Sumselterkini.co.id, – Di langit Lombok Tengah, bukan hanya burung yang bisa terbang bebas. Tapi juga harapan, promosi budaya, dan strategi pariwisata Indonesia yang sedang gaspol pakai parasut. Jangan salah, ini bukan sinetron FTV berjudul “Terjun Cinta di Bukit Rinjani”, melainkan Paragliding Accuracy World Cup 2025, sebuah perhelatan kelas dunia yang bikin angin pun tersipu malu.
Kalau kata pepatah, “sekali merengkuh dayung, dua tiga lomba terlampaui” Ya betul, satu event, tiga hasil wisata naik, ekonomi rakyat berdenyut, dan citra Indonesia terangkat. Belum lagi dagangan warga setempat yang laku keras dari sate bulayak sampai es kelapa muda, semua ikut ambil bagian dalam ‘olahraga mendadak ramai’ ini.
Wakil Menteri Pariwisata, Ni Luh Puspa (yang namanya seperti tokoh utama film drama musikal Bali), menegaskan kalau ajang ini bukan hanya lomba terbang gaya bebas, tapi juga ajang unjuk gigi sektor sport tourism. “Ini bukan cuma soal mendarat tepat sasaran, tapi juga tentang menjadikan Lombok sebagai sasaran dunia untuk berwisata,” ujarnya, sambil melirik awan dengan tatapan penuh strategi.
Sementara Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo, tak mau kalah gaya. “Paralayang ini bukan olahraga mainstream, tapi justru itu kekuatannya. Di saat dunia sibuk lomba lari, kita malah terbang!” katanya belum lama ini.
Logikanya mirip orang rebutan kerupuk waktu 17-an yang paling unik biasanya paling diingat. Ajang ini diikuti oleh 47 atlet dari delapan negara. Mereka bukan datang sekadar menikmati kelapa ijo dan senja di Kuta Mandalika, tapi benar-benar menguji kemampuan menjejak tanah tepat di titik pendaratan yang telah ditentukan. Kalau meleset, ya malu-maluin negaranya. Tapi kalau sukses, bisa viral satu RT global.
Lalu Muhammad Iqbal, Gubernur NTB yang punya kharisma seperti kepala desa berwibawa, menyambut ajang ini dengan tangan terbuka dan langit yang cerah. “Kita tak hanya menjual pantai dan gunung. Kita menjual mimpi, bahwa Lombok bisa jadi episentrum sport tourism dunia,” katanya. Bukan main!
Wakil Menteri Luar Negeri, Arrmanantha Nasir, bahkan sempat berseloroh, “Kalau diplomasi lewat meja kadang buntu, kita coba diplomasi lewat udara. Siapa tahu negara-negara lain makin jatuh cinta sama Indonesia” Nah, ini baru namanya air diplomacy.
Kalau dipikir-pikir, pariwisata olahraga itu seperti sambal terasi. Awalnya cuma pelengkap, lama-lama jadi menu utama. Apalagi di era pasca-pandemi, wisatawan sudah bosan liburan di hotel doang. Mereka mau lompat jurang, naik bukit, dan ya, terbang dari punggung bukit Sky Lancing!
Sebagai pemanis terakhir, mari kita ingat kata Taleb Rifai, mantan Sekjen UNWTO (Organisasi Pariwisata Dunia) “Tourism is not only about numbers. It’s about making better places to live in, and better places to visit.” [“Pariwisata bukan hanya soal angka. Tapi tentang bagaimana menjadikan suatu tempat lebih baik untuk ditinggali, sekaligus lebih baik untuk dikunjungi”].
Maksudnya, keberhasilan pariwisata tidak cukup diukur dari jumlah wisatawan atau pendapatan saja. Lebih dari itu, pariwisata yang baik harus memberi manfaat nyata bagi masyarakat lokal meningkatkan kualitas hidup, lingkungan, budaya, dan kesejahteraan. Jadi bukan cuma bikin turis senang, tapi juga bikin warga betah.
Sekjen UNWTO itu menekankan, untuk mengingatkan bahwa pariwisata harus punya dampak positif dua arah bagi penduduk lokal dan pengunjung. [UNWTO Global Conference, 2017].
Dan memang benar. Paralayang bukan cuma olahraga. Ia adalah simbol bahwa Indonesia bisa tampil elegan, tinggi hati dalam prestasi, rendah hati dalam pelayanan. Dan Lombok? Ia sudah bukan anak bawang lagi dalam dunia pariwisata. Ia kini jadi lauk utama di meja makan global.
Jadi, kawan-kawan, jangan cuma ikut lomba balap karung di komplek, mari ikut bangga melihat Indonesia take off lewat wisata olahraga. Kita sudah lelah jadi penonton, sekarang saatnya jadi tuan rumah yang penuh gaya. Bukan gaya-gayaan, tapi gaya yang terukur, seperti atlet paralayang mendarat di titik akurat.
Dan ingat, jika negara lain jualan musim salju dan aurora, kita punya matahari, laut, dan angin yang bisa mengangkat siapa saja, asal tahu arah angin dan tahu caranya terbang dengan visi. Kalau tidak, ya cuma jadi layangan putus.[***]