Lingkungan

“KTPA: Pasukan Anti Gosong Versi Muba, Bukan Avengers, Tapi Kalau Serius, Hutan Bisa Aman”

ist

(Dari Api, Asap, hingga Akal Sehat yang Tak Boleh Ikut Terbakar)

DI pelosok-pelosok kecamatan Kabupaten Musi Banyuasin, ada sekumpulan orang yang tidak punya tameng vibranium, tidak bisa terbang, dan kalau lari juga masih ngos-ngosan kalau tanjakan terlalu curam. Tapi jangan salah, mereka adalah para penjaga lingkungan, pelindung daun-daun kering, dan pemburu bara sebelum menyala. Nama pasukannya Kelompok Tani Peduli Api (KTPA).

Kalau Marvel punya Captain America, Muba punya Kapten Ember Galon, mereka tidak pakai seragam spandeks ketat, tapi pakai rompi lusuh dan topi caping. Alat tempurnya bukan palu petir atau busur laser, melainkan pompa air, selang, ember, dan semangat gotong royong yang tak bisa dibeli di e-commerce.

“Mereka bukan orang hebat dengan kekuatan super, tapi mereka punya pancaindra keenam: bisa mencium bau ilalang gosong dari jarak seratus meter”

Karhutbunlah, alias Kebakaran Hutan, Kebun, dan Lahan, itu kayak mantan toxic, awalnya cuma iseng nyulut perasaan, eh lama-lama bikin segalanya terbakar. Asapnya bukan cuma bikin mata perih, tapi juga bikin penerbangan delay, bayi batuk-batuk, ekonomi merosot, dan mahasiswa gagal skripsi karena perpustakaan tutup akibat kabut asap.

Kalau sudah begini, jangankan hutan, akal sehat masyarakat juga ikut terbakar. Harga cabai naik, petani gagal panen, dan masyarakat cuma bisa nyalahin cuaca padahal yang bikin ulah sebenarnya manusia juga.

Oleh karena itu, KTPA bukanlah tim yang baru dibentuk demi pencitraan, mereka adalah warga biasa yang dilatih luar biasa. Dikasih pelatihan, dikasih alat, dikasih tanggung jawab,  kalau bukan mereka, siapa lagi yang bisa jadi ‘rem tangan’ sebelum api makin jadi?

Dari total 28 KTPA yang dibentuk Pemkab Muba, tiap kelompok ini ibarat check point pengendalian api di tengah ladang harapan. Mereka nggak nunggu api membesar baru datang, mereka jalan keliling, ngobrol sama warga, cek potensi lahan kering, dan siaga 24 jam saat musim kemarau mulai centil menggoda rumput-rumput liar.

“Mereka bukan penjaga hutan, tapi penjaga harapan agar anak-anak bisa bernafas lega tanpa masker 24 jam sehari”

Bupati Muba H. M. Toha sudah ngomong tegas perusahaan bukan penonton, mereka punya kewajiban dari tenaga pemadam, alat komunikasi, sampai Regu Pemadam Kebakaran (RPK) sesuai luas kebun. Jangan sampai kebunnya luas kaya lapangan golf, tapi alat pemadamnya cuma semprotan nyamuk elektrik.

Berfikir waras

Kata beliau, “Kalau tidak dipatuhi, ya siap-siap disanksi, ini bukan ancaman, tapi  ajakan untuk berpikir waras demi masa depan”

Benar saja, lewat Permen Pertanian No. 6 Tahun 2025, semua sudah jelas tertulis jangan buka lahan dengan cara membakar, karena dosa terhadap pohon tak bisa dimaafkan dengan hanya upload story galeri kebun hijau di Instagram.

Kebakaran hutan itu kayak kentut berjamaah di ruang sempit, awalnya satu orang yang nyulut, tapi satu ruangan jadi menderita, dampaknya? bisa terkena gangguan pernapasan akut, khususnya anak-anak dan lansia, tutupnya bandara dan tertundanya logistik, terhambatnya aktivitas pertanian dan panen, rusaknya tanah dan matinya organisme penting

Selain itu turunnya nilai ekonomi dan investasi dan yang paling parah kehilangan rasa peduli terhadap alam. “Hutan yang terbakar hari ini adalah masa depan yang menghitam sebelum sempat tumbuh harapan”

Langkah Pemkab Muba membentuk KTPA dan memperkuat koordinasi antara camat, kepala desa, serta perusahaan-perusahaan adalah upaya menyambung logika yang sering putus saat musim kering datang dan perlu diapresiasi.

Semua elemen harus ikut terlibat, jangan sampai sistem peringatan dini kalah cepat dari semprotan hoaks di WhatsApp. Edukasi harus digalakkan, dan masyarakat harus paham kalau bakar lahan seenaknya, kita semua bisa jadi korban bukan cuma pohon, tapi juga dompet.

Kalau masih ingin makan nasi dari ladang sendiri, masih ingin lihat anak-anak bermain tanpa kabut, dan masih ingin merayakan panen tanpa debu, maka rawatlah tanah sebelum tanah itu bosan dan berubah menjadi abu.

Karena katanya, “Jangan bakar jembatan, apalagi lahan, nanti kalau kebakaran, susah sendiri cari jalan pulang”

Ingat! di balik asap yang mengepul, kadang bukan hanya daun yang hangus… tapi juga akal sehat dan empati yang ikut hilang, mari  jaga  bersama.[***]

Terpopuler

To Top