KAWAN-kawan seperjuangan nasi padang dan cicilan motor, pernahkah terpikir kalau masa depan Indonesia bisa ditentukan bukan hanya dari siapa yang jadi presiden, tapi juga dari siapa yang bisa bikin pabrik yang pinter?”
Tenang.., ini bukan iklan lowongan kerja pabrik sabun. Ini tentang strategi industrialisasi Indonesia yang belakangan mulai naik kelas, dari sekadar jual mentahan ke produksian sendiri, dari cuma ekspor nikel mentah ke bikin baterai buat mobil listrik. Nah lho!.
Baru-baru ini, Menteri Perindustrian kita, Pak Agus Gumiwang Kartasasmita, ngisi kuliah umum di Universitas Hiroshima, Jepang. Temanya serius betul “Strategi Baru Industrialisasi Indonesia untuk Ketahanan Pangan dan Energi”. Tapi tenang, kita kupas dengan gaya yang lebih enak ditelan kayak makan bakso isi keju sambil dengerin podcast motivasi.
Dulu kita bangga bisa ekspor nikel, bauksit, dan minyak sawit. Tapi ternyata, itu kayak jual pisang ke luar negeri tapi kita malah impor keripik pisang dari mereka. Geli gak?
Nah, sekarang, Indonesia mulai berubah arah, hilirisasi namanya.
Artinya, bukan cuma jual mentahannya, tapi juga olah jadi produk yang punya nilai tambah. Misalnya, nikel diolah jadi bahan baterai. Bauksit disulap jadi aluminium. Bahkan minyak sawit nggak cuma buat goreng tempe, tapi bisa jadi biofuel.
Contohnya? Morowali!. Dulu daerah sepi, sekarang jadi kota industri yang ngalahin bekas markas Avengers. Nikel diolah di situ, pabrik berdiri, ribuan pekerja lokal dapat kerjaan. Ini bukan cuma soal ekonomi, tapi juga soal kedaulatan. Kita gak mau jadi bangsa yang cuma buka tambang tapi beli hasil akhirnya dari luar. Capek, Bos!
Program kedua dari strategi ini adalah penguasaan teknologi, gak semua negara bisa bikin robot pintar atau sistem pewarnaan tanpa limbah. Indonesia sudah mulai masuk ke dunia itu, bahkan IKM (industri kecil menengah) pun diajak ngicipin teknologi.
Contohnya, tekstil pakai sensor, makanan diawasi pakai blockchain, dan otomotif pakai robot, bukan robot penagih utang ya, ini robot perakit mobil! Jepang ikut bantu lewat kurikulum bersama, jadi anak-anak SMK kita bisa belajar langsung teknologi dari negeri asal Doraemon.
Jangan bikin alam nangis
Kalau dulu pabrik identik dengan asap tebal dan sungai berbusa kayak cappuccino gagal, sekarang beda. Indonesia dorong industrialisasi hijau.
Contohnya di Kawasan Industri Batang, air limbah diolah ulang. Di Sumatera, abu dari pembangkit listrik jadi bahan baku semen. Di Jawa Barat, limbah sawit jadi biogas. Pabrik-pabrik ini nggak cuma bersih, tapi juga bisa bikin investor bilang, “Wow, ini baru industri!”
Kita menuju ekonomi sirkular, dimana sampah satu jadi rezeki bagi yang lain, kayak hidup bertetangga yang harmonis yang satu punya nasi, yang lain punya lauk, tinggal tukeran.
Strategi keempat bangun SDM, karena pabrik bagus tanpa orang pinter itu ibarat studio podcast mahal tapi isinya ngobrolin mantan terus. Pemerintah lagi giat bangun politeknik, SMK, dan kursus digital.
Lulusan-lulusan ini bukan cuma tahu teori, tapi juga pegang obeng, coding, dan bisa kerja di industri langsung. Jepang pun bantu lewat program bersama, jadi anak-anak kita bisa magang dan kerja di industri level dunia.
Pak Menteri juga bilang bahwa industrialisasi bukan sekadar untuk ekspor atau bikin kaya segelintir orang. Ini soal kedaulatan. Kedaulatan pangan, energi, dan kesehatan, artinya, kita gak bisa cuma tanam padi, tapi harus bisa simpan berasnya, bikin pupuknya, dan distribusi ke daerah.
Kita gak cukup punya tambang batu bara, tapi harus punya teknologi konversi energi sendiri, setelah trauma pandemi, kita juga nggak boleh cuma jadi pembeli vaksin, tapi harus bisa bikin sendiri. Pabrik farmasi, biofarma, bahkan SDM kesehatan lokal perlu diberdayakan.
Ini bukan cuma urusan pabrik dan laba rugi, Menperin bahkan ngutip Prof. Sumitro Djojohadikusumo (bapaknya Pak Prabowo, FYI), yang bilang bahwa industrialisasi itu proyek peradaban.
Kita gak mau selamanya jadi negara pengekspor bahan mentah yang harganya fluktuatif dan nggak nentu kayak perasaan gebetan, kita mau mandiri, produktif, dan bangga akan hasil tangan sendiri.
Motivasi buat kita semua “Negara kuat bukan diukur dari seberapa banyak bahan tambangnya, tapi seberapa besar kemauannya mengolah bahan itu jadi produk unggulan dunia”.
Kalau Morowali bisa berubah, kenapa desa kita enggak?, kalau limbah bisa diolah jadi biofuel, kenapa mantan nggak bisa diolah jadi kenangan manis aja?
Strategi baru industrialisasi Indonesia ini ibarat upgrade dari motor bebek ke mobil listrik. Bukan cuma soal keren-kerenan, tapi soal efisiensi, masa depan, dan martabat bangsa. Kita gak mau terus jadi tukang gali, kita mau jadi pembuat inovasi.
Kalau Jepang bisa jadi negara industri setelah Perang Dunia, kalau Korea Selatan bisa bangkit dari krisis jadi raksasa teknologi, Indonesia juga bisa!.
Dengan hilirisasi, teknologi, industri hijau, dan SDM mumpuni, kita bisa berdiri sejajar dan bahkan lebih baik dari negara-negara lain.
Yuk, bareng-bareng dukung industrialisasi yang cerdas, hijau, dan berdaulat. Karena masa depan bangsa bukan ditentukan oleh seberapa keras kita kerja, tapi seberapa pintar kita mengelola potensi!.[***]