ROBI Okta Fahlevi (35) terdakwa kasus suap di Dinas PUPR Muara Enim yang turut menyeret nama Ahmad Yani yang saat ini berstatus Bupati non aktif, divonis pidana penjara selama 3 tahun dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hal itu dipastikan dalam putusa vonis Majelis hakim yang diketuai Abu Hanifah SH Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Kls 1 A Khusus Palembang, Selasa (28/1).
Majelis menyatakan jika Robi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan suap terhadap Bupati Muara Enim non aktif Ahmad Yani untuk mendapatkan sebanyak 16 paket pengerjaan jalan dengan memberikan fee sebesar 10 persen dengan nominal Rp 13,4 miliar dari total pengerjaan proyek APBD 2019 sebesar Rp 130 miliar.
“Menyatakan terdakwa terbukti melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 64 Pasal ayat 1 KUHP, dengan penjara selama 3 tahun, dendan Rp 250 juta subsider enam bulan penjara,”ujar majelis hakim.
Usai menjatuhkan vonis, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menerima atau pikir-pikir atas putusan tersebut.
“Terdakwa memiliki hak untuk menerima atau pikir-pikir atas putusan ini selama tujuh hari. Begitu juga dengan Jaksa. Dengan ini, persidangan dinyatakan selesai,”ujarnya.
Sekedar mengingatkan, Robi sebelumnya terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh tim KPK pada 2 September 2019. Dalam OTT tersebut, Kepala Bidang Pembangunan Jalan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Muara Enim Elfin Muchtar dan Bupati Muara Enim juga ikut tertangkap.
Saat penangkapan, tim KPK turut menyita uang suap sebesar 35.000 dollar AS.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa dengan hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp.250 juta subsider 6 kurungan. Dimana, hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa melanggar ketentuan sebagaimana yang diatur undang-undang korupsi. Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dan berbuat koorperatif selama persidangan.
Menurut JPU, terdakwa terbukti melanggar ketentuan pasal Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana pasal tersebut telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. [***]