Sumseterkini.co.id, – Kalau biasanya kampus dan pemkot ketemuan cuma buat motong pita peresmian, kali ini agak beda. Wali Kota Palembang, Ratu Dewa, menyambangi Universitas Sriwijaya (UNSRI) bukan untuk nyari gelar kehormatan, tapi buat ngobrol serius walau gayanya tetap kalem kayak abdi negara abis minum teh sereh.
Di ruang rapat Kantor Pusat Administrasi UNSRI, suasana agak formal tapi tetap adem. Soalnya topik pembicaraan kali ini tidak lain tidak bukan adalah… Kampung Tematik dan… cara memandikan jenazah. Iya, anda tidak salah baca.“Kampung Tematik ini penting untuk destinasi wisata dan juga pembelajaran,” ujar Ratu Dewa, sambil menjelaskan kalau kampung yang dimaksud akan dikasih nuansa religius.
Bayangkan, suatu saat nanti kita bisa jalan-jalan ke kampung yang bukan cuma penuh mural bunga dan ukiran batik, tapi juga ada kelas praktikum yang ngajarin cara menyolatkan dan memandikan jenazah. Lengkap dari hidup sampai wafat, dibimbing dengan niat.
Pak Wali nampaknya lagi gelisah. Bukan soal APBD atau macet di Simpang Polda, tapi soal ilmu-ilmu yang mulai ditinggal zaman. Menurut beliau, generasi muda zaman sekarang lebih jago main Mobile Legends daripada tau caranya ngurus jenazah. “Ini harus diterapkan kembali di generasi muda,” kata beliau.
Nah loh, Kalau biasanya anak muda disuruh belajar coding, sekarang ditambah belajar ngafani. Sebuah langkah progresif yang out of the box dan out of comfort zone. Tapi memang betul, ilmu semacam ini udah mulai langka, padahal dulunya diajarkan dari langgar ke langgar, dari surau ke surau. Kini? Ditinggalin kayak mantan yang udah ganti nomor.
Rektor UNSRI, Prof. Taufik Marwa, menyambut ajakan Ratu Dewa dengan tangan terbuka, dada lapang, dan kening yang sedikit mengernyit karena mikir penyesuaiannya. “Kita siap berkolaborasi bersama Pemkot,” ucap beliau dengan semangat.
Ternyata, UNSRI juga udah punya program yang mirip. Mereka mengajarkan seni budaya Islam, dan di dalamnya termasuk juga pelajaran tentang cara memandikan jenazah. Mantap kali, Prof!
Kalau kata pepatah, bagai gayung bersambut, air belum dituang tapi sudah tumpah ke ember. Begitulah kira-kira suasana audensi hari itu. Dua institusi, satu visi membentuk generasi muda yang bukan cuma cerdas digital, tapi juga paham spiritual.
Bayangkan, Anda masuk ke Kampung Tematik Palembang, disambut oleh gapura bertuliskan “Selamat Datang di Kampung Akherat, Siapkan Bekalmu”.
Anak-anak muda dengan seragam khas, mengarahkan wisatawan ke “Galeri Kain Kafan”, “Workshop Pemandian Jenazah”, dan “Musholla 4.0” yang ada teknologi AI untuk pengingat waktu salat.
Lucu? Ya lucu. Tapi juga edukatif. Ini bukan wisata horor, tapi wisata akhirat. Kampung ini bukan buat menakut-nakuti, tapi menyadarkan.
Wacana ini bisa saja terdengar nyeleneh di telinga generasi yang lebih akrab dengan filter medsos daripada filter air wudhu. Tapi kalau dipikir-pikir, ini bentuk kepedulian yang luar biasa.
Karena, orang bijak pernah berkata “Ilmu yang tak diamalkan itu seperti payung yang dipakai saat kemarau panjang, nggak kepake, cuma berat di tas.” oleh sebab itu baik kampus maupun kampung, harus saling isi mengisi. Yang satu punya teori, yang lain punya praktik.
Ratu Dewa dan Prof. Taufik Marwa sedang mempersiapkan bukan sekadar program kerja, tapi juga warisan pengetahuan karena masa depan Palembang tidak hanya dibangun oleh gedung tinggi dan lampu taman, tapi juga oleh akhlak dan ilmu yang turun temurun.
Dan kalau suatu saat nanti, anak muda Palembang bisa bilang, “Saya lulusan teknik sipil dan bisa mandiin jenazah”. maka saat itulah kita tahu pembangunan kita benar-benar lengkap dunia akhirat.[***]