Sumselterkini.co.id,- Mari kita mulai dari pertanyaan yang sederhana tapi bikin jantung emak-emak berdebar, kenapa anak-anak zaman sekarang lebih hafal nama karakter anime daripada nama nabi?. Lebih fasih yel-yel TikTok daripada butir-butir Pancasila?,lebih cepat buka YouTube ketimbang mushaf Al-Qur’an?.
Jawabannya nggak jauh-jauh karena literasi belum dianggap seru sejak dini. Padahal, literasi itu bukan urusan ujian nasional, tapi urusan akhlak nasional. Literasi itu bukan cuma bisa baca koran, brosur, atau undangan nikah. Literasi adalah kemampuan memahami informasi, berpikir kritis, membaca situasi, dan menerapkan ilmu dalam hidup sehari-hari.
Baca buku, baca situasi, baca perasaan orang, bahkan baca peluang kerja. Itu semua bagian dari literasi. Jadi kalau ada yang cuma jago ngomong tapi isinya ngawur, itu bukan pintar itu lancar ngomong tapi lari logika.
Literasi sangat penting, kenapa ? karena anak-anak ibarat HP baru yang belum diinstal aplikasi, kalau dari kecil sudah disumpal tontonan alay, konten absurd, dan ocehan sinetron, ya jangan kaget kalau nanti gede-nya lebih percaya ramalan zodiak daripada kitab suci.
Anak-anak yang terbiasa membaca, akan tumbuh dengan logika yang rapi, akhlak yang rapi, dan bicara pun nggak ngawur. Biar nanti kalau mau jadi pemimpin, setidaknya di kampung sendiri dulu lah, dia ngerti ilmu, paham agama, bisa jadi imam, ngerti organisasi, dan nggak jadi pemuda karang taruna yang karangnya banyak, tapi tarunanya jarang baca.
Perumpamaan, jika anak yang nggak terbiasa membaca itu kayak motor listrik yang di charge di bawah pohon kelihatannya modern, tapi tetap nggak nyala. Orang yang nggak paham literasi itu seperti naik sepeda sambil tutup mata ujung-ujungnya nabrak peraturan, dan pemuda tanpa buku itu kayak padi yang tinggi tapi hampa, goyang dikit langsung tumbang kena angin komentar netizen.
Belajarlah dari kota -kota ini yang anak-anaknya sejak dini melek literasi, seperti di Helsinki, Finlandia, anak umur 3 tahun sudah rutin diajak ke perpustakaan. Buku cerita jadi menu sehari-hari, bukan sekadar dekorasi rak. Tokyo, Jepang, anak SD dibiasakan membaca buku cerita tiap pagi.
Di kereta pun, banyak yang baca buku daripada main game. Kalah kita yang baru buka novel aja udah ngeluh pusing. Melbourne, Australia, perpustakaan kelilingnya sampai ke pelosok bahkan ada bus baca yang tampilannya kayak food truck tapi isinya ilmu, bukan cilok. Bandung punya taman baca di mana-mana, bahkan buku bisa dipinjam gratis, asal jangan dipakai alas mie rebus, mereka semua paham, investasi terbaik bukan batu bara, tapi isi kepala yang penuh aksara.
Anehnya, anak-anak kita disuruh hafal lagu TikTok bisa semalaman, tapi disuruh hafal satu surat pendek, langsung ngantuk kayak habis makan rendang lima piring.
Disuruh baca buku tiga halaman, pura-pura sakit mata. Tapi scroll medsos tiga jam, mata kuat kayak pakai tetes mata oplosan dari UEA.
Tapi ya, ini bukan salah anak sepenuhnya, Kita orang dewasa lebih rajin kasih gadget daripada kasih bacaan, selain itu orangtua lebih sering beliin mainan berbunyi daripada buku bergizi.
Guru kadang sibuk nguber nilai UN, tapi lupa ngajarin nilai kehidupan. Jadi jangan heran kalau nanti anak kita bisa baca caption, tapi nggak paham tafsir. Bisa ngafal trending, tapi nggak ngerti nilai Pancasila.
Oleh sebab itu, agar nggak gampang lupa ada beberapa kutipan dari beberapa tokoh, simak yuk dan renungkan.“Anak yang suka membaca, kelak jadi pemuda yang berani berpikir sebelum bertindak.” – Tere Liye
“Pemimpin besar adalah pembaca besar.” – John F. Kennedy
“Orang cerdas itu bukan yang banyak ngomong, tapi yang banyak membaca sebelum ngomong.” – KH. Mustofa Bisri (Gus Mus)
“Membaca adalah jendela dunia, tapi kalau jendelanya kotor, yang kelihatan cuma bayangan sendiri.” – Pepatah Modifikasi
Manfaat literasi sejak dini, yakni membentuk pola pikir kritis, menumbuhkan empati dan logika, membantu anak memahami nilai agama dan akhlak, meningkatkan percaya diri, membuka jalan jadi pemimpin masa depan (yang nggak asal bacot tapi tahu isi pasal)
Membaca itu bukan urusan pintar atau tidak. Ini soal kebiasaan, literasi bukan cuma untuk anak sekolah, Ini tugas semua orang tua, guru, komunitas, bahkan RT dan RW karena anak-anak yang terbiasa membaca akan tumbuh jadi pribadi yang tahu diri, tahu batas, tahu arah, mereka nggak asal debat di medsos, nggak gampang termakan hoaks, dan nggak bakal jadi pemimpin yang marah-marah di podium tapi salah baca teks.
Membiasakan membaca sejak dini bukan perkara gaya, tapi perkara daya, daya pikir, daya nalar, dan daya tahan anak menghadapi hidup yang makin rumit. Literasi adalah fondasi agar anak-anak kita tidak mudah diprovokasi, tidak gampang dibohongi, dan tidak asal ikut-ikutan. Anak yang terbiasa membaca akan tahu bedanya kritik dan nyinyir, beda antara bijak dan bacot, antara fakta dan fitnah.
Buku melatih kesabaran, membangun akhlak, menumbuhkan imajinasi, dan menanamkan empati. Anak yang kenal buku sejak dini akan tumbuh jadi pribadi yang siap memimpinvbukan hanya karena pintar, tapi karena paham etika dan bijak bersikap.
Jadi kalau kita ingin punya generasi yang tahu arah, ngerti aturan, punya akhlak, punya ilmu, dan bisa jadi pemimpin minimal di lingkungannya sendiri, maka jawabannya sederhana ajari mereka mencintai membaca, sekarang juga, karena kalau bukan kita yang membiasakan literasi pada anak-anak, jangan harap kelak mereka bisa membenahi negeri yang penuh tulisan tapi minim pemahaman.
Ayo kita mulai dari rumah, matikan TV sebentar, istirahat dari TikTok, buka buku cerita, dongengkan, bacakan. Biar kelak, anak-anak kita tumbuh bukan hanya jadi konten kreator, tapi jadi penyala cahaya ilmu di mana pun mereka berpijak, karena masa depan bangsa bukan dibangun dari tren viral, tapi dari otak-otak muda yang dibesarkan dengan literasi.[***]