Cerita Musik, Asa Daerah & Mesin Baru Penggerak Ekonomi Indonesia
AMBON bukan hanya punya pantai yang cantik dan orang-orang ramah, tapi juga punya nada-nada yang bisa menembus batas benua.
Ada pepatah tua yang bilang “Kalau tak bisa jadi matahari yang terang, jadilah lilin kecil yang menyala di sudut kampung”. Tapi Ambon memilih jadi dua-duanya lilin kecil yang memantik cahaya hingga ke panggung global. Lagu “Papa Mama Pung Pasang” bukan hanya irama nostalgia yang asyik buat goyang ringan di beranda, tapi juga simbol semangat baru musik sebagai mesin penggerak ekonomi, langsung dari jantung daerah.
Selama ini kita terlalu pusat-sentris, apa-apa harus “mentok di ibu kota dulu” baru dianggap sah, tapi Kementerian Ekonomi Kreatif lewat program AKTIF (Akselerasi Kreatif) sedang membalikkan peta.
Kata Menteri Ekraf Teuku Riefky Harsya, “Industri musik tidak harus selalu dimulai dari pusat. Ambon telah menunjukkan bahwa kreativitas daerah bisa menjadi the new engine of growth bagi ekonomi nasional”.
Kalimat itu bukan sekadar jargon manis, tapi benar-benar dijalankan mulai dari rilisan kolaboratif “Papa Mama Pung Pasang” karya Gian Tomasoa, dibawakan Willy Sopacua bersama Kaihulu Band, hingga pendampingan ekosistem musik secara menyeluruh.
Musik tak lagi sekadar hiburan, tapi jadi sambal terasi ekonomi kreatif pedas, nendang, dan bikin ketagihan.
Sejak 2019, Ambon sudah masuk dalam jaringan Kota Kreatif UNESCO bidang Musik, bukan hanya formalitas seremonial belaka, status ini dirawat dan terus ditingkatkan. Tahun ini, UNESCO bahkan memberikan predikat Excellent untuk konsistensi Ambon dalam membangun ekosistem musik berkelanjutan.
Coba tengok, pelatihan manajemen musisi, panggung ekspresi, hingga jaringan dengan industri internasional digelar rutin. “Kami ingin Ambon menjadi model kolaborasi yang bisa direplikasi ke daerah lain,” kata Direktur Musik, Mohammad Amin.
Sementara Deputi Bidang Kreativitas Media, Agustini Rahayu, menjelaskan bahwa lewat program AKTIF, Kementerian memberikan fasilitas dari hulu ke hilir termasuk video klip dan distribusi.
Kalau dulu musisi daerah harus ke Jakarta bawa CD, sekarang justru dari Ambon bisa langsung ke YouTube trending dunia!
Bukan cuma Indonesia yang mengandalkan musik untuk membangun ekonomi. Swedia, misalnya, punya Spotify dan ekspor musik pop seperti ABBA dan Zara Larsson. Negara ini menjadikan musik sebagai sektor ekspor utama, mengalahkan ekspor mobil dalam beberapa tahun terakhir.
Lalu Korea Selatan?, semua orang tahu K-pop bukan sekadar tarian dan boyband, tapi juga strategi ekonomi nasional, bahkan, BTS pernah disebut sebagai aset diplomatik oleh pemerintah Korea!
Kalau Swedia dan Korea bisa, kenapa Ambon tidak? jawabannya satu bisa banget, asal didukung terus.
Di zaman sekarang, jangan remehkan lagu daerah yang dinyanyikan dengan bahasa lokal, bisa jadi, lagu itu lebih mengena daripada segala pidato panjang lebar.
Musik adalah bahasa universal dia menembus batas, menyatukan beda, dan menyimpan memori . “Papa Mama Pung Pasang” bukan cuma lagu, tapi dokumentasi budaya, cinta, dan kearifan lokal. Ia menyambungkan nilai antar generasi. “Kalau lidah bisa lupa rasa, telinga tak akan lupa nada,” kata orang bijak Maluku.
Kementerian Ekonomi Kreatif sedang menulis ulang lirik pembangunan, kali ini nadanya datang dari Ambon, dan chorus-nya menggema ke dunia.
Indonesia tak lagi menunggu pusat bicara karena kini daerah sudah bernyanyi dengan suara lantang, kalau Ambon bisa menyala di panggung dunia, maka kota-kota lain tinggal menyalakan koreknya. Di ujungnya, semua akan terang.
Jadi, ayo dengar “Papa Mama Pung Pasang” bukan cuma karena lagunya enak, tapi karena di balik nada itu ada semangat baru ekonomi Indonesia yang tumbuh dari akar paling dalam.
Karena kadang, yang bikin kita maju bukan teriak di podium, tapi nyanyi bareng di panggung kecil kampung halaman.[***]