Inspirasi

“Emak-Emak PKK Jangan Cuma Pinter Kocok Arisan, Tapi Juga Kocok Strategi Bisnis Fashion!”

ist

ADA masanya emak-emak PKK sibuk urus konsumsi rapat dan rebutan giliran arisan, tapi pemandangan itu sedikit berubah, di Hotel Luminor Palembang, para emak PKK justru duduk manis sambil belajar sejarah kain tradisional dan cara menjadikan songket sebagai ladang cuan. Yang tadinya cuma tahu jahit kancing copot, sekarang ditantang bikin lini produk etnik! Lha, siapa tahu dari rumah BTN bisa jadi bos butik?. “Kalau hidup itu ibarat baju, dan kain tradisional adalah benang emasnya”. Indah, berharga, dan kalau dipotong sembarangan bisa jadi taplak meja.

Hari Senin (23 Juni 2025) lalu, suasana di Hotel itu mendadak seperti acara ‘Indonesia’s Next Top Ibu PKK’, bukan karena ada audisi sinetron atau demo masak rendang dalam lima menit, tapi karena Tim Penggerak PKK Kota Palembang sedang ikut kelas edukasi Pakaian Khas Daerah. Di ruangan itu, songket bukan lagi sekadar baju pesta yang dipakai pas wisuda anak atau resepsi kawinan ponakan, tapi disulap jadi peluang bisnis berbalut budaya alias songketpreneur!. keren bukan!!.

Ketua TP PKK Palembang, Dewi Sastrani Ratu Dewa, tampil tak hanya sebagai komandan pasukan ibu-ibu PKK, tapi juga sebagai motivator level bintang lima, ia bilang, jangan cuma bangga pakai songket buat foto keluarga di studio, tapi jadikan itu peluang usaha. “Harapannya, ilmu yang diperoleh bisa menumbuhkan semangat ibu-ibu untuk berinovasi, bahkan menjadi pelaku UMKM berbasis budaya,” ujar beliau dengan semangat yang bahkan bisa menggantikan iklan kopi pagi.

Ini bukan sekadar wacana kosong seperti diet tiap Senin, tapi visi nyata. Dewi ingin agar songket tak hanya berakhir di lemari yang dibuka setahun sekali, tapi bisa jadi tas, bros, ikat pinggang, bahkan mungkin daster elegan, karena daster juga berhak naik kelas. Wow…!.

Menurut Dewi, kain khas Palembang, seperti songket itu bukan cuma warisan budaya, tapi modal bisnis yang bisa bikin saldo rekening berbunga, bukan cuma bunga tabungan doang. Songket bisa dijahit jadi dompet etnik, jadi dekorasi kafe, atau bahkan souvenir buat para turis yang ke Palembang cuma gara-gara lihat TikTok makanan pempek.

“Kita ingin ibu-ibu tidak hanya tahu memakai, tapi juga memahami makna dan nilai dari pakaian khas daerah,” katanya, seolah berkata “Jangan cuma tahu pakai, tapi juga harus ngerti kenapa pakai”, karena hidup ini bukan sekadar tampil, tapi juga berpikir (walaupun sambil nonton sinetron sore).

Tak mau kalah gaya, Kepala Dinas Perindustrian, Ahmad Jazuli, juga ikut menyumbang kata-kata bijak (dan sedikit gaya ala fashion guru). Ia menyebut, Sumsel punya segudang kain, tapi Palembang punya pesona yang khas motifnya, warnanya, bahkan cara ngelipetnya yang bisa bikin orang awam butuh kursus dulu. “Kami ingin masyarakat tahu, kapan dan di mana sebaiknya jenis-jenis kain ini digunakan,” katanya.

Karena masa iya kondangan pakai kain tenun yang biasa dipakai buat mengelap motor?. Itu mah ketinggian semangat, kurang briefing. Pak Jazuli ini juga mengingatkan, edukasi seperti ini penting agar generasi muda tidak memandang songket seperti benda purbakala yang cuma pantas dipajang di museum dan dijadikan caption galau di Instagram, padahal songket itu bisa banget jadi gaya hidup, asal dipadukan dengan kreatifitas dan sedikit keberanian.

