Pemprov Sumsel

Sumsel Bikin Lansia Tersenyum Asli : “Yang Tua Jangan Ditinggal, Mereka Dulu yang Ngajar Kita Jalan”

ist

Sumselterkini.co.id, – Kalau ada yang bilang tua itu kutukan, berarti dia belum pernah lihat bagaimana lansia di Sumatera Selatan diajak tertawa bareng sambil fisioterapi dan perekaman KTP. Ya, tanggal 12 Juni 2025 lalu, ada acara Kampanye dan Bakti Sosial Lanjut Usia Nasional ke-29  digelar meriah di Sentra Budi Perkasa, Jl. Sosial KM 5 Palembang. Tapi tenang, ini bukan sekadar seremoni peluk-cium lalu pulang makan tumpeng, karena acara betul-betul menyentuh uban dan tulang ekor.

Sekretaris Daerah Provinsi Sumsel, Drs. H. Edward Candra, datang bukan sekadar bawa sambutan manis, tapi juga membawa semangat bahwa rambut putih jangan cuma dihargai saat foto keluarga, tapi juga disayang negara. “Ini bukan cuma seremoni, ini bukti cinta,” katanya, dengan nada yang seperti ingin memeluk seluruh oma-opa se-Sumsel.

Bisa dibilang, acara ini seperti reuni akbar para pejuang hidup yang kini rambutnya putih, lututnya agak ngilu, tapi semangatnya tetap nyala. Ada donor darah, pemeriksaan kesehatan, fisioterapi, bahkan sampai perekaman akta kematian yang ini agak serem tapi penting. Negara memang harus berpikir panjang, bukan cuma saat bikin spanduk ucapan Hari Lansia, tapi juga saat oma butuh kursi roda dan opa butuh tempat curhat yang bukan cuma dinding dapur.

Plt. Kepala Dinas Sosial Sumsel, Hj. Neng Muhaiba, MM, bilang bahwa semua ini dilakukan dalam semangat “Lansia Bahagia, Indonesia Sejahtera”. Dan benar saja, wajah-wajah lansia yang datang tampak sumringah, apalagi saat sembako dibagikan. Jangan salah, satu paket sembako kadang bisa lebih membahagiakan daripada ajakan liburan ke Pagar Alam karena kebutuhan perut nggak bisa ditunda kayak janji caleg.

Lansia itu ibarat akar pohon tua. Mereka diam, tapi menopang banyak. Kalau akar dicuekin, pohon bisa tumbang, daun-daun (alias anak muda) bisa ngambang ke mana-mana. Acara seperti ini ibarat menyirami akar supaya meski tak berbuah lagi, tapi tetap jadi peneduh bangsa.

Bandingkan saja dengan Jepang, negara yang lansianya diajak kerja paruh waktu merangkai bunga atau jadi petugas taman baca. Atau Finlandia, di mana oma-opa diajari coding dasar supaya bisa nonton YouTube tanpa salah pencet. Di Jogja sendiri, komunitas “Lansia Menari” rutin manggung tiap Sabtu sore di alun-alun. Di Bandung, ada program “Taman Lansia” tempat kakek-nenek bisa pacaran halal sambil senam jari.

Nah, di Sumsel? Masih on progress, tapi sudah mulai ke arah sana. Sekda bahkan bilang, akan ada program kreatif dan kewirausahaan buat lansia. Siapa tahu nanti ada Opa-Opanpreneurship jualan keripik digital lewat TikTok. Atau Nenekpreneur yang bisa buka jasa storytelling dongeng zaman penjajahan pakai live streaming.

Edward Candra menutup acara dengan kalimat yang layak dijadikan status WhatsApp. “Semoga para lansia kita senantiasa bahagia, sehat, dan terus bisa berkontribusi dalam pembangunan masyarakat”.

Artinya, jangan remehkan opa-oma atau nenek yang nyapu halaman atau kakek yang suka nonton berita. Mereka mungkin tak bersuara lantang di parlemen, tapi doa dan petuah mereka adalah fondasi dari rumah tangga bangsa.

Jangan sampai acara seperti ini cuma jadi tahunan seperti kue lapis waktu lebaran muncul lalu lenyap. Semangat membahagiakan lansia harus jadi rutinitas, kayak minum jamu atau update status Facebook.

Negeri yang besar bukan diukur dari gedung pencakar langit atau jalan tol yang mulus, tapi dari seberapa tulus ia memeluk orang-orang tuanya yang sudah sepuh kalau anak muda adalah harapan bangsa, maka lansia adalah doanya dan negara yang kuat adalah negara yang ingat siapa yang dulu menyuapi dan meninabobokan cita-cita.

Negara yang kuat bukan cuma punya jalan tol panjang dan gedung tinggi menjulang. Tapi negara yang tahu caranya memuliakan oma-opa, para sesepuh yang rambutnya sudah seperti kapas tapi hatinya tetap sekeras batu bara Lahat karena sejatinya, kemajuan itu bukan cuma soal siapa yang paling cepat lari, tapi siapa yang tak lupa menuntun yang sudah lebih dulu jalan.

Sumsel sudah melangkah, meski belum sempurna. Acara seperti Kampanye dan Bakti Sosial Lansia ini adalah contoh bahwa pemerintah tak cuma bisa bicara di podium, tapi juga bisa menyingsingkan lengan baju untuk membagikan alat bantu dengar dan sekotak sembako.

Dan kalau boleh sedikit berandai-andai andaikan seluruh kabupaten di Indonesia bikin program rutin buat oma -opa mungkin kita tak butuh terlalu banyak motivator di YouTube, karena petuah dari orang tua itu ibarat kopi tubruk kadang pahit, tapi menyadarkan.

Jadi, mari kita rawat oma-opa,  seperti kita merawat warisan pusaka. Jangan biarkan mereka hanya jadi foto di dinding ruang tamu sambil kita sibuk nonton sinetron atau scroll TikTok. Ingat, sebelum kita bisa baca alfabet, mereka sudah ngajarin kita baca kehidupan, karena kalau oma-opa saja sudah tak kita dengar suaranya, maka siapa lagi yang akan mengingatkan kita bahwa hidup ini bukan lomba lari, tapi estafet nilai?.[***].

Terpopuler

To Top