MUBA Terkini

Menjaring Naga di Laut Digital, Muba & Perang Melawan Judi Online

ist

Sumselterkini.co.id,- Kalau dulu orang tua kita suka bilang, “Main kartu itu boleh, asal bukan di warung kopi tengah malam dengan muka penuh strategi licik kayak sinetron Indosiar,” maka kini tantangannya sudah beda. Judi tak lagi perlu meja, tak butuh remi, tak perlu teriak “sekop besar!” cukup kuota, HP pintar, dan jari yang nganggur. Lahirlah generasi “pengadu nasib digital” yang bangun pagi bukan cek saldo tabungan, tapi berharap menang dari bandar maya.

Namun, kabar baik datang dari balik jendela digital yang selama ini terasa buram. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) mulai memperlihatkan taringnya dalam ikut menertibkan dunia maya yang kadung liar ini.

Mereka tak tinggal diam saat anak muda lebih hapal nama situs judi daripada Pancasila. Muba turut angkat cangkul digital, ikut menggali lubang tempat persembunyian para penjudi online dan jaringan setan duit cepat itu.

“Kami tidak main-main,” tegas Herryandi Sinulingga, Kepala Dinas Kominfo Muba belum lama ini,  Ucapan ini bukan jargon kampanye, tapi di Muba, edukasi digital bukan cuma pajangan PowerPoint saat seminar. Dari sekolah, komunitas, sampai warga desa, semua diajak mikir, “Apa untungnya coba berjudi online, kalau yang kaya tetap bandar dan yang rugi tetap emak-emak yang harus minjam koperasi?”

Muba paham betul, perang digital tak bisa dimenangkan sendirian. Maka bergandenganlah mereka dengan prajurit pusat  PPATK, Kominfo, OJK, dan Bank Indonesia di bawah komando Presiden Prabowo yang bilang, “Sudah cukup bangsa ini jadi korban tipu-tipu online!”

Dan lihatlah hasilnya transaksi judi online turun drastis, dari Rp90 triliun pada awal 2024, jadi Rp47 triliun saja pada kuartal pertama 2025. Kalau ini pertandingan sepak bola, kita sedang unggul 2–0 di babak pertama. Tapi tentu, peluit panjang belum ditiup.

Meutya Hafid, Menteri Komunikasi dan Digital, mengingatkan, “Ini bukan garis akhir, ini start baru yang lebih sistematis.” Bahasa halusnya  jangan cepat merasa menang, karena di balik server dan VPN, para bandar masih putar otak. Mereka bisa saja sembunyi dalam aplikasi kasir, topeng e-commerce, bahkan diselipkan di game online anak-anak.

Dan jangan lupa ini bukan cuma soal blokir-blokiran. Ini perang mentalitas. Karena judi bukan soal platform, tapi pola pikir bahwa uang bisa datang instan, tanpa kerja, tanpa keringat. Padahal pepatah nenek moyang kita bilang, “Rezeki yang halal itu datangnya pelan, tapi berkah. Yang instan cuma mie dan masalah.”

Herryandi bahkan menyentil pentingnya peran masyarakat. Jangan cuma bisa ngeluh, tapi enggan lapor. Kalau tahu ada situs aneh, tombol “lapor” itu jangan disimpan kayak password ATM. Laporkan ke aduan.id, karena langkah kecil dari satu jari bisa jadi penyelamat satu kampung dari tragedi ekonomi.

Pemblokiran 1,3 juta konten, pembatasan SIM card, penyitaan aset Rp500 miliar, sampai Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Perlindungan Anak di Ruang Digital adalah bukti bahwa negara sedang serius menyapu bersih lautan maya dari kapal-kapal judi. Tapi di daratan, semangat komunitas seperti di Muba lah yang jadi jala kuat untuk menangkap “naga judi” sebelum menyembur api ke generasi muda.

Pemberantasan judi online adalah cerita panjang yang tak cukup diselesaikan dengan satu konferensi pers atau satu gebrakan pemblokiran. Ini soal pertempuran jangka panjang antara akal sehat dan nafsu, antara edukasi dan ekspektasi palsu. Maka dalam dunia yang makin digital ini, mari jangan hanya jadi pengguna, tapi juga penjaga.

Karena seperti kata pepatah Bugis, “Tau sipakalebbi, sipakainga, sipatokkong” saling mengingatkan, saling menguatkan, saling menopang. Perang melawan judi online bukan hanya urusan satgas, tapi tugas semua warga digital.

Muba telah mulai menjaring di laut yang penuh siluman tinggal kita, mau ikut menarik jala bersama, atau malah diam-diam jadi penumpang gelap di perahu yang sama.[***]

Terpopuler

To Top