BENTENG Kuto Besak (BKB) mendadak riuh, bukan karena ada konser musik atau flashmob TikTok, tapi karena Festival Perahu Bidar 2025 yang bikin generasi muda Palembang berkeringat, tertawa, dan belajar sekaligus. Lomba tiga hari yang digelar 15–17 Agustus ini bukan sekadar adu cepat di Sungai Musi, tapi juga kelas pelajaran budaya, olahraga, dan filosofi hidup, lengkap dengan banyolan khas anak muda.
Gubernur Sumatera Selatan, H. Herman Deru, hadir dengan ekspresi setengah serius setengah kagum. Di sisinya, Wali Kota Palembang, Ratu Dewa, tampak sibuk melempar senyum ke penonton sambil bilang, “Bidar ini bukan cuma perahu, tapi warisan leluhur yang bisa bikin anak muda tetap lincah, kompak, dan paham sejarah sungai Musi”.
Lomba kali ini diikuti 12 tim dari berbagai instansi dan daerah, mulai dari Bank Sumsel Babel, Dinas Perhubungan Kota Palembang, Kabupaten OKI, hingga Pemdes Soak Batok Ogan Ilir. Tiap tim terlihat berebut posisi seolah Sungai Musi adalah “jalan tol bebas macet”, lengkap dengan jeritan nakal dan tepuk tangan penonton yang bikin suasana makin heboh tapi hangat.
Di sisi lain, pelajar dan mahasiswa tampak serius menatap air sambil memegang dayung. Tapi begitu salah satu peserta jatuh terseret arus, semuanya meledak tertawa bukan mengejek, tapi karena kebersamaan yang kental terasa lebih dari sekadar perlombaan, seperti pepatah Palembang bilang “Lempar bidar, jangan lempar hati”
Begitupula perahu bidar merupakan warisan nenek moyang yang dulunya jadi alat transportasi di sungai, kini menjadi guru bagi generasi muda.
Anak-anak muda belajar bahwa budaya bukan hanya untuk dipajang di museum, tapi harus hidup, bergerak, dan bisa membuat kita tersenyum di tengah arus modernisasi.
Ratu Dewa menekankan, “Generasi muda harus aktif melestarikan budaya. Bidar ini bukan cuma olahraga, tapi juga pendidikan karakter, yakni sabar, kompak, dan pantang menyerah”, kalau dipikir memang benar. Mengayuh bidar di Sungai Musi, kadang lebih sulit daripada memahami laporan keuangan bank, tapi hasilnya lebih berkesan dan bikin ngakak bareng teman satu tim.
Festival ini juga masuk dalam 110 Kharisma Event Nusantara, jadi sorotan nasional. Artinya, apa yang terjadi di BKB Palembang bisa dibaca orang Jakarta, Surabaya, hingga Aceh. Budaya lokal yang tadinya “hanya dipahami warga sungai” kini mendapat spotlight nasional.
Di tengah lomba, terlihat jelas satu filosofi sederhana “Kebersamaan lebih cepat sampai daripada kemenangan sendiri”. Anak muda yang tertawa saat jatuh, menolong teman, dan tetap semangat, mengajarkan kita bahwa budaya itu hidup ketika ada interaksi, tawa, dan gotong royong.
UKM tersenyum
Bahkan pedagang UMKM di tepi BKB ikut tersenyum, mereka menjual kuliner khas dan kerajinan tangan sambil menyaksikan drama mini sungai Musi ini. Jadi festival ini bukan cuma pelestarian budaya, tapi juga penyemai ekonomi kreatif lokal. Kalau budaya bisa bikin lapar, maka UMKM siap menuntaskan rasa lapar itu.
Festival Perahu Bidar 2025 bukan sekadar lomba cepat di sungai, ia adalah kelas budaya, olahraga, filosofi hidup, dan dagelan anak muda,dari gubernur sampai pedagang kaki lima, semua ikut merasakan melestarikan tradisi bisa seru, lucu, tapi penuh makna.
Seperti pepatah Palembang lagi “Sungai bisa kering, tapi tawa dan budaya tetap mengalir”. Generasi muda Palembang membuktikan, warisan nenek moyang tidak akan punah, selama ada tangan-tangan lincah, hati yang ceria, dan sedikit banyolan di pinggir sungai.
Pelajaran dari BKB ini sederhana budaya bukan cuma untuk dipelajari, tapi untuk dirasakan, dibagikan, dan dijadikan cerita lucu yang bikin hidup lebih berwarna. Jadi, kapan terakhir kamu ikut tertawa sambil belajar sesuatu yang berharga? Mungkin saatnya mencoba… atau paling tidak menonton lomba bidar berikutnya di Palembang!.[***]