KEMENTERIAN Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) bersama Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Kawasan Konservasi Daerah Raja Ampat menjajaki wisata budaya paus sperma untuk tujuan edukasi dan daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Kampung Arborek, menyusul sering terjadinya peristiwa mamalia laut terdampar di wilayah ini.
Belum lama ini KKP kembali menangani kejadian mamalia laut terdampar dari jenis paus sperma di depan Pulau Gam. Disebabkan oleh arus, paus sperma ini bergeser hingga ke perairan Pulau Arborek yang merupakan Kawasan Konservasi Daerah (KKD) Raja Ampat.
Berbeda dengan penanganan mamalia lainnya, LPSPL Sorong bersama pemerintah daerah setempat memilih untuk merelokasi bangkai paus di satu lokasi dan membiarkannya membusuk secara alami kemudian tulang paus tersebut akan digunakan untuk kepentingan wisata budaya.
“Setelah menangani mamalia laut tersebut bersama aparat setempat dan warga Kampung Arborek, muncul keinginan untuk memanfaatkan bangkai paus tersebut sebagai sarana edukasi dan memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Kampung Arborek,” terang Kepala LPSPL Sorong Santoso Budi Widiarto.
Lebih lanjut Santoso mengungkapkan pemilihan lokasi dilakukan dengan mempertimbangkan keselamatan warga sehingga pihaknya memilih lokasi yang jauh dari pemukiman dan aktivitas warga, sehingga paus akan terurai dalam waktu sekitar 8 bulan.
Santoso juga menambahkan setidaknya LPSPL Sorong telah melakukan penanganan terhadap mamalia laut terdampar sebanyak 40 kasus selama masa pandemi Covid-19 atau sejak dua tahun terakhir. Sedangkan di wilayah Papua Barat sendiri terjadi sebanyak 11 kasus mamalia laut terdampar.
Dari kasus-kasus tersebut 16 kasus ditangani secara langsung oleh LPSPL Sorong, sementara 24 kasus ditangani dengan melibatkan pemerintah daerah, pengelola kawasan konservasi, mitra pemerintah dan masyarakat secara langsung.
“Meningkatnya keterlibatan masyarakat secara langsung merupakan hasil penyadartahuan, sosialisasi dan pelatihan menangani mamalia laut terdampar kepada masyarakat. Dalam 5 tahun terakhir, lebih dari 700 orang dilatih di wilayah kerja LPSPL Sorong bekerja sama dengan pemerintah daerah dan mitra pemerintah melalui program Sea Project,” urai Santoso.
Menanggapi keinginan tersebut, Sekretaris Kampung Arborek sangat mendukung pemanfaatan bangkai paus untuk kepentingan wisata budaya. Warga berterimakah kepada Pemerintah yang bersama dengan masyarakat mengelola bangkai paus ini.
Plt. Dirjen Pengelolan Ruang Laut Pamuji Lestari menegaskan, kecepatan dan kesigapan pemerintah bersama masyarakat sejalan dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam pengelolaan kawasan dan jenis ikan. Menteri Trenggono menekankan agar KKP dan masyarakat bersinergi dalam memberikan respon yang cepat dan tepat khususnya dalam menangani mamalia laut terdampar. Hal ini penting mengingat luasnya wilayah perairan Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar.
“Kebijakan ini telah diatur melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 79 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Mamalia Laut Periode 2018 – 2022, yang di dalamnya tertuang mengenai penanganan mamalia laut terdampar,” tegas Tari.
Tari pun menjelaskan keberhasilan kawasan konservasi diukur melalui efektivitas pengelolaan kawasan yang dinilai setiap 1 tahun. Respon cepat penanganan terhadap mamalia laut terdampar termasuk dalam penilaian efektivitas pengelolaan kawasan. Salah satu kriterianya adalah penilaian terhadap pemantauan sumber daya kawasan dan kemitraan sehingga kolaborasi antara KKP dengan UPTD BLUD Raja Ampat akan memberikan pengelolaan kawasan yang efektif bagi KKD Raja Ampat.[***]
ril