SKOR Monitoring Center for Prevention (MCP) Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) per 24 September 2025 baru 41,16 persen. Angka itu memang belum bikin tepuk tangan meriah, tapi Bupati H. M. Toha Tohet SH justru tampil percaya diri.
“Korupsi bakal susah lewat jalur tikus tahun ini, kami serius memperbaiki tata kelola, rekomendasi KPK jadi pegangan utama,” ujarnya dalam Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di Sekayu belum lama ini.
Kasatgas Korsub Wilayah II KPK RI, Untung Wicaksono, yang hadir di ruangan sama ikut menambahkan. “Komitmen ini penting sebagai pondasi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Evaluasi dan rekomendasi dari KPK harus benar-benar jadi landasan,” katanya.
Kalimat itu bikin jajaran perangkat daerah Muba sedikit keringat dingin, tapi juga memunculkan semangat baru.
Muba sebenarnya bukan tanpa noda, ada pengalaman masa lalu, karena dua kasus korupsi besar beberapa tahun lalu sempat menggegerkan Nasional. Drama itu penuh intrik, ada pengkhianatan, ada OTT, dan endingnya bikin masyarakat geleng-geleng kepala.
Dari pengalaman pahit itu, tentunya Bupati Toha mengingatkan “Jangan jatuh di lubang yang sama dua kali, kita harus belajar dari masa lalu,” katanya tegas.
Kini Pemkab Muba lebih hati-hati, memanfaatkan rekomendasi KPK sebagai peta jalan, dan bertekad agar sejarah kelam tak berulang.
Delapan area MCP, perencanaan APBD, antara lain penyusunan anggaran, pengadaan barang, pelayanan publik, manajemen ASN, pengelolaan aset daerah, pajak daerah, dan pengawasan intern, bisa diibaratkan menu warteg, semua lauknya harus enak dan lengkap. Kalau satu saja basi, bisa jadi pelanggan langsung kabur.
Begitu pula dengan strategi anti-korupsi yang tak boleh setengah matang, pepatah Jawa bilang “Air jernih bukan karena tak ada lumpur, tapi karena rajin disaring”, begitu juga dengan birokrasi harus terus disaring agar tetap bersih.
Tidak salah kalau Muba menoleh ke luar negeri yang benar-benar berkomitmen menjalankan anti korupsinya, sebut saja
Singapura, disana pejabat digaji tinggi, suap jadi tak menarik, hasilnya? Negara maju, rakyatnya sejahtera.
Ada lagi Georgia, setelah reformasi 2003, polisi korup dipecat massal, warga bisa urus SIM lewat mesin otomatis, tanpa calo.
Begitu pula dengan Rwanda, usai tragedi genosida, mereka gunakan teknologi untuk pajak dan layanan publik, kini Kigali jadi kota paling tertib di Afrika.
Lalu, Estonia, semua layanan digital, dari KTP sampai pajak, minim kontak fisik sama dengan minim peluang suap, apalagi kalau Muba bisa menggunakan sistem digitalisasi APBD dan pajak yang benar-benar dilakukan tentu nya pelayanan publik bisa lebih cepat, transparan, dan jauh dari sogokan.
Oleh karena itu, dengan skor MCP 41,16 persen, posisi Muba ibarat motor bebek nanjak bukit sambil boncengan tiga. Bisa naik, tapi ngos-ngosan, tentunya optimisme ada, tapi kerja keras perangkat daerah yang jelas jadi penentunya.
Untung juga mengingatkan “Perangkat daerah harus lebih intens berkoordinasi, hasil verifikasi tiap area MCP bisa maksimal kalau benar-benar ditindaklanjuti,” katanya.
Zona abu-abu
Namun pertanyaan besarnya, apakah aparat siap berubah, atau masih nyaman di zona abu-abu?, apalagi korupsi itu seperti nyamuk, dia selalu ada, tapi bisa ditekan. MCP adalah kelambu, dan pertanyaannya lagi apakah kelambunya mau dipasang sungguhan, atau cuma dipajang?.
Kalau pejabat korupsi, rakyat menderita, sama seperti tukang bakso lupa garam, hingga semua mangkok hambar. Pepatah bilang “Sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga”. sepandai apapun koruptor sembunyi, ujung-ujungnya kena OTT.
Jadi, lebih baik bangun sistem transparan daripada sibuk mencari jalan pintas, karena jalan pintas biasanya buntu, penuh polisi tidur, dan ujung-ujungnya ditilang.
Muba punya peluang jadi contoh Sumatera, sebab jika MCP bisa tembus 80 persen setidaknya investor bisa tersenyum, rakyatnya ikut lega, birokrasi juga ikut gesit, dan akhirnya reputasi daerah ikut terangkat, bahkan bisa saja lahir tagline baru “Sekayu, Kota Anti Korupsi, Kopi Tetap Kental” he…he itu asanya….
Oleh sebab itu, integritas bukan teori, tapi kebiasaan, tidak ada hasil instan seperti mie instan tiga menit. Butuh kerja keras, komitmen, dan sedikit humor supaya tidak stres. Pepatah Jawa bilang “Sepiro gedhene sengsoro, yen dilakoni kanthi temen, mesti bakal kasil” (Seberat apapun penderitaan, kalau dijalani sungguh-sungguh, pasti berhasil).
Muba kini ibarat stand-up comedian yang baru buka materi, ibarat penonton masih menunggu, “Lucunya di mana nih?” bahkan rakyat pun menunggu “bersihnya kapan nih?”.
Jawabannya tak lain bukan di kata-kata, tapi di aksi nyata Pemkab Muba, seperti kata Bupati Toha “Kami optimis MCP meningkat signifikan di triwulan IV, kerja keras tidak akan mengkhianati hasil”.
Kalau benar, tahun depan MCP Muba bukan sekadar angka, tapi bukti nyata bahwa perubahan itu bisa, dan bisa bikin kita tersenyum lega, bukan geleng-geleng kepala lagi.[***]