar membaca ekspresi murid sambil menahan lidah yang sensitif terhadap sambal pedas Makassar.

Hari pertama mengajar ibaratnya adalah episode drama komedi tanpa sutradara, hehehe…yang jelas Kiki harus meminta murid berbicara lebih lambat supaya ia paham maksud mereka.

Bahkan kadang, satu kata bisa terdengar, seperti kode rahasia yang membingungkan. Tapi murid-murid cepat menyesuaikan diri “Oh, Bu Kiki dari Jawa, kita harus bicara lebih lembut”, kata salah satu murid.

Kiki tersenyum “seperti pepatah mengatakan, ‘air tenang menghanyutkan’, walaupun saya lembut, murid tetap bisa mengikuti alur belajar kalau kita sabar’.

Selain drama nada bicara, tantangan lain adalah membuat matematika menarik bagi murid. Di fase awal, Kiki mengecek kemampuan dasar matematika, di mulai dari penjumlahan hingga pengurangan. “Kalau pondasinya goyah, rumahnya roboh juga ya..,” ujarnya sambil melempar senyum.

Akhirnya Kiki menciptakan jurus baru alias metode belajar 50 persen materi, 50 persen games, misal, penjumlahan bersusun dijadikan kompetisi kecil.

Hasilnya ? Anak-anak bukan hanya belajar, tapi senang, tertawa, dan saling tantang. Kadang, tantangannya sederhana, yaitu siapa tercepat menyelesaikan soal. Tapi hasilnya, semua murid ikut aktif dan tak ada yang keluar-masuk kelas.

Tak hanya matematika, Kiki juga fokus pada pendidikan karakter dan kedisiplinan, coba bayangkan saja seorang guru harus menelusuri kamar murid satu per satu supaya mereka tidak telat masuk kelas. Kadang ia bikin candaan ke muridnya. “Kalau guru enggak turun tangan, murid bisa telat seperti jam karet”.

Usaha ini membuahkan hasil, dua bulan berlalu, murid mulai tepat waktu dan bisa mengatur jadwal harian mereka. Pendidikan harus membebaskan. Dan begitulah yang coba saya lakukan di kelas -membebaskan murid dari ketakutan terhadap angka dan rumus”, – Paulo Freire, Pedagogy of the Oppressed.

Selain kelas, Kiki juga belajar hidup di Makassar. Pedasnya makanan lokal sempat membuatnya berkeringat dan mengerang, tapi lambat laun ia menyesuaikan diri. Bahkan ia ikut makan bareng teman-teman guru meski mulut masih panas, sambil bilang, “Sedikit demi sedikit, kita masuk ke dunianya mereka”.

Bahkan Humor muncul ketika Kiki mencoba memesan makanan pedas ekstra dan salah menyebutkan levelnya. “Mungkin ini karma karena saya baru pertama kali merantau,” katanya sambil tertawa ngakak. Murid-muridnya pun ikut tertawa mendengar cerita itu, dan humor ini jadi jembatan komunikasi antara guru dan murid.

Kisah Kiki bukan hanya soal guru merantau, tapi juga tentang ketekunan, adaptasi, dan kreativitas. Dari nada tinggi, sambal pedas, hingga strategi belajar matematika, ia menunjukkan bahwa mengajar bukan sekadar mentransfer ilmu, tapi menginspirasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Kiki Novita Sari adalah contoh guru muda yang berani merantau, beradaptasi, dan menciptakan inovasi dalam pendidikan. Ceritanya mengajarkan kita, meski menghadapi budaya, bahasa, atau tantangan berbeda, kesabaran, kreativitas, dan humor bisa menaklukkan semua hambatan.

Kalau ada pepatah Jawa bilang, “Sopo nandur bakal ngunduh”, maka Kiki adalah bukti nyata tanam usaha, tanam kesabaran, tanam humor, pasti akan menuai hasil manis, meski awalnya terasa pedas seperti sambal Makassar.[***]

Terpopuler

To Top