Sumselterkini.co.id, -Kalau Anda mengira wisuda itu cuma milik kampus-kampus ber-AC dengan toga segede gaban, coba main-main ke Sungai Lilin, Musi Banyuasin. Di sana, Kamis (17/4/2025) kemarin, suasana haru-biru penuh makna terjadi di Gedung Serbaguna Pesantren Assalam Islamy. Bukan karena harga minyak goreng naik lagi, tapi karena puluhan santri akhirnya lulus, dibekali ilmu agama, dan dilepas ke dunia luar ibarat anak panah yang dilepaskan dari busurnya. Semoga panahnya nggak nyasar ke tong sampah, ya.
Wakil Bupati Muba, H. Rohman, pun datang langsung. Bukan sekadar numpang lewat cari sinyal, tapi beneran serius menghadiri Hafluttakhrij sebutan kerennya wisuda santri. Di tengah gemuruh kipas angin dan lantunan doa, Pak Wabup menyampaikan pidato yang, kalau diukur dengan kadar emosi, bisa bikin sarung merinding dan tisu habis satu gulung.“Hari ini adalah hari yang sangat istimewa,” katanya, sambil menatap para santri yang duduk rapi sebagian deg-degan, sebagian lagi sudah mikir kapan nasi kotaknya dibagi.
Wabup nggak cuma datang dengan jas dan sambutan formal, tapi juga dengan sejuta harapan. Ia bilang, para santri ini bukan cuma lulusan kitab kuning dan hafal dalil, tapi juga calon influencer moral di masyarakat. Bukan influencer endorse krim pemutih abal-abal, tapi yang menebar kebaikan, jadi duta kearifan.
Ilmu yang mereka dapat bukan sekadar untuk dihafal lalu hilang pas kena tugas rumah tangga, tapi untuk diamalkan. Karena, kata Wabup, tantangan di luar pesantren itu kayak sinyal WiFi di pedalaman nggak pasti, tapi harus tetap dicari sampai ketemu.
Ada satu momen yang bikin mata berkaca-kaca saat para santri berdiri, membaca ayat-ayat suci, lalu bersimpuh di hadapan orang tua. Suara tangis tertahan terdengar dari sudut-sudut ruangan. Ada bapak yang menyeka air mata diam-diam di balik peci, ada ibu-ibu yang terisak sambil menggenggam tangan anaknya.
Momen ini seperti potongan film religi lokal dengan soundtrack “Aisyah Istri Rasulullah”. Namun beda dengan sinetron, ini nyata. Ini bukan akting. Ini perjuangan sungguhan dari anak-anak yang hafalan Qur’annya lebih kuat dari hafalan netizen tentang timeline pernikahan artis.
Wabup Rohman juga melempar pujian kepada para ustaz dan ustazah. Mereka ini ibarat mesin diesel kerja keras, sabar, nggak banyak gaya, tapi terus menghasilkan. Di balik lembutnya senyum dan suara mengajar, ada banyak pengorbanan dan dedikasi yang tak tampak oleh publik.
Pemerintah Muba, katanya, berkomitmen mendukung pesantren. Bukan hanya lewat ucapan selamat di medsos, tapi juga lewat kebijakan nyata. Kalau perlu, katanya, APBD pun bisa “disarungkan” untuk memperkuat dunia pesantren. Karena sejatinya, pesantren adalah benteng moral. Di saat banyak lembaga sibuk viral, pesantren sibuk mencetak pribadi ideal.
Di Finlandia, anak-anak TK pun diwisuda, lengkap dengan nyanyi lagu kebangsaan dan suvenir lucu. Tapi jangan salah, di Sungai Lilin ini, acara wisuda punya kelasnya sendiri. Mulai dari tampilan marawis yang menggetarkan dada, pidato santri berbahasa Arab, hingga harumnya minyak rambut khas santri yang entah mereknya apa tapi selalu sama tiap angkatan.
Kita tidak butuh balon helium atau dekorasi Instagrammable. Cukup sarung yang licin, peci yang pas, dan semangat yang membara. Karena inti dari wisuda bukan pada megahnya acara, tapi dalam keikhlasan ilmu dan keberkahan perjalanan.
Hari itu, Sungai Lilin bukan cuma menyaksikan kelulusan santri, tapi juga lahirnya harapan. Masyarakat menyaksikan bahwa di balik sawit yang rimbun dan jalan yang terkadang becek, ada cahaya kecil yang sedang bersiap menerangi dunia. Para santri ini bukan anak-anak biasa. Mereka adalah pejuang senyap yang dibekali ilmu, iman, dan adab kombinasi langka yang kini jadi rebutan di tengah dunia yang sering salah kaprah.
Semoga mereka menjadi seperti kopi hitam pekat, kuat, tapi tetap hangat di hati siapa pun yang menikmatinya. Dan untuk yang belum sempat hadir di wisuda ini, jangan khawatir. Doa baik tetap sampai asal dikirim pakai hati, bukan pakai jasa ekspedisi.
Kalau kamu punya kisah wisuda santri yang kocak atau mengharukan juga, boleh dong dibagi. Karena dari cerita-cerita kecil itu, kita bisa lihat bahwa negeri ini masih punya banyak alasan untuk tetap berharap.[***]