Pendidikan

“Jangan Cuma Modal Paspor & Niat!, Yuk Kenalan dengan Desa Migran Emas yang Bisa Bikin TKW Aman & Tetangga Iri!”

ist

DI Desa Talang Menjerit, pagi itu sebut saja bu Retno lagi nyapu halaman sambil nyanyi dangdut koplo remix. Tiba-tiba anaknya teriak, “Bu! Bu! Desa kita jadi Desa Migran Emas!” Retno refleks megang sapu erat-erat, takut disangka mau disuruh kerja ke Qatar nyapu stadion. Tapi tenang, Bu Retno. Desa Migran Emas bukan berarti semua warga dikirim ke luar negeri kayak lomba tarik tambang antarbenua.

Jadi ceritanya begini, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Pak Abdul Kadir Karding yang mukanya adem tapi omongannya tajam kayak pisau dapur baru asah meresmikan 22 Desa Migran Emas di Lampung Timur baru-baru ini.

Namun bukan desa penuh tambang emas, bukan juga desa tempat nyimpen harta karun Bung Karno, tapi desa yang siap-siap ngelindungi warganya biar gak nyemplung ke jalan migran ilegal modal nekat dan paspor doang.

“Calon-calon TKI itu banyak di desa. Nah, masa kita lindungi dari Jakarta, bisa-bisa pas nyampe berita, orangnya udah nyuci piring di Turki,” kata Pak Menteri. Ya bener juga sih, ini kayak mau jagain ayam di kandang tetangga padahal ayamnya ngumpet di kandang sendiri.

Yang bikin sedih, menurut Pak Menteri, 97 persen masalah kekerasan dan eksploitasi pekerja migran terjadi karena berangkatnya ngasal, bukan karena rejeki yang kurang doa, tapi karena keberangkatan nonprosedural yang kadang mirip drama sinetron disangka ke Taiwan, nyampenya di kapal kargo Vietnam.

Oleh karena itu, hadirnya Desa Migran Emas ini kayak pelampung di kolam renang global. Ada penyuluhan, pelatihan, pengawasan, bahkan mungkin bonus gorengan pas sosialisasi. Tujuannya satu  warga desa bisa kerja ke luar negeri dengan kepala tegak, bukan lewat calo yang mukanya kayak kombinasi debt collector dan dukun palsu.

Contohnya kayak di Filipina, di sana, tiap kelurahan punya Barangay OFW Help Desk. Warga yang mau kerja ke luar negeri bisa nanya dulu, aman gak? prosedural gak? majikannya hobi mukul apa enggak? Di Sri Lanka, malah ada pusat konsultasi migran. Sementara kita? Dulu masih ada yang berangkat cuma karena dibisikin tetangga, “Udah, tenang, majikannya baik. Punya 3 pitbull.”

Tapi sekarang, Lampung Timur udah naik kelas. Perdes (Peraturan Desa) tentang perlindungan migran udah kayak martabak manis, padat, dan isinya bermanfaat. Lampung Timur ini sekarang bukan cuma daerah pengirim TKI terbanyak di Sumatera, tapi juga pelindung impian warganya. Ibaratnya nasi goreng, bukan cuma enak di lidah tapi nggak bikin mulas di ujung.

Pepatah bilang Lebih baik berangkat lambat tapi selamat, daripada nyelonong cepat terus dijemput polisi imigrasi. Benerkan, Desa Migran Emas adalah jawaban atas itu, biar warga bisa kerja di luar negeri bukan sebagai korban, tapi sebagai pahlawan, pulangnya bisa bangun rumah, bukan cerita duka yang bikin tetangga merinding disko.

Jadi, kalau ada yang tanya “apa itu Desa Migran Emas?”, jawab aja bro..Desa yang bikin warga nggak perlu lagi kabur dari jendela toilet bandara Dubai. Ini langkah kecil dari desa, tapi langkah besar buat kemanusiaan  dan buat dompet keluarga.

Jadi intine begini, ya lur…

Kalau dulu orang desa pengen kerja ke luar negeri harus pasrah disedot calo yang modal brosur dan senyum meyakinkan kayak dukun spesialis jodoh, sekarang nggak perlu lagi. Ada Desa Migran Emas yang siap jadi pagar hidup, bukan pagar makan tanaman.

Karena bekerja ke luar negeri itu bukan lomba lari estafet, yang penting cepat berangkat. Tapi kayak naik ojek online, pastikan titik jemputnya jelas, tujuannya legal, dan drivernya bukan robot pinjol.

Yang jelas hidup ini emang pilihan, tapi jangan sampai salah jalur lalu diselamatin sama akun TikTok.
Lebih baik berangkat pelan tapi prosedural, daripada cepat-cepat lalu diselamatkan oleh kedutaan dengan sandal jepit sebelah doang.[***]

Terpopuler

To Top