Sumselterkini.co.id, – Kalau kelas itu ibarat kerupuk, maka SDN 75 Palembang adalah kerupuk yang dicelupin ke kuah soto terlalu lama lemes, robek, dan isinya kebanyakan. Bayangkan saja, muridnya 600 orang, tapi ruang kelasnya cuma 7 biji. Itu bukan sekolah, tapi sudah mirip konser K-pop padat, sesak, dan bikin kepala gurunya pusing tujuh keliling.
Sekretaris Daerah Kota Palembang, Aprizal Hasyim, datang meninjau langsung ke TKP, alias Tempat Kekurangan Pelajaran. Ini bukan kunjungan basa-basi ala pejabat yang cuma numpang selfie. Pak Sekda langsung menyodorkan solusi ada tanah kosong milik Pemkot sekitar 300 meter dari lokasi sekolah yang katanya cukup untuk dibangunkan gedung baru.
Nah, ini baru namanya “sekda bergerak cepat, sebelum anak-anak bergerak pindah ke kolong jembatan buat belajar”.
Kondisi ruang belajar SDN 75 ini sebenarnya mirip seperti kost mahasiswa tanggal tua sempit, pengap, dan penghuninya harus giliran kalau mau duduk nyaman. Bayangkan saja 600 siswa dibagi dalam 7 ruang kelas ibarat kita masukkan semangka satu karung ke dalam tas pinggang. Bisa sih, tapi meledak.
Kepala Sekolahnya, Pak Setiogohadi, juga tidak tinggal diam. Beliau blak-blakan mengaku memang sekolahnya kekurangan ruang belajar. Katanya, mudah-mudahan tahun depan bisa pindah ke gedung baru. Ya semoga, Pak. Kami semua ikut doakan, karena kalau nunggu ruang kelas tumbuh sendiri dari genteng, bisa-bisa anak murid sudah kerja jadi karyawan duluan.
Karena pendidikan itu bukan soal bagi raport, tapi soal membentuk masa depan. Dan masa depan anak-anak SDN 75 tidak bisa dibentuk dalam ruang kelas yang lebih mirip sardencan kaleng dibanding ruang belajar.
Di kota Bandung, ada program Sekolah Baleendah yang jadi role model sekolah-sekolah yang kekurangan ruang diberi tambahan kelas darurat, tapi dengan fasilitas lengkap dan guru khusus. Di India, di daerah Kerala yang notabene negara bagian berkembang, pemerintahnya bahkan menaruh 40% anggaran pembangunan untuk pendidikan. Sekolah-sekolah di sana bukan cuma punya kelas cukup, tapi juga punya perpustakaan modern dan laboratorium robotik padahal mereka juga negara berkembang. Jadi kalau India bisa, kenapa Palembang belum?
Blusukan ke sekolah itu seperti dokter keliling ke kampung. Baru bisa tahu penyakitnya kalau lihat langsung. Nah, yang jadi PR sekarang, bukan cuma disiapkan tanahnya, tapi juga disusun masterplan lengkap desain bangunan, kebutuhan guru tambahan, serta skema pembiayaan yang jelas.
Pendidikan itu investasi, bukan pengeluaran. Kata Ki Hajar Dewantara, “Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri”. Tapi ya jangan sampai tumbuhnya sambil duduk bertiga di bangku yang sempit. Nanti yang tumbuh bukan ilmunya, tapi urat sabarnya.
Nelson Mandela pernah bilang, “Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia” .Nah, masa iya, kita mau berperang pakai senjata yang karatan? SDN 75 butuh ruang belajar yang layak, bukan hanya janji pembangunan yang digantung setinggi langit.
Mari kita dukung niat baik Sekda dan Pemerintah Kota Palembang agar rencana pembangunan sekolah baru ini bukan sekadar angin-anginan seperti kipas angin rusak bunyi doang, anginnya nggak ada. Karena setiap anak butuh ruang untuk bermimpi, bukan ruang sempit untuk mengantuk saat pelajaran Matematika.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang memberi ruang bagi anak-anaknya untuk belajar, bukan sekadar tempat untuk menunggu bel.” – (Pengembangan dari semangat Ki Hajar Dewantara).[***]