Nasional

Nyamuk Anopheles & Strategi Eliminasi Malaria Ala Papua

ist

Sumselterkini.co.id, – Kalau ada pepatah lama yang bilang, “bersatu kita teguh, bercerai kita digigit nyamuk Anopheles,”, itulah nasib yang sedang dihadapi Tanah Papua, bukan karena warganya malas mandi atau terlalu cinta hutan, tapi karena nyamuk pembawa malaria makin lincah dari anak muda yang lagi cari sinyal cinta di puncak gunung.

Papua, masih menjadi episentrum malaria nasional, dari 100 nyamuk malaria yang terbang di Indonesia, 90-nya mampir ngopi di Provinsi-provinsi Tanah Papua, bukan main bahkan nyamuknya udah bisa Siskamling, patroli lintas provinsi, kadang ke tetangga sebentar buat nyebar virus sebelum balik lagi ke rumah sendiri.

Masalahnya, nyamuk ini bukan cuma urusan Dinas Kesehatan. Dia juga masuk ke dapur lingkungan, rebahan di kasur sektor infrastruktur, bahkan ngopi bareng di pos keamanan. Tapi yang paling penting, nyamuk ini bisa mencium bau ‘komitmen yang setengah matang’. Katanya kalau pemimpin daerah nggak kompak, nyamuk bisa tepuk tangan satu sayap saking bahagianya.

Makanya, ide brilian untuk membentuk Forum Gubernur Papua Pengendali Malaria itu bukan cuma penting, tapi wajib, jangan sampai nanti yang ngumpul di forum malah nyamuknya, bukan gubernurnya.

Di forum itu, para kepala daerah bisa saling tukar strategi, bukan cuma tukar kaus bola saat rapat koordinasi. Misalnya, Bupati A cerita, “Di tempat saya, nyamuknya suka rebahan di bak mandi kosong,” lalu Bupati B menjawab, “Di tempat saya malah nyamuknya udah kenal nama anak saya”.

Nah, forum semacam ini sukses juga diterapkan di negara tetangga, contohnya Vietnam dan Sri Lanka, dua negara yang sudah lebih dulu menyatakan bebas malaria. Di sana, bukan cuma dokter yang kerja, tapi juga petani, guru, sampai satpam komplek.

Mereka sadar bahwa malaria bukan cuma urusan nyamuk dan manusia, tapi juga urusan kolaborasi lintas sektor. Di Vietnam, masyarakat ikut dalam program “rumah sehat bebas malaria,” lengkap dengan pelatihan cara membedakan gigitan nyamuk dari gigitan mantan.

Indonesia bisa tiru itu, Kementerian Kesehatan sudah kasih sinyal, ADB siap bantu dananya. Tapi ingat, syaratnya cuma satu komitmen, jangan sampai saat donornya datang, daerahnya masih galau milih fokus bangun jembatan selfie atau pusat oleh-oleh. Nyamuk Anopheles itu nggak bisa dibasmi pakai baliho. “Kami Siap Bebas Malaria 2045”. Dia butuh aksi nyata, bukan janji kampanye yang diketik pakai huruf miring.

Jadi, solusi yang gak neko-neko Forum Gubernur Papua untuk Eliminasi Malaria harus segera dibentuk. Isinya bukan cuma rapat formal, tapi bisa jadi ruang diskusi santai, semacam “kopi sore anti nyamuk” yang menghasilkan rencana konkret, bukan hanya rencana konten Instagram.

Libatkan sektor lain, Polisi bisa bantu patroli jentik, Dinas PU bisa memperbaiki drainase, ibu-ibu PKK bisa ikut pelatihan deteksi dini malaria, dan tukang ojek bisa jadi agen edukasi nyamuk sambil antar penumpang. Bangun sistem deteksi dini digital, misalnya masyarakat bisa lapor lewat aplikasi, “Pak, saya barusan digigit nyamuk dengan tatapan mencurigakan.” Jangan tunggu nyamuknya masuk podcast dulu baru kita sadar.

Edukasi berbasis budaya lokal, kampanye bisa pakai lagu-lagu Papua, tarian tradisional, atau lomba yospan bertema “Nyamuk Gagal Move On.” Anak muda diajak bukan cuma untuk joget TikTok, tapi juga gerakan bersih lingkungan dan transparansi anggaran dan evaluasi berkala. Setiap bulan, ada laporan lucu tapi serius “Jumlah nyamuk yang pensiun meningkat 15% karena habitatnya dibersihkan”.

Pepatah bilang, “Jika ingin berjalan cepat, berjalanlah sendiri. Jika ingin berjalan jauh, ajaklah gubernur-gubernur se-Tanah Papua ke forum bareng”. Eh, agak panjang pepatahnya, tapi ya kira-kira begitu.

Harus ingat Indonesia mungkin sedang on the track, tapi rel kereta kita masih panjang dan penuh semak belukar. Malaria itu musuh kecil yang pintar. Dia nggak bisa dikalahkan dengan satu pidato atau satu seminar, tapi dengan satu kesatuan gerakan yang kompak dari Sabang sampai Merauke, terutama dari Jayapura sampai Merauke juga.

Karena dalam perang melawan malaria, yang kita butuhkan bukan hanya dokter dan data, tapi juga dialog, dana, dan… dorongan komitmen dari para gubernur yang tidak takut digigit nyamuk maupun diserbu deadline. Ayo gebuk nyamuk bareng-bareng, sebelum dia bikin markas dan ngundang keluarga besar buat reuni nasional di Tanah Papua.

Mengatasi malaria di Tanah Papua bukan seperti menambal ban bocor di warung tambal dekat rumah. Ini pekerjaan besar, seperti menyiapkan rendang untuk satu kampung pas Lebaran. Butuh banyak tangan, banyak wajan, dan tentu saja resep yang sama. Dan dalam hal ini, resepnya adalah komitmen, kolaborasi, dan konsistensi.

Membentuk Forum Gubernur Pengendalian Malaria bukan cuma ide keren buat headline berita, tapi adalah wadah konkret untuk menyalakan lilin di tengah kegelapan nyamuk. Kalau selama ini para kepala daerah masih sibuk urus jalan rusak dan selfie dengan drone bantuan pusat, sekarang saatnya fokus juga pada urusan nyawa. Sebab malaria bukan hanya soal sakit kepala dan demam, tapi soal produktivitas rakyat, masa depan anak-anak, dan kualitas hidup generasi mendatang.

Indonesia memang sedang on the track, seperti kata drg. Murti, tapi pastikan jalurnya bukan rel yang penuh batu atau jembatan yang belum selesai dicor. Kalau Papua berhasil menurunkan angka malaria, maka Indonesia akan punya prestasi kesehatan global yang bisa dibanggakan. Iya, bisa dikibarkan bukan cuma bendera merah putih, tapi juga spanduk bertuliskan “Indonesia Bukan Sarang Nyamuk Lagi!”.

Dan kita percaya, rakyat Papua  yang tangguh, kreatif, dan penuh semangat bukanlah bangsa yang menyerah di depan nyamuk. Mereka hanya butuh ruang, perhatian, dan pemimpin yang mau duduk bersama, bukan cuma duduk di kursi VIP saat seminar.

Mari mulai, bukan minggu depan, bukan setelah pesta adat. Tapi sekarang, sebelum nyamuk Anopheles mulai bikin akun TikTok dan bilang, “Papua, surga kami juga”. Saatnya gebuk nyamuk, rangkul pemimpin, dan wujudkan Papua yang bukan cuma hijau hutannya, tapi juga putih bersih dari malaria.[***]

Terpopuler

To Top