Lingkungan

“Makan Gratis, Sampah Berkurang, Dunia pun Tenang, Cerita Kocak Menteri Gizi & Sampah Bikin Kenyang & Nyadar”

kemenlh

KALAU kamu kira “Program Makan Bergizi Gratis” cuma soal nasi, lauk, dan buah potong, kamu salah besar, bosku. Di balik satu piring tempe orek dan sayur bayam itu, tersembunyi misi menyelamatkan bumi dari lautan sampah dan perut-perut kosong generasi masa depan. Ini bukan sinetron, tapi kisah nyata yang dimulai di Jatake, Kota Tangerang tempat di mana Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, datang tidak hanya bawa senyum, tapi juga pesan makan boleh gratis, tapi jangan buang-buang!

Pak Menteri datang ke Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Jatake sebuah tempat yang bisa dibilang pos ronda versi modern: jaga gizi anak-anak sekaligus jaga bumi dari tumpukan plastik dan sisa nasi basi. Bayangkan, lahan 2.000 meter persegi itu bisa ngolah 10–15 ton sampah per hari! Itu setara berat dua ekor gajah dewasa, lho. Sampahnya diolah jadi kompos, RDF (Refuse Derived Fuel), dan juga ada bank sampah. Kalau sampah bisa nabung, masa kita enggak?

Program MBG (Makan Bergizi Gratis) ini bukan sekadar agenda bagi-bagi makan, tapi juga mengajari cara hidup sehat dan hepi, tanpa nyampah seenaknya. “Gizi baik harus lahir dari lingkungan yang bersih,” kata Pak Menteri. Betul juga sih, mana enak makan sambil cium bau tumpukan plastik dan sisa bakwan basi?

Dalam kunjungan ke SMPN 8 dan SMK Yapinktek Tangerang, Pak Menteri enggak cuma dadah-dadah. Beliau lihat langsung gimana siswa-siswi bawa bekal sendiri pakai kotak makan, terus habis makan, mereka pilah sampah sendiri. Bahkan ada yang bawa cacing buat ngolah limbah organik itu bukan horor, tapi inovasi.

Anak-anak ini dilatih sejak dini buat sadar bahwa makan bukan sekadar kenyang, tapi juga tanggung jawab. Mereka nggak cuma belajar matematika, tapi juga belajar logika hidup  kalau lingkungan rusak, masa depan ikut remuk. Ibaratnya, “Jangan cuma pikirin nasi di piring sendiri, pikirin juga bumi tempat piring itu dipakai.”

Pak Hanif ngerti betul, masalah gizi bukan bisa diselesaikan oleh satu kementerian doang. Harus bareng-bareng. Pemerintah, sekolah, warga, sampai tukang cilok juga harus paham  program MBG ini kayak rebusan sayur asem kalau satu bahan rusak, sepot besar bisa basi semua. Makanya, pendekatan lintas sektor jadi kuncinya.

Dan hebatnya, semua itu disambut baik oleh Pemkot Tangerang. Pak Wali Kota bilang, “Kami dukung penuh. Ini buat masa depan kota yang sehat dan layak huni.” Mantap. Jarang-jarang pejabat ngomong layak huni dan beneran ngelakuin.

Nah, dari kisah ini, kita bisa ambil pelajaran: makanan gratis itu nikmat, tapi tanggung jawab setelah makan itu lebih nikmat lagi. Jangan cuma pintar makan, tapi juga pintar mikir. Program MBG ini bukan cuma soal isi perut, tapi soal isi otak dan isi bumi.

Bayangkan kalau setiap anak makan sehat tanpa nyampah, lalu tumbuh jadi dokter, petani, programmer, atau presiden yang sayang lingkungan, maka Indonesia Emas 2045 itu bukan mimpi, tapi tinggal tunggu waktu.

Makan gratis itu rejeki, tapi kalau habis makan buang sampah sembarangan, itu kutukan. Mari kita jaga bumi, jangan sampai anak cucu nanti cuma bisa main pasir di atas gunung sampah.[***]

Terpopuler

To Top