Obyek Wisata

Liburan Bukan Uji Nyali, Ini Bedanya Wisata & Wisatawan yang Waras

ist

Kalau naik gunung bawa tenda,
kalau ke pantai jangan cuma bawa celana dalam!
Liburan boleh senang, tapi keselamatan jangan dilupakan!

LIBURAN itu ibarat makan mie instan tengah malam, nikmat, murah meriah, tapi kalau kebanyakan micin, bisa-bisa semalaman begadang sambil garuk-garuk perut. Nah, begitu juga pariwisata indah di depan mata, tapi kalau gak aman, bisa berakhir drama di ruang UGD.

Makanya, Kementerian Pariwisata kita tak mau kecolongan lagi, mereka menguumpulkan para pemangku kepentingan lewat acara FGD alias Forum Guyub Demi-selamatin wisatawan,  meski aslinya sih “Focus Group Discussion”. Tapi kita plesetin aja biar gak tegang!.

Ibarat bikin rujak, FGD ini ngumpulin segala rasa ada perwakilan Basarnas yang kayak sambel ulek pedes tapi nyelametin, ada BPOM yang mirip mangga muda kecut-kecut bikin sadar diri, sampai Diageo Indonesia yang jadi kacang gorengnya nambahin renyah urusan alkohol. Pokoknya, semua rasa dikumpulin biar hasilnya gak bikin perut turis mules!

Nah, ini yang bikin Kemenpar gatel telinganya, ternyata pemerintah Australia dan Inggris sudah pasang travel advice buat warga mereka. Isinya mirip surat cinta yang dikirim mantan: manis di awal, pedih di akhir.

Mereka ngingetin warganya soal bahaya pendakian gunung, wisata air yang sering kelelep, dan bahkan soal minuman beralkohol yang bisa jadi tiket kilat ke rumah sakit karena metanol. Waduh, jangan sampai turis niatnya nge-wine malah ke-wong (kehilangan nyawa).

Martini Mohamad Paham, Deputi Kemenpar yang pasti paham bener urusan ini, bilang “Kalau kita nggak tanggap, bisa-bisa turis lari ke negara tetangga yang lebih aman. Mereka cari yang adem-adem kayak Selandia Baru, bukan yang bikin deg-degan kayak naik odong-odong tanpa rem”.

Negara lain sudah sat-set sat-set, seperti Selandia Baru, negara ini kayak emak-emak bawel tapi sayang setiap spot wisata ada papan peringatan, petugas siap siaga, dan semua wisata alamnya di-cek berkala. Bahkan jembatan kayu ke air terjun pun ada helmnya, cuy!.

Jepang, di Gunung Fuji, pendaki harus daftar resmi dan ada pengecekan peralatan. Mereka juga punya sistem notifikasi gempa real-time yang bikin turis gak cuma selfie tapi juga siap lari kalau alam ngamuk.

Thailand, di daerah wisata pantai seperti Phuket dan Krabi, mereka punya standar keselamatan laut termasuk pelampung, lifeguard, dan SOP evakuasi. Bahkan tukang sewa jetski pun wajib ikut pelatihan pertolongan pertama.

Staf Ahli Menteri Pariwisata, Mas Fadjar Hutomo, ngasih wejangan penting “Jangan semua dilempar ke Basarnas. Kalau di gunung meletus jam 2 pagi, masa kita nunggu Basarnas terbang dari Jakarta ke puncak Merbabu? Yang paling cepat ya warga lokal yang siap siaga”.

Ini sama kayak kalau ada kucing tetangga nyebur ke sumur, masa nunggu tim SAR nasional? Padahal Pak RT juga bisa angkatin pake serokan jemuran.

Makanya, SDM lokal harus disiapin, diberi pelatihan, minimal bisa CPR, bukan cuma bisa ngegombal turis.

Minuman keras juga masuk pembahasan serius, banyak kasus turis teler bukan karena over dosis cinta, tapi karena minuman oplosan.

Diageo Indonesia nyumbang ide edukatif lewat program DrinkIQ, ngajarin bagaimana cara minum tanpa jadi mabuk cinta (atau mabuk metanol). Mixology, katanya, harus kayak memasak sop buntut pakai takaran dan hati-hati, bukan asal campur lalu bilang “ini khas lokal”.

Wisata bukan sekadar destinasi, tapi juga keselamatan di tiap detiknya, oleh sebab itu jangan sampai anak muda kita semangat jadi travel vlogger, tapi akhirnya jadi travel blogger dari ranjang rumah sakit. Kita ini negara tropis yang cantik, jangan sampai kecantikannya ternoda karena teledor soal keamanan.

Pasang tanda peringatan yang unik, misalnya di tebing curam: “Yang jatuh bukan cuma harga diri, tapi juga kamu kalau nekat manjat tanpa pengaman”

Latih warga lokal jadi duta keselamatan wisata, kasih insentif, biar mereka semangat bantu, bukan cuma jadi tukang parkir dadakan dan edukasi alkohol dengan gaya kampung. Bikin video kocak kayak “Oplosan dari mulut ke kubur” versi millennial, libatkan influencer.

Bukan buat promosi endorse doang, tapi juga jadi penyampai pesan aman. Biar follower mereka gak cuma dapat promo hotel, tapi juga tips hidup selamat.

Wisata itu seharusnya menyegarkan jiwa, bukan membikin trauma, jangan sampai slogan kita jadi “Wonderful Indonesia” tapi turisnya bilang, “Oh no… I almost died in Indonesia!”

Pariwisata tanpa keselamatan itu kayak nasi goreng tanpa nasi, gak masuk akal dan destinasi kita kayak merawat pacar penuh perhatian, konsisten, dan jangan cuma pas butuh doang.

Dengan sinergi, SDM siap siaga, dan edukasi kreatif, Indonesia bisa jadi bintang pariwisata Asia, bukan bintang tamu acara investigasi!.[***]

Terpopuler

To Top