Inspirasi

Bansos ke Berdaya, Cerita Keranjang Sampah Melanglang Buana ke Amerika

ist

ADA pepatah lama bilang “sampahmu adalah emas orang lain”, di Desa Kalisalak, Banyumas, pepatah itu bukan lagi basa-basi. Bayangkan, pelepah pisang yang biasanya dibiarkan kering di kebun sampai mirip rambut uban kakek-kakek, kini berubah jadi keranjang sampah cantik yang dipajang di rumah orang Amerika. Sungguh plot twist globalisasi, barang buangan desa bisa mejeng di apartemen New York.

Inilah cerita Kampung Berdaya Kemensos, proyek pemberdayaan yang bikin mindset masyarakat berputar arah dari “nunggu bansos cair” jadi “nunggu order ekspor nyampe.” Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono sendiri sampai ketawa-ketawa waktu lihat ibu-ibu PKH bisa jadi produsen anyaman kelas internasional. Katanya, “bantuan sosial itu sementara, berdaya itu selamanya” Nah, ini bukan cuma quote manis buat baliho, tapi sudah terbukti di lapangan.

Dulu, kalau butuh modal, warga desa harus rela pinjam ke tengkulak. Bunganya? Bisa bikin jantung berdebar kayak nonton konser Coldplay tanpa tiket. Sekarang, dengan sentuhan Kemensos plus mitra swasta Roemah Pemberdayaan Masyarakat (RPM), ibu-ibu diajar bikin keranjang dari mendong dan pelepah pisang.

Produksi? Dua sampai tiga keranjang per hari, dengan harga Rp12 ribu – Rp20 ribu per buah. Kalau sehari dapat Rp36 ribu, itu artinya sebulan bisa tembus sejuta lebih. Lumayan, buat tambah belanja dapur, bayar kuota anak sekolah online, sampai beli gorengan tiap sore tanpa mikir recehan.

Lalu, pertanyaannya apakah cukup?

Hitung-hitungan Modal dan Pasar

Mari kita buka kalkulator ala warung kopi.

  • Modal bahan: anggap Rp5.000 per keranjang (mendong, pelepah, lem, cat).

  • Harga jual ke mitra: Rp15.000 rata-rata.

  • Untung bersih: Rp10.000 per keranjang.

Kalau satu ibu produksi 2 keranjang/hari → Rp20.000/hari.
Satu kelompok 20 orang → Rp400.000/hari.
Sebulan (30 hari) → Rp12 juta.

Itu baru satu kelompok. Kalau ada 10 kelompok di satu desa, sudah Rp120 juta sebulan! bayangkan kalau diperluas ke 100 desa. Ini sudah bisa jadi “pabrik kreatif” skala nasional, tanpa bangunan megah, tanpa mesin industri, cukup dengan tikar pandan, kursi plastik, dan tangan-tangan cekatan ibu-ibu.

Tips Marketing Ala Kampung

Sekarang tinggal soal pemasaran. Jangan cuma mengandalkan ekspor via mitra. Harus ada trik tambahan:

  1. Branding lokal
    Kasih nama produk yang keren, misalnya “Trash Basket of Java” atau “Banana Fiber Craft”. Bule suka yang eksotik.

  2. Pameran dan Marketplace
    Jual juga lewat marketplace dalam negeri, biar anak-anak muda bisa beli buat dekor kamar estetik ala Instagram.

  3. Kolaborasi
    Gandeng startup, kampus, sampai komunitas pecinta lingkungan. Keranjang ini bisa jadi simbol gaya hidup hijau.

  4. Cerita di balik produk
    Bule lebih gampang terharu kalau tahu cerita di balik barang. Misalnya“Keranjang ini dibuat oleh Ibu Eni, seorang pejuang rumah tangga yang dulunya penerima bansos, kini eksportir mandiri”.

Pepatah Jawa bilang “Jer basuki mawa bea” – keberhasilan itu butuh biaya. Biayanya di sini bukan cuma uang, tapi juga modal mental, keberanian, dan sedikit kreativitas.

Bansos itu ibarat payung di tengah hujan deras. Berguna, tapi kalau dipakai terus-terusan, bisa bikin malas bikin rumah. Program pemberdayaan seperti Kampung Berdaya ini justru ibarat ngajarin orang bikin genteng sendiri. Lebih repot awalnya, tapi hasilnya tahan lama.

Kisah Eni Kurniawati, ibu PKH dari RT 01/RW 07, bisa jadi cermin. Dari Maret 2025 ikut program, sekarang sudah bisa narik tambahan Rp36.000/hari. Itu baru awal. Besok-besok, bisa jadi dia punya workshop sendiri, ngerekrut tetangga, bikin label keranjang, bahkan punya cabang “Eni Craft” di mall Purwokerto.

Kalau bangsa ini mau keluar dari jebakan kemiskinan, resepnya bukan cuma kasih sembako tiap bulan. Harus ada “suplemen jiwa” berupa pelatihan, jaringan pasar, dan semangat berdaya. Kemiskinan ekstrem nol persen 2026 bukan sekadar target angka, tapi misi yang harus digarap serius.

Seperti kata pepatah “Memberi ikan bikin kenyang sehari, memberi kail bikin kenyang seumur hidup” kalau di Banyumas, kailingya bentuknya keranjang sampah ekspor.

Kampung Berdaya Kemensos di Desa Kalisalak bukan hanya proyek kecil. Ia adalah laboratorium sosial: mengubah bansos jadi bisnis, mengubah pelepah pisang jadi dolar, mengubah mindset “menunggu” jadi “bergerak.”

Jika model ini diperluas ke ribuan desa, bayangkan potensinya. Dari keranjang, bisa berkembang ke tikar, tas, atau furnitur organik. Indonesia tak cuma jadi eksportir sawit atau batu bara, tapi juga handicraft hijau yang dicari dunia.

Maka, mari kita renungkan sampah di tangan kreatif bisa jadi barang mahal, apalagi kalau tangan itu adalah tangan ibu-ibu desa yang gigih. Kemensos lewat Kampung Berdaya sedang membuktikan, pemberdayaan lebih berharga daripada bantuan jangka pendek.

Jadi, kalau ada yang masih nunggu bansos turun, coba tengok Ibu Eni dan kawan-kawan. Mereka sudah nunjukkin, “keranjang sampah pun bisa bikin hidup jadi lebih bermartabat”[***]

Terpopuler

To Top