Features

PINGGIR JALAN :”Yang Lagi Bingung Hidup, Sarapan Aja Dulu!”

ist

PINGGIR Jalan RE Martahdinata pukul 06.00 WIB, udara masih dingin, ayam baru selesai senam pagi, dan matahari pun belum sempat mandi. Tapi di pinggir Jalan RE Marthadinata, sudah ada satu sosok yang setia nongkrong dengan gerobak biru tepatnya di bawah pohon yang kalau siang suka jadi markas ojol ngopi Mak Nok, juragan nasi uduk legendaris yang dipercaya bisa mengobati lapar dan juga luka hati.

Gerobaknya sederhana, tapi aromanya mampu membuat pejalan kaki yang tadinya niat jogging, malah belok dan duduk bersila sambil nyuap nasi. Nasi uduk Mak Nok bukan sembarang nasi ini nasi yang ditanak pakai cinta dan dibumbui dengan pengalaman hidup yang tidak kalah gurih dari sambel kacangnya.

Dengan senyum ramah, dia menjawab,”Umurku udah 55 taun, tapi kalau ditimbang dari banyaknya pengalaman, mungkin setara dinosaurus”

Sudah 5 tahun lebih Mak Nok jualan di tempat yang sama. Di atas trotoar yang tiap pagi diguyur kabut dan debu knalpot, Mak Nok berdamai dengan hidup. Bukan hanya berdamai, bahkan bisa dibilang sudah kawin siri dengan keadaan tidak selalu manis, tapi tetap dijalani dengan sabar.

“Saya ini bukan cuma jualan nasi, Mas. Tapi juga jualan semangat hidup. Kadang ada yang makan di sini, curhat masalah rumah tangga, utang, kerjaan, sampai mantan nikah sama orang lain,” katanya sambil membolak-balik tahu goreng di penggorengan.

Setiap elemen dalam gerobaknya ternyata punya filosofi nasi uduk? Simbol hidup yang dicampur-campur tapi tetap harum, tahu goreng? Lambang hati yang sering digoreng masalah tapi tetap bisa mengembang dan telur balado? Bukti bahwa meskipun pedas, hidup harus tetap bulat.

“Kalau sambel, itu lambang sabar. Biar merah membara, tapi nggak bikin orang trauma,” katanya sambil tertawa.

Mak Nok percaya, orang lapar nggak cuma butuh makan, tapi juga butuh dengerin. Di warungnya, semua status sosial duduk sama rata. Tukang parkir bisa sebelahan sama pegawai bank. Semua dapat porsi yang sama asal kuat nambah.

Setiap pagi adalah skripsi kehidupan buat Mak Nok. Ada hari-hari sepi, ada juga hari-hari laris kayak promo belanja online. Tapi prinsipnya satu “Jangan rewelin rejeki, nanti rejeki yang rewelin kita.”

Dia juga punya satu pepatah khas “Hidup itu kayak bungkus nasi uduk, kadang digeprek, kadang dilipat, tapi yang penting isinya nggak tumpah”

Kisah Mak Nok adalah kisah yang sering tak tercatat di buku, tapi terekam dalam ingatan pelanggan yang pernah nangis di trotoar sambil ngunyah tempe orek.

Dia tak pernah sekolah manajemen, tapi tahu cara menjaga pelanggan: dengan hati, dia tak punya gelar motivator, tapi omongannya bisa bikin orang gagal move on kembali tersenyum.

Mak Nok mengajarkan kita bahwa “Rejeki bisa dicari, tapi makna hidup harus dicicipi.”

Seperti nasi uduknya, yang makin enak kalau dinikmati pelan-pelan, dengan sambel yang ngagetin tapi bikin ketagihan.

Di zaman serba cepat, ketika orang lebih akrab dengan gawai daripada dengan tetangga, Mak Nok mengingatkan kita untuk kembali menikmati hal-hal kecil, seperti nasi uduk hangat di pagi hari, dan obrolan receh yang justru bikin hati adem.

Karena kadang, kebijaksanaan hidup tidak datang dari seminar berbayar atau buku motivasi.
Tapi dari warung kecil di pinggir jalan, dan dari seorang wanita setia bernama Mak Nok…
Yang percaya bahwa semua masalah akan reda, asal perut tidak dalam keadaan laper.

Jadi, kamu kapan terakhir sarapan sambil dengerin cerita orang lain?
Atau jangan-jangan, kamu cuma butuh nasi uduk dan sepotong nasihat dari pinggir jalan?.[***]

Terpopuler

To Top