Sumselterkini.co.id, – Pemerintah pusat sudah bikin gebrakan, program makan siang gratis buat anak-anak sekolah. Ini seperti orang tua yang udah masak rendang, tinggal nunggu anak-anak pulang bawa piring. Tapi, eh, ternyata piringnya belum ada.
Nah, di sinilah pemerintah daerah termasuk di Sumatera Selatan diminta sigap menyediakan “piring” dalam bentuk lahan untuk bangun Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Lucunya, sampai sekarang ini, beberapa daerah masih muter-muter nyari tanah. Padahal cuma disuruh cari tiga bidang tanah bersertifikat.
Bukan nyari tambang emas kok, cuma lahan 800 sampai 1.000 meter persegi, yang nggak nempel TPA, dekat sekolah, dan nggak becek. Masa kalah sama mamang tukang martabak yang tiap malam bisa dapet lahan strategis depan minimarket tanpa rapat paripurna?
Program ini, kalau berhasil, bisa jadi seperti dapur umum berkelas Michelin Star untuk anak-anak sekolah. Tapi kalau daerah lambat responnya, bisa-bisa jadi kayak dapur pos ronda kompornya ada, gasnya nggak nyala.
Bayangkan, di Korea Selatan mereka bikin dapur komunitas di tiap distrik dengan sistem barcode makanan sehat. Di Finlandia, anak sekolah malah dapat makan siang gratis sejak tahun 1948, lengkap dengan salad, roti gandum, dan susu hangat.
Sementara di kita, masih bingung soal lahan dan nyari sertifikat. Waduh, kalah telak sama negeri yang dinginnya bisa bikin es lilin jalan sendiri.
Sekretaris Daerah Sumsel, Pak Edward Candra, sudah tepuk genderang, minta semua sekda kabupaten/kota gerak cepat kayak pas dapat undangan hajatan mantan.
Tapi, biasanya setelah rapat, yang gerak malah coffee break-nya duluan. Bidang aset pun sering kali lebih sibuk nyusun laporan tahunan daripada nyusun peta lahan.
Kita butuh percepatan, bukan cuma wacana. Ibarat orang lapar nunggu nasi goreng, jangan sampai yang datang malah invoice rapat. Pemerintah pusat butuh dukungan, bukan alasan. Anak-anak sekolah itu bukan makhluk gaib. Mereka ada, nyata, dan lapar. Dan mereka berhak makan siang yang layak, bukan janji manis macam promo beli satu gratis PHP.
Kalau mau belajar, tengok Kota Surabaya. Mereka bisa sulap tanah mangkrak jadi taman, perpustakaan, sampai pusat UMKM. Di Bogor, lahan aset tidur disulap jadi dapur sehat dan taman bermain. Nah, masa kita di Sumsel mau kalah sigap sama kota yang sering hujan itu?
Pepatah bilang, “kalau tak ada rotan, akar pun jadi.” Tapi jangan dibalik jadi, “kalau tak ada lahan, ya ditunda lagi.” Lahan itu ada, hanya saja mungkin masih tertutup tumpukan proposal pembangunan yang belum sempat dibaca.
MoU dijadwalkan 15 Mei, pas Hari Jadi Sumsel ke-79. Nah ini momen sakral, jangan sampai ulang tahun provinsi kayak ulang tahun mantan dirayakan, tapi tidak diingat. Kalau lahan belum siap, nanti yang ditandatangani bisa-bisa cuma surat pengantar niat baik.
Sebelum anak sekolah makan siang gratis, mari para pejabat makan akal sehat dulu. Jangan cuma sibuk ngatur panggung paripurna, tapi lahan SPPG masih jadi teka-teki silang. Ingat, nasi sudah dikukus, lauk sudah ditumis. Tinggal nyiapin piring dan sendok. Jangan sampai anak-anak nunggu makan sambil ngunyah proposal.
Apa daerahmu sudah punya piringnya? Atau masih pakai tangan kosong sambil bilang, “kami lagi proses, Pak…”?[***]