“Jangan karena emas setitik, rusak laut sebelanga,”
Sumselterkini.co.id, – Raja Ampat itu bukan sembarang tempat, kalau Papua itu mutiara, maka Raja Ampat adalah bagian yang kilaunya bikin matahari minder. Di bawah lautnya, ada karang warna-warni yang lebih komplit dari rak cat toko bangunan. Di atasnya, hutan tropisnya nyimpen burung cenderawasih yang malu-malu tapi cantik, belum lagi spesies yang kalau ditulis semua, bisa ngalahin isi kamus biologi satu semester.
Tapi tunggu dulu, ada kabar bikin kita pengin garuk-garuk kepala meski nggak gatal ada aktivitas tambang nikel di situ. Lah ini gimana ceritanya?. Ibarat orang masak rendang di tengah ruang tamu, jelas bukan tempatnya!. Nikel boleh dicari, tapi masa iya harus dicongkel dari surga ekologis kelas dunia?. Ini ibarat ngorek-ngorek lantai masjid buat nyari koin jatuh, niatnya nyari rezeki, tapi caranya kurang ajar.
Empat perusahaan sebut saja PT GN, PT ASP, PT KSM, dan PT MRP diperiksa oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup. Hasilnya?. Wah…, bukannya patuh, malah banyak tingkah. Ada yang berkegiatan di hutan lindung, ada yang nggak punya izin lingkungan, ada juga yang seperti anak kos tinggal di mana-mana, izin belum tentu lengkap.
Contohnya PT GN, yang nyemplungin alat berat di Pulau Gag. Pulau ini kecil, tapi impaknya besar. Di sinilah tempat terumbu karang joget-joget di bawah laut, dan mereka bukan peserta lomba 17-an, tapi fondasi kehidupan laut. Kalau hutan lindungnya dijadikan tambang, sama saja kita tebas akar sambil nyiram daun, gak akan tumbuh apa-apa selain bencana.
PT ASP juga gak mau kalah. Di Manuran dan Waigeo, mereka kayak orang bikin kolam ikan tapi lupa bikin talang air. Settling pond-nya jebol, air berlumpur tumpah ke pantai, bikin laut keruh seperti teh tubruk kelamaan diseduh. Padahal laut Raja Ampat itu mestinya bening, bisa buat ngaca kalau kita gak pede sama kamera depan.
KLH/BPLH sudah pasang badan. Menteri Hanif bilang, “Tidak akan dibiarkan satu inci pun kerusakan,”. Mantap…., tapi kita juga tahu, di negeri ini kadang yang sudah dilarang justru makin semangat dilanggar, apalagi kalau dalihnya investasi. Padahal, coba lihat pepatah nenek moyang “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijaga” . Lah ini malah dibor, digali, ditambang langitnya bukan dijaga, tapi diajak ribut.
Perlu kita ingat, kawasan ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional Konservasi, sesuai Perpres 81 Tahun 2023. Jadi kalau ada yang berani menambang tanpa mikir dampaknya, itu sama aja seperti ngebakar buku perpustakaan demi cari korek api.
Kita ngerti, nikel memang dibutuhkan buat baterai, buat mobil listrik, buat masa depan katanya. Tapi janganlah masa depan itu kita bangun di atas reruntuhan rumah makhluk hidup lain. Kalau Raja Ampat rusak, dunia akan kehilangan laboratorium alam terbesar dan tercantik yang pernah ada. Dan kita? Kita akan dikenang sebagai generasi yang menyemen surga demi segenggam logam.
Sudah saatnya semua pihak dari pemerintah daerah, pusat, sampai warga setempat menyatukan suara, jangan sampai Raja Ampat jadi Raja Ambyar. Mari kawal langkah hukum, dukung pemulihan ekosistem, dan ingatkan siapa pun yang kelewat semangat ngebor pulau kecil untuk pakai logika, kalau cinta alam, jangan nambang di halaman rumahnya.
Jangan tunggu sampai burung cenderawasih terakhir tinggal di kaus oblong turis, jangan tunggu sampai laut biru kita hanya bisa dinikmati lewat screensaver komputer. Jangan sampai anak cucu kita mengenal Raja Ampat hanya dari dongeng sebelum tidur.
Raja Ampat bukan warung pinggir jalan yang bisa dibongkar pasang. Ia adalah mahakarya alam, dan sebagaimana lukisan mahal, tidak boleh dicoret-coret seenaknya. Kalau ada yang maksa nambang juga, mending kita kasih cangkul, bukan ke tanah, tapi buat garuk-garuk rasa malu, karena masih ada orang yang tega ngeduk surga demi dompet pribadi.
Yuk, jaga Raja Ampat. Bukan cuma demi Indonesia, tapi demi warisan dunia yang harus tetap berdenyut, berwarna, dan berbisik di antara terumbu dan ombak: bahwa manusia masih punya akal sehat dan cinta.[***]