Sumselterkini.co.id,- Kalau anak muda di kota besar di luar negeri disediakan skatepark, lapangan grafiti, atau studio band gratis, maka di Palembang kita punya solusi khas lahan Grass Track 5 hektare!. Bukan untuk bertani, tapi buat kebut-kebutan yang legal. Iya, legal. Karena ini atas restu Pak Gubernur sendiri, yang bukan cuma menengok lahan, tapi juga menantang Ikatan Motor Indonesia (IMI) Sumsel. Jangan cuma ban gosong, tapi otak juga ngebul ngerancang event keren, kemarin.
Sudah terlalu lama anak-anak muda kita hanya punya dua pilihan untuk menyalurkan hasrat balapnya di lintasan liar atau di reels Instagram. Dua-duanya membahayakan yang satu rawan kecelakaan, yang satu rawan di bully netizen.
Maka, gagasan bikin arena Grass Track di Jakabaring ini layak kita beri standing ovation. Atau minimal, tepuk tangan satu tangan, karena satu tangan lagi pegang helm. Di zaman yang semuanya serba digital, ada juga pemimpin daerah yang paham tak semua mimpi bisa dikejar lewat layar. Kadang, anak muda perlu tanah lapang, bukan sekadar sinyal kuat.
Namun begitu, ide cemerlang ini jangan sampai mentok di level ‘peninjauan lahan’ saja. Kita sudah sering lihat rumput yang hijau di awal, tapi akhirnya cuma jadi semak belukar karena proyeknya mogok kayak motor kehabisan bensin. Jangan sampai 5 hektare itu nanti jadi taman ilalang dan tempat selfie anak SMA, bukan arena adu skill.
Perumpamaannya begini kalau kambing lapar, jangan disuruh puasa. Kasih dia rumput. Tapi rumputnya jangan di halaman tetangga. Sama dengan anak muda penggila motor daripada mereka slonong boy di jalan protokol sambil boncengan tiga, mending disediakan tempat resmi dengan pagar, wasit, dan ambulans.
Biar kalau jatuh, masih ada pertolongan. Kalau menang, bisa jadi bibit atlet. Kalau kalah, ya tetap keren karena jatuhnya legal dan didukung Pemprov.
Lihat bagaimana kota seperti Sepang di Malaysia menjadikan sirkuit bukan cuma tempat balap, tapi destinasi wisata dan ekonomi lokal. Bahkan Thailand, yang dulunya hanya dianggap surganya belanja dan durian, sekarang punya MotoGP.
Di sana, balap bukan cuma suara knalpot tapi suara pemasukan buat UMKM. Bisa bayangin nggak, nasi uduk dan pempek dijual di tribun penonton? Bisa, kalau dirancang dengan matang.
Niat baik ini perlu diberi bensin yang cukup anggaran, regulasi, dan sinergi. Jangan sampai IMI disuruh lari, tapi sepatunya nggak dikasih. Jangan juga nanti saat sudah dibangun, izinnya ribet, sponsor susah, dan anak-anak muda tetap ngeluh “Mending balik kebut liar aja, bro.”
Karena sejatinya, membangun arena motor bukan sekadar proyek fisik. Ini adalah bentuk rekayasa sosial agar energi muda yang meledak-ledak bisa diarahkan ke tempat yang bermanfaat.
Ini juga soal keadilan yang suka main basket ada lapangan, yang suka musik ada panggung, yang suka kebut-kebutan ya mestinya ada arena. Masa semua disuruh jadi penonton sinetron saja?
Harapan kita, semoga proyek Grass Track Jakabaring ini bukan cuma jadi lahan proyek dan foto-foto peninjauan. Tapi jadi tonggak pembinaan olahraga otomotif Sumsel yang selama ini ‘ngempos’ kayak ban bocor di siang bolong.
Kalau ini berhasil, bukan tak mungkin Sumsel punya pembalap nasional, bahkan jadi tuan rumah event otomotif tingkat Asia. Ingat pepatah lama“Lebih baik ngebut di sirkuit, daripada diseruduk truk di simpang empat.” Jadi, gaspol terus Pemprov Sumsel!, tapi ingat, jangan cuma ngidupin mesin, tapi juga hidupkan semangat anak muda, karena di balik suara knalpot itu, ada suara mimpi yang butuh jalan.
Kalau tak kita beri ruang, hasrat anak muda ini bisa meledak di tempat yang salah. Dan kalau pemerintah hanya bisa menertibkan, tanpa pernah memberi solusi, maka sama saja seperti polisi lalu lintas yang marah karena jalanan macet padahal dia sendiri parkir di tikungan.
Sudah saatnya Sumsel tak hanya dikenal sebagai provinsi penghasil karet dan sawit, tapi juga provinsi penghasil atlet motor dan inovasi anak muda. Daripada anak-anak muda ngabisin bensin buat kabur dari kejaran petugas, mending mereka ngebut sambil ngejar medali.
Dan terakhir, kalau arena ini jadi, jangan lupa bumbunya libatkan komunitas, UMKM, konten kreator, dan tukang bakso. Karena yang bikin acara hidup itu bukan cuma suara knalpot, tapi juga suara dagang, suara tawa, dan suara tepuk tangan dari tribun penonton.
Masa depan itu bukan di gas atau rem. Tapi di tangan mereka yang tahu kapan harus ngebut, kapan harus belok, dan kapan harus parkir buat evaluasi.
Jadi, mari kita buat arena ini bukan cuma tempat balapan, tapi juga tempat harapan. Tempat di mana anak muda bisa ngebut dengan arah dan prestasi, bukan sekadar melaju tanpa tujuan.[***]