Kebijakan

Dapur Cegah Stunting, Resep ala Sumsel untuk Generasi “Anti Kerdil”

ist

Sumselterkini.co.id, -Kalau masa depan bangsa diibaratkan tumpeng, maka generasi anak-anak kita adalah nasinya. Bayangkan kalau nasinya pera, hambar, bahkan kurang matang gara-gara kokinya cuek ya bubar sudah pesta rakyatnya. Begitulah kira-kira urgensi soal gizi anak dan bahaya stunting yang kini bukan lagi momok di kolong kasur, tapi sudah nyata di tengah-tengah dapur rumah tangga Indonesia.

Maka tak heran kalau Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, H. Wihaji, sampai turun langsung ke dapur secara harfiah meninjau program Makan Bergizi Gratis (MBG) di 32 Ilir Palembang, ditemani oleh Gubernur Sumsel H. Herman Deru,  Selasa, (15/04/2025).

Ini bukan sekadar blusukan ala sinetron, tapi memang perlu, sebab dari panci-panci itulah nasib anak negeri sedang direbus perlahan.Kata Pak Wihaji, kunci utama mencegah stunting itu ya dimulai dari “hulunya” alias dari ibu hamil. Karena kalau kita ibaratkan anak itu tanaman, maka ibunya adalah ladang.

Tanaman bagus tak mungkin tumbuh di tanah yang kekeringan atau kelebihan hama. Begitu pula bayi, tak akan sehat kalau si ibu hamil cuma ngudap kerupuk dan teh manis tiga kali sehari.

Gubernur Sumsel sendiri mengakui  program MBG ini bukan hanya penting, tapi juga harus higienis, terdistribusi dengan baik, dan terutama konsisten. Ia berharap agar stunting di Sumsel bisa ditekan hingga ke angka nol. Target ambisius? Iya. Tapi ya kita harus mulai dari dapur dulu, bukan dari seminar ber-AC dan tumpukan makalah berdebu.

Kalau kita intip provinsi atau kabupaten yang sudah sukses, Sumedang patut dijadikan panutan. Kabupaten ini jadi primadona nasional dalam penanganan stunting. Bukan pakai jampi-jampi, tapi lewat kolaborasi, data digital, dan pendekatan yang ngena ke akar rumput. Bahkan World Bank sampai tepuk tangan.

Bahkan kalau kita berani meneropong lebih jauh lagi, negara-negara macam Korea Selatan dan Norwegia sudah sejak lama menjadikan gizi sebagai urusan negara, bukan sekadar urusan dapur rumah tangga.

Anak-anak di sana makan salmon dan brokoli, bukan mie instan pedas level 5 atau kerupuk pink seribu lima. Mereka diajarkan soal pentingnya nutrisi, bahkan sejak usia TK. Bukan cuma soal tinggi badan, tapi soal kecerdasan dan daya saing.

Lantas bagaimana dengan Sumsel?. Langkah sudah tepat. Tapi jangan berhenti di pembagian nasi kotak dan pantauan satu-dua posko. Dapur ini harus hidup terus. Jangan cuma wangi pas difoto, tapi setelah itu kompornya mati.

Jangan pula kegiatan MBG ini cuma jadi ajang selfie pejabat dan ajang live Instagram. Karena masa depan anak-anak ini nggak bisa ditentukan oleh jumlah like, tapi oleh jumlah zat besi dan protein yang masuk ke tubuh mereka. Oleh sebab itu pemerintah dan semua pemangku kepentingan jangan cuma kasih makan, tapi juga edukasi dengan masif lagi. Ibu hamil harus tahu kenapa mereka butuh protein, bukan sekadar kenyang.

Libatkan warga sekitar maksudnya jangan semua dibebankan ke pemerintah. Tetangga, RT, kader PKK, sampai tukang sayur harus dilibatkan. Awasi distribusi jangan sampai ada yang main “peras wajan”, alias dana MBG habis di jalan, anak-anak cuma kebagian nasi dingin dan jangan seasonal, karena stunting itu urusan harian, bukan proyek pencitraan.

Kita tak bisa lagi menunda atau menganggap stunting sebagai “urusan nanti-nanti”. Ini seperti kalau kran bocor di rumah, kalau dibiarkan, lama-lama air habis, tagihan melonjak, dan tetangga kebanjiran. Maka peran semua pihak, dari kepala daerah sampai Ketua RT, dari Puskesmas hingga petugas dapur MBG, harus nyetel seperti orkes dangdut,  sinkron, semangat, dan bergizi.

Bahkan anak-anak kita adalah pewaris negeri ini. Kalau mereka tumbuh dengan tubuh kerdil dan otak tak optimal karena gizi yang tak memadai, maka negeri ini akan jalan di tempat seperti motor kehabisan bensin di tanjakan. Oleh sebab itu jaga dapur-dapur ini tetap hangat. Jangan biarkan anak-anak kita tumbuh seperti kerupuk kena air lemas, letoy, dan kehilangan kerenyahan masa depan. Kalau Sumsel mau jadi pelopor zero stunting. Karena, generasi masa depan bukan dibentuk dari pidato dan baliho semata, tapi dari nasi, lauk, dan sayur yang masuk ke perut anak-anak. [***]

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com