Industri Kreatif & UKM

Layur Terbang ke Fuzhou, UMKM Kita Siap Naik Kelas!

ist

Sumselterkini.co.id,- Di antara hiruk-pikuk ibukota yang sibuknya ngalahin antrean minyak goreng waktu diskon, ada kabar segar dari dunia UMKM. Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, resmi melepas ekspor 27 ton ikan layur ke Fuzhou, China. Bukan sekadar layur biasa, ini adalah ikan yang melenggang lewat program Holding UMKM, hasil gotong-royong dari laut Indonesia sampai meja makan negeri panda.

Kalau biasanya ekspor cuma milik pabrik besar, sekarang UMKM pun ikut unjuk gigi. Bukan gigi palsu, tapi gigi ekonomi yang nyata.

Menteri Maman menjelaskan, program Holding UMKM ini ibarat jembatan penghubung antara usaha kecil dengan industri besar. Seperti menghubungkan warung kopi di desa dengan kafe di Paris—bedanya ini beneran ada kontainernya.

Dengan model klaster, UMKM bisa gabung kekuatan. Gak lagi jalan sendiri-sendiri kayak pengamen tunggal di bis kota. Tapi bareng-bareng, jadi orkestra yang nadanya jelas dan tujuannya tegas.

Program ini bisa jadi semacam “rendang berjamaah” kalau sendirian kita cuma bisa masak di dapur, tapi kalau bareng-bareng, bisa masuk rak supermarket dunia.

Kalau kata pepatah lama “Berat sama dipikul, ekspor sama-sama manggul”. Maka ekspor ikan layur ini bukan akhir, tapi pintu pembuka bagi hasil bumi lainnya. Ada kopi, batik, madu, hingga keripik tempe. Semua bisa ikut naik kelas, asal diberi panggung dan pelatihan.

Program Holding UMKM harus jadi tali simpul yang kuat bukan sekadar sambungan kabel yang gampang putus saat hujan kritik. UMKM jangan cuma jadi tukang isi barang, tapi juga pemilik merk, pengatur harga, dan pelaku utama.

Kalau selama ini UMKM ibarat pemain cadangan yang cuma dipanggil kalau pemain utama kram, sekarang waktunya mereka jadi starter. Dan bukan starter motor bebek, tapi starter ekonomi bangsa!

Kerja sama dengan BNI dalam hal perbankan juga jadi kabar baik. UMKM perlu modal dan dukungan keuangan, tapi yang tak kalah penting: pendampingan dan keberpihakan. Jangan sampai UMKM dapat pinjaman, tapi bingung jualan. Ibarat dikasih sendok tapi gak ada nasinya.

Maka closed-loop ecosystem yang dibangun harus benar-benar tertutup dari kebocoran dan terbuka untuk keadilan. Semua pelaku, dari nelayan sampai pelapak digital, harus dapat porsi yang adil dan peluang yang sama.

Pak Menteri bilang, UMKM itu pahlawan ekonomi bangsa. Setuju, Pak. Mereka mungkin gak punya gedung tinggi, tapi merekalah penyangga ekonomi dari bawah. Pahlawan bukan karena pidato atau piagam, tapi karena mereka sabar dagang dari pagi sampai malam, ngurusin produksi, promosi, sampai cicilan.

Kini saatnya kita berhenti memuji mereka dari podium, dan mulai mengangkat mereka naik tangga bersama. Layur sudah menembus Fuzhou, semoga produk UMKM lain bisa menembus dunia bukan cuma fisiknya, tapi juga nilainya.

Kalau ekspor ini adalah permulaan, maka mari kita pastikan UMKM kita tidak hanya jadi bagian dari statistik, tapi jadi bagian dari strategi masa depan. “Dari laut sampai langit ekspor, UMKM Indonesia siap menari di panggung dunia. Asal jangan dibiarkan joget sendiri”.

Kalau mau kita teruskan gaya ini untuk produk UMKM lain seperti kopi, batik, atau digital kreatif saya siap ikut menulis sambil ngopi dan nyemil kripik tempe!.[***]

Terpopuler

To Top