Lalu bagaimana praktiknya? sederhana aja lah. “Dulu daster buat masak, sekarang bisa jadi baju pameran. Dulu kain tenun disimpan, sekarang dijual via TikTok Shop, dulu ibu-ibu PKK cuma rapat, sekarang bisa jadi CEO Bidang Bordir dan Payet”.

Ini namanya evolusi UMKM, dari dapur ke etalase butik, bak pepatah Palembang versi upgrade “Dimana bumi dipijak, di situ songket dijual”, karena selama masih ada semangat, benang emas bisa disulap jadi penghasilan, bukan cuma bahan omongan.

Nah,  pesannya emak-emak PKK kalau ngumpul, jangan ngobrolin cicilan magic com, siapa yang bawa kerupuk udang paling renyah, dan tentu saja… arisan yang nggak kunjung cair karena bendahara ke luar kota. Tapi sekarang, suasana harus berubah, emak-emak PKK Kota Palembang harus melek dan naik kelas, bukan cuma ngurus konsumsi rapat RT, tapi juga belajar branding, kain wastra, dan peluang usaha dari songket!, karena di zaman sekarang, kalau masih berpikir songket cuma buat nikahan, itu artinya dompet kita masih jomblo!

Lusa yang cerah

Persis seperti kata pebisnis legendaris Warren Buffett “The more you learn, the more you earn,” (Semakin banyak kamu belajar, semakin banyak yang bisa kamu hasilkan.) – Warren Buffett, dalam wawancaranya di CNBC (2017).

Terus kata Jack Ma, pendiri Alibaba dan mantan guru Bahasa Inggris yang kini tajir melintir “Never give up. Today is hard, tomorrow will be worse, but the day after tomorrow will be sunshine”
(Jangan menyerah. Hari ini berat, besok lebih parah, tapi lusa pasti cerah.) – Jack Ma, World Economic Forum, Davos 2015.

Ada lagi nich yang bisa jadi renungan emak-emak PKK yang datang dari Michelle Obama, mantan Ibu Negara Amerika yang juga ibu rumah tangga inspiratif “Success isn’t about how much money you make, it’s about the difference you make in people’s lives”. (Sukses bukan soal berapa banyak uang yang kamu hasilkan, tapi seberapa besar dampakmu bagi orang lain.)Michelle Obama Obama, Democratic National Convention, 2012.

Dan selanjutnya yang terakhir biar emak-emak puas dan bisa jadi inspirasi, Anne Avantie, perancang busana legendaris Indonesia, beliu bilang “Jangan takut berbeda, karena perbedaan adalah kekuatan yang mengangkat” (Anne Avantie, dalam bukunya “Aku Tidak Cantik,” 2012.)

Oleh sebab itu, emak-emak mulai siap menyambut “lusa yang cerah”, belajar bukan lagi cara motong lontong jadi simetris, tapi belajar songket agar bisa bikin produk etnik yang laku di pasar global, karena daster boleh murah, tapi mimpi jangan murahan!.

Disampinng itu, emak-emak PKK Palembang belajar kain daerah, itu bukan sekadar belajar melipat dan menjahit, tapi juga belajar mengubah warisan budaya jadi kebermanfaatan ekonomi, sebab songket bukan hanya untuk tampil kece, tapi juga untuk bikin rekening jadi pede!.he..he

Jadi kalau ada yang bilang budaya itu kuno dan songket itu jadul, suruh dia duduk dan nonton ibu-ibu PKK Kota Palembang belajar jadi fashionpreneur sejati,  apalagi zaman sekarang, kain bisa jadi cuan, daster bisa mendatangkan dolar, dan ibu-ibu bisa jadi direktur bordir dengan gaya tetap ayu dan dompet makin maju. Hidup budaya! Hidup UMKM! Hidup daster berdaya!
(asal jangan dipakai pas rapat RW ya Bu…).[***]

Terpopuler

To Top