Pemerintahan

“Bersih-Bersih di Balik Meja Anggaran, E-Government Tanpa E-Gagal”

ist

Sumselterkini.co.id, – Konon kata orang tua dulu, “kalau sudah dekat ke dapur, tangan jangan gatal buka panci orang. Tapi sayangnya, di negeri kita yang kaya ini, justru dapur pemerintahan sering jadi tempat oknum masak-masak proyek pakai bumbu nepotisme, goreng-goreng anggaran, dan akhirnya dibagikan seperti kue ulang tahun ke kroni sendiri.

Itulah sebabnya, saat Sekda Provinsi Sumsel, H. Edward Candra, ikut rapat virtual pemberantasan korupsi bareng KPK, kita semua sejenak lega. Setidaknya, masih ada pejabat yang sadar bahwa pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan aset daerah bukanlah arena adu cepat-cepat rebut rezeki haram, tapi justru ladang integritas dan pelayanan.

Tapi ya, tahu sendiri, di banyak tempat pengadaan barang itu kayak warung sembako keluarga yang jadi vendor ipar, yang ngirim barang sepupu, yang nerima hasil proyek mantan gebetan yang sekarang kerja di bagian lelang. Maka jangan heran, paku satu kotak bisa seharga AC, atau printer bisa lebih mahal dari kulkas.

MCSP [Monitoring, Controlling, Surveillance for Prevention], kalau dilafalkan pelan-pelan, terdengar seperti alat intelijen luar angkasa. Tapi jangan cuma keren di nama, apalagi kalau ujung-ujungnya hanya jadi Google Drive tempat unggah dokumen formalitas. Sistem boleh digital, tapi kalau mentalnya masih analog, ya percuma. Sama kayak beli motor listrik tapi diisi solar.

Sekda bilang pentingnya sistem e-Government. Nah, ini bagus. Tapi harus hati-hati. Jangan sampai e-Government malah jadi Ehh… Government?, karena programnya ngadat, aplikasi mandek, server down, dan akhirnya balik lagi ke tanda tangan basah dan amplop kering.

Kalau bicara pengelolaan barang milik daerah, ini ibarat kebun warisan. Harusnya dirawat, dimanfaatkan, dijaga nilainya. Bukan malah jadi lahan parkir proyek fiktif. Edward bilang pentingnya penciptaan nilai tambah dari aset. Betul sekali. Misalnya, gedung lama yang tak terpakai bisa jadi co-working space, bukan jadi tempat nongkrong tuyul kontraktor.

Tapi ya itu tadi, kadang aset negara lebih sering diurus saat mau dihapus, bukan saat bisa dimanfaatkan. Seperti jomblo tua yang baru dicari waktu ada warisan, tapi dilupakan selama masih hidup.

Rakor KPK ini bagus, tapi jangan sampai jadi ajang “cerdas cermat antikorupsi” yang tiap tahun isinya itu-itu saja. Kita tidak butuh seribu kali koordinasi, kalau nyatanya saat lelang proyek masih bisa dinego di parkiran hotel. Kita tidak butuh lima ratus modul antikorupsi, kalau nyatanya tanda tangan pejabat masih bisa dibeli dengan makan malam di kafe rooftop.

Bung Untung dari KPK bilang ini demi tata kelola pemerintahan yang bersih. Setuju. Tapi ingat pepatah Jawa, “Wong pinter kalah karo wong bejo, tapi wong bejo bakal disalip karo wong licik yen sistem e bolong”. Artinya, orang pintar dan beruntung pun bisa kalah kalau sistem pemerintahan dikuasai orang licik yang lihai main di celah.

Kalau kita tak serius memperbaiki sistem pengadaan dan pengelolaan aset, Sumsel dan banyak daerah lain bisa berubah jadi seperti toko oleh-oleh. Banyak yang mampir bukan untuk membangun, tapi untuk ambil bagian. Padahal negara ini bukan lapak lelang, dan rakyat bukan penonton sinetron korupsi episode ke-999.

Mari kita jaga dapur pemerintahan tetap bersih. Jangan sampai godaan jadi setan berjas datang lagi. Dan tolong, KPK, jangan hanya jadi lifeguard yang berdiri di tepi kolam, tapi masuklah berenang jika melihat ada yang mau tenggelam atau sengaja menyelam sambil bawa karung!

Karena negeri ini tak butuh pamer baju antikorupsi, tapi butuh aksi sekecil apapun yang bisa bikin rakyat percaya, bahwa negara ini masih waras.[***]

Terpopuler

To Top