Sumselterkini.co.id, – Di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), jalan berlubang bukan sekadar masalah infrastruktur, tapi udah jadi gaya hidup. Bahkan ada yang bilang “Kalau motormu bisa selamat dari lubang OKI, berarti kamu siap ikut Dakar Rally.” Saking banyaknya jalan yang rusak, warga setempat udah khatam ngehindarin lubang kayak gamer pro ngindarin peluru di game FPS. Tapi, tentu, rakyat enggak mau hidup dalam game survival terus, apalagi kalau tiap hari harus berangkat kerja sambil mikir “Ban motor hari ini copot enggak, ya?”
Maka datanglah secercah harapan dari langit bukan ! bukan hujan proyek juga, tapi kunjungan kerja dari seorang tokoh penting dari Senayan Bang Wahyu Sanjaya, anggota DPR RI Dapil Sumsel II. Ia datang bukan bawa parcel Lebaran, tapi bawa semangat menyambung lidah rakyat ke pusat kekuasaan. Semoga, ya, amin..
Sambutan hangat datang dari Bupati OKI, Muchendi. Beliau menyambut dengan senyum tulus dan bahasa politis yang artinya kurang lebih “Bang, tolong dong bantu cari duit buat bangun jalan. Kasihan warga, tiap lewat jembatan harus baca doa dulu kayak mau naik wahana ekstrem.”
Pak Bupati juga bilang, OKI sedang dalam fase diet anggaran. Tapi ini bukan diet sehat ala influencer, ini diet terpaksa karena dompet daerah lagi kempes kayak balon ulang tahun H+3. Maka segala yang enggak penting dipangkas. Pesta? Coret. Seremonial? Pangkas. Anggaran influencer? Skip dulu. Fokus sekarang adalah jalan mulus, Puskesmas lengkap, sekolah enggak bocor, dan warga bisa belanja ke pasar tanpa naik rakit.
Namun seperti cinta yang kadang tak berbalas, niat baik pemda ini belum tentu sampai ke hati pusat. Dana pusat kadang datangnya kayak mantan toxic, ghosting dulu, muncul tiba-tiba, terus datangnya telat dan dipotong pula. Katanya buat efisiensi, tapi kok efisiensinya selalu nyangkut di rakyat kecil?
Nah, di sinilah peran Bang Wahyu jadi penting. Beliau duduk di Komisi XI, komisi yang ngurus duit negara. Alias, ini orang punya akses ke ATM-nya republik. Kita berharap, saat Bang Wahyu bilang akan perjuangkan keadilan anggaran, itu bukan cuma quotes Instagram. Karena kalau keadilan itu seperti janji kampanye, kita khawatir isinya cuma angin segar yang bikin masuk angin, tapi ambil positifnya semoga tidak emang berjuang untuk rakyat di dapilnya..alhamdulillah…banyak!
Wahyu bahkan menyentil soal dana bagi hasil yang dipangkas, serta penyaluran dana yang sering telat kayak kereta api jaman dulu. Dia janji akan jadi penyambung suara daerah meskipun kita tahu, kadang kabel sambungan itu suka korslet pas masuk gedung parlemen. Tapi sudahlah, kita optimistis. Karena kalau enggak optimistis salah pula nanti kualat, bisa-bisa kita ikut stres sama jalan berlubang tiap hari.
Akhir kunjungan itu ditutup dengan kesepakatan membuka komunikasi yang lebih luas. Bukan, bukan buka kartu keluarga, tapi buka jalur koordinasi biar enggak macet kayak jalanan keluar tol pas musim mudik. Sebab kalau komunikasi macet, jangan harap aspal bisa mulus. Yang ada, rakyat tambah uring-uringan, dan meme jalan rusak makin viral.
Rakyat enggak minta jalanan berlapis emas. Rakyat cuma minta bisa pergi ke sekolah, kerja, dan pasar tanpa harus melewati jalur yang bisa bikin shockbreaker menyerah. Jangan biarkan pembangunan jadi tontonan tanpa realisasi. Jangan sampai sinergi cuma jadi sinetron, penuh drama tapi nol aksi.
Tentu, kita enggak bisa berharap jalan OKI mulus seketika kayak di Ibu Kota yang tiap lubang langsung ditambal sebelum semut sempat jatuh. Tapi dengan kedatangan Bang Wahyu dan komitmen pemda yang makin nekat memperjuangkan anggaran, ada harapan bahwa suara-suara rakyat OKI yang selama ini hanya bergema di grup WA RT bisa nyangkut juga di kuping pusat.
Ini bukan soal siapa yang paling banyak selfie di proyek jalan, tapi siapa yang paling cepat kirim ekskavator. Kalau sinergi benar-benar dijalankan, bukan cuma dijargonkan, maka bukan tak mungkin jalan-jalan di OKI akan berubah dari arena rodeo jadi jalur yang nyaman buat ojol, emak-emak, sampai petani ngangkut hasil panen.
Optimisme itu berarti masih ada asal semua pihak gerak bareng, bukan bareng-bareng diam. Karena sejatinya, rakyat cuma pengen satu kalau pagi-pagi berangkat kerja, ban motor enggak nyangkut di lubang, dan harapan enggak nyangkut di birokrasi. Oleh karena itu jalan rusak bisa diperbaiki, tapi kepercayaan rakyat? Sekali rusak, susah dibangun ulang. [***]
