Lingkungan

Hari Konservasi Alam Nasional 2025: Merak, Jengkol & Drama Bumi Bikin Ngakak Tapi Bikin Ngeri

ist

KALAU ngomongin Hari Konservasi Alam Nasional 2025, jangan bayangin acara serius penuh jas dan pidato panjang yang bikin ngantuk. Di Jakarta, tepatnya di Car Free Day Jalan Sudirman, acara ini malah berubah jadi panggung seru yang campur aduk antara keindahan merak yang megah dengan aroma jengkol yang nyengat, iya…., jengkol!. Ribuan orang dari segala umur dan latar belakang berkumpul bukan cuma buat senam sehat dan jalan santai, tapi juga main games, face painting, dan bawa pulang bibit tanaman kayak durian, tabebuya pink, sampai jengkol. Inilah Hari Konservasi Alam Nasional 2025 yang ngajarin kita bahwa konservasi bukan cuma soal serius-seriusan, tapi juga soal gaya hidup yang lucu, nyantai, dan pastinya punya pesan dalam yang bikin mikir.

Kalau diibaratkan, konservasi itu kayak merak dan jengkol. Merak itu indah, penuh warna dan jadi pusat perhatian, tapi suaranya keras dan kadang bikin orang kaget, sedangkan jengkol, terkenal bau dan kontroversial, tapi banyak yang suka karena cita rasanya yang unik. Sama halnya dengan konservasi, ada yang indah dan mudah diterima, tapi ada juga tantangan “bau” yang harus dihadapi, kayak kebiasaan buruk manusia yang susah diubah.

Hari Konservasi Alam Nasional 2025 itu, seperti merak yang sedang menari di tengah kota, menunjukkan keindahan dan warna-warni harapan. Tapi di balik itu, ada aroma jengkol berupa masalah serius seperti deforestasi, sampah plastik, dan perubahan iklim yang mengintai. Dua-duanya nyata, dan kita nggak bisa pilih yang cantik-cantik doang sementara yang bau kita abaikan.

Percaya atau nggak, anak muda sekarang itu ibarat padi yang mulai menguning, potensinya besar banget!. Di acara HKAN 2025, mereka bukan cuma penonton, tapi pelaku utama yang bawa warna segar. Mereka piawai pakai teknologi, suka hal-hal kekinian, dan punya ide kreatif yang bisa bikin konservasi jadi viral.

Misal, dengan bikin konten edukasi tentang daur ulang yang lucu-lucu, komunitas urban farming yang keren, sampai aplikasi pelaporan kebakaran hutan yang praktis. Mereka yang dulu dicap “cuma main gadget” sekarang jadi pahlawan hijau yang ngajarin kita semua cara peduli bumi tanpa harus serius melulu.

Yang paling asyik dari HKAN 2025 ini adalah pembagian bibit tanaman yang nggak biasa. Ada mahoni, jambu biji, tabebuya pink, durian, nangka, jengkol, alpukat, sirsak, petai, dan pucuk merah. Bukan sekadar souvenir, tapi simbol harapan dan aksi nyata.

Menanam bibit itu ibarat menanam doa dan masa depan. Kalau kata orang tua, “Menanam pohon itu menanam kehidupan.” Dengan menanam bibit yang kita bawa pulang, kita sudah ikut menjaga agar bumi ini tetap hijau dan sehat, nggak cuma buat kita, tapi buat anak cucu.

Jangan salah, konservasi bukan cuma urusan pemerintah atau aktivis lingkungan yang galak. Ini adalah gaya hidup yang harus dijalani semua orang, kata pepatah, “Air beriak tanda tak dalam,” kalau kita cuma ribut soal konservasi tanpa aksi nyata, itu cuma omong kosong.

Tapi kalau kita gerak bareng, dari yang muda sampai tua, dari desa sampai kota, hasilnya pasti manis seperti durian montong yang legit. HKAN 2025 sudah membuktikan, konservasi bisa asyik, penuh tawa, dan mudah diterima. Dari fun walk sampai face painting, semuanya dirancang supaya masyarakat makin sadar dan ikut bergerak.

Kita semua harus ingat, merak bukan cuma burung cantik yang dipajang di taman, tapi juga punya suara lantang yang bisa mengingatkan. Jangan sampai kita cuma pamer warna-warni di luar, tapi diam membisu ketika bumi ini memanggil.

Konservasi itu panggilan hati dan tanggung jawab bersama, kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?. Bumi ini bukan warisan nenek moyang, tapi titipan anak cucu. Jadi, jaga dengan sepenuh hati, dan bergeraklah seperti merak yang tak hanya indah tapi juga berkicau lantang.

Peringatan Hari Konservasi Alam Nasional 2025 bukan sekadar seremoni, tapi momentum perubahan cara pandang dan aksi. Dengan mengajak anak muda dan masyarakat kota ikut serta lewat kegiatan yang fun dan edukatif, konservasi jadi gaya hidup yang menyenangkan dan bermakna.

Mari jadikan konservasi bukan tugas berat, tapi gaya hidup keren yang bikin kita makin dekat dengan alam. Seperti merak yang membentangkan sayapnya, kita pun harus berani tunjukkan warna dan suara demi masa depan alam Indonesia yang lebih hijau, sehat, dan lestari.

Ingatlah, “Bumi ini cuma kita pinjam dari anak cucu, jangan sampai kita jadi penyewa nakal yang merusak dan meninggalkan tagihan tak terbayar.”[***]

 

Terpopuler

To Top