YOGYAKARTA memang terkenal dengan gudegnya yang manis, tapi kali ini yang manis bukan cuma masakannya melainkan rencana besar yang sedang diracik Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Musi Banyuasin (Muba).
Kadisnakertrans Muba, Herryandi Sinulingga, datang langsung ke Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY) bukan buat jalan-jalan, tapi buat “menyemai benih unggul SDM Muba” lewat kerja sama pendidikan vokasi bidang perkebunan.
Kalau anak muda zaman sekarang sibuk cari healing, Muba malah cari training.
Tujuannya sederhana tapi dalam, biar anak-anak Muba bukan cuma pintar menanam sawit, tapi juga bisa menanam masa depan.
Pendidikan vokasi ini ibarat ‘combo deal’ antara kuliah dan kerja.
“Belajar teori sambil nyemplung langsung di lapangan,” kata Pak Herryandi sambil nyengir, seperti habis nemu bibit unggul di pasar kaget.
Program ini mau bikin generasi muda Muba jadi orang-orang lapangan yang beneran paham tanah, bukan cuma paham Wi-Fi.
Karena jujur aja, kalau cuma belajar dari buku, yang tumbuh bukan pohon sawit, tapi ilusi.
Dengan sistem vokasi ini, anak-anak Muba bisa belajar nyadap karet langsung, bukan sekadar nyadap Wi-Fi gratisan di warung kopi.
Mereka bakal tahu gimana aroma tanah, gimana bedanya pupuk organik sama pupuk yang “cuma janji doang” yang di brosur hijau tapi hasilnya zonk.
Rencana kerja sama ini mencakup pengembangan kompetensi, penempatan kerja, hingga pengolahan data SDM. AKPY dan Dinas Tenaga Kerja Muba sepakat: kalau kebun butuh pemupukan, maka SDM juga butuh pupuk ilmu, karena SDM tanpa ilmu itu kayak sawit tanpa pupuk—tumbuh sih, tapi kurus dan gampang goyah.
“Anak-anak Muba jangan cuma kuat nyangkul, tapi juga tajam berpikir,” kata Pak Kadis.
Biar kalau besok jadi manajer kebun, mereka nggak kaget lihat spreadsheet biaya pupuk yang lebih tebal dari batang sawit.
Yang menarik dari pendidikan vokasi ini adalah praktiknya yang hidup.
Mahasiswa nggak disuruh hafal pasal atau teori panjang, tapi langsung disuruh turun ke tanah, karena di situlah ilmu paling jujur tumbuh.
Bagi Muba, perkebunan bukan cuma tempat cari rezeki, tapi juga laboratorium kehidupan.
Di kebun, anak-anak belajar kerja keras, disiplin, dan tanggung jawab. Mereka belajar bahwa hasil panen itu nggak datang dari doa saja, tapi dari keringat dan ketekunan.
Dan siapa tahu, dari ladang sawit itu bakal lahir insinyur, inovator, bahkan pejabat masa depan yang tahu rasanya kerja di panas terik, bukan cuma di balik meja ber-AC.
Bagi Dinas Tenaga Kerja Muba, program ini bukan sekadar formalitas kerja sama di atas kertas.
Ini adalah ikhtiar spiritual dan sosial, mendidik generasi muda agar kerja bukan cuma demi gaji, tapi demi nilai hidup.
“Kerja itu ibadah, ilmu itu ladang,” kata Herryandi.
Muba pengen SDM-nya jadi manusia yang utuh, punya keahlian, punya hati, dan punya arah.
Karena buat Muba, membangun manusia lebih susah daripada membangun pabrik.
Bangun pabrik butuh semen dan besi, tapi bangun SDM butuh waktu, keteladanan, dan visi yang nggak pendek napas.
Anak-anak Muba nanti bakal belajar dari realita, bukan dari quotes Instagram.
Kalau di kebun, mereka belajar arti sabar karena sawit nggak tumbuh semalam.
Belajar arti tanggung jawab karena kalau lupa pupuk, ya panen cuma daun.
Di dunia kerja nanti, mereka bakal tahu bahwa rezeki itu hasil kerja keras, bukan hasil copy paste proposal.
Dan kerja sama dengan AKPY ini bikin Muba satu langkah lebih maju dalam menanam manusia sebelum menanam sawit.
Setiap kebun punya musim tanam, begitu juga manusia punya waktu belajar.
Kalau kebun dipupuk, panennya melimpah.
Kalau manusia diasah, hidupnya berkah.
Kerja sama ini bukan cuