DI RUANG rapat Serasan Sekate, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) suasananya terlihat serius bercampur kocak lantaran pejabat-pejabat Pemkab Muba terlihat duduk rapi dengan mengenakan jas rapi, sementara Kajari Muba, Aka Kurniawan, membahas soal korupsi. Tapi, bukan sekadar ceramah dingin seperti es krim yang dicairkan, melainkan dengan analogi yang bikin semua orang tersenyum sambil mengernyitkan dahi.
“Jangan serakah!” tegas Kajari, kalimat itu terdengar sederhana, tapi seperti sambal terasi, pedasnya bikin bibir merah semakin tebal..bahkan wejangan itu langsung nempel di hati.
Namun di balik tawa itu, tersimpan pesan penting, yaitu kata integritas, ya …integritas, seperti uang receh yang jatuh di jalan. Kalau diambil sembarangan, bisa bikin kaki tersandung hukum.
Nah, dari momen itulah, ada pelajaran kocak, tapi bikin ngena untuk para aparatur di Muba, sebab korupsi itu ibarat gorengan basi, enak di awal, tapi bikin sakit perut di akhir.
Mulai dari suap, gratifikasi, hingga pemerasan, semua bisa bikin hati gelisah dan rakyat meringis. Jadi, apa yang bisa dilakukan agar tetap bersih tapi tetap produktif?, simak dibawah ini.
Pertama, kenali risiko, kajari memaparkan tujuh jenis korupsi yang kerap muncul, katanya korupsi itu seperti tujuh rasa sambal, ada pedas manis suap, ada pahit pemerasan, ada asam perbuatan curang… kalau salah satu tercicip, langsung bikin perut perih dan hati bersalah.
Untuk itu, juga pahami prosedur, jangan sembarangan menandatangani dokumen, dan selalu konsultasikan aturan sebelum bertindak.
Kedua, praktikkan transparansi dan laporan keuangan, jangan sampai ada harta tak tercatat, karena pepatah bilang, “Air tenang menghanyutkan, duit sembunyi bikin resah”
LHKPN, pemeriksaan gratifikasi, dan audit rutin bukan cuma formalitas, tapi pelindung dari godaan duniawi, kalau pejabat bisa jujur dengan uang negara, rakyat pun tersenyum lebar, bukan cuma di KTP tapi di perut juga karena program pembangunan tepat sasaran.
Ketiga, edukasi diri dan tim, misalnya Pemerintah Muba rutin mengadakan pembinaan sampai ke desa, dari camat sampai kepala dusun. Misalnya suasana desa, biasanya hangat, santai, tapi saat materi antikorupsi tiba.
Semua jadi serius sambil sesekali ngakak, karena Kajari menyelipkan contoh absurd tapi nyata. “Kalau ada yang minta duit padahal cuma mau foto dokumentasi, jangan dituruti. Itu bukan sponsorship, itu suap versi receh”.
Ke empat, koordinasi dengan legislatif dan masyarakat, transparansi bukan cuma slogan di spanduk, tapi praktik nyata. Semua program pembangunan dibuka, direncanakan, dan dipantau bersama DPRD, sehingga tidak ada yang bisa sembunyi di balik layar.
Pesanya jelas, pemerintahan yang bersih bikin rakyat senyum, bukan geleng-geleng kepala.
Investasi jangka panjang
Kata pepatah lawas “Yang tamak akan kehilangan, yang bijak akan menang”. Maksudnya pejabat yang tergiur suap, awalnya senyum lebar, tapi ujung-ujungnya kena masalah hukum, malu, dan tentu saja, jadi bahan dagelan tetangga.
Sementara yang disiplin dan transparan? Wajahnya tetap cerah, rakyatnya senang, dan tentunya, tidur lebih nyenyak tanpa mimpi buruk audit.
Oleh karena itu, jangan anggap edukasi hukum itu membosankan, semestinya bisa dijadikan “stand-up comedy ala pejabat”, kalau dikemas dengan analogi sehari-hari. Misal, gratifikasi diumpamakan seperti kue ulang tahun, kalau dikasih gratis, senang, tapi kalau dikit-dikit tiap hari?.
Wah…., bisa bikin perut (dan hati) kembung. Jadi, jangan mau tergoda hal kecil yang bisa bikin masalah besar.
Jadi, ibaratnya integritas itu investasi jangka panjang, bukan diskon seminggu di pasar. Pemerintah yang transparan, aparatur yang taat aturan, dan masyarakat yang peduli hukum, adalah resep lengkap supaya pembangunan tepat sasaran, anggaran aman, dan rakyat tersenyum puas.
Bagi semua pejabat Muba maupun aparatur desa, jangan cuma dengerin ceramah, terapkan, praktikkan, dan jadikan antikorupsi sebagai gaya hidup. Ingat! korupsi itu lucu di awal, tragis di akhir, tapi integritas? Selalu menang, bikin ngakak bahagia rakyat Muba!.[***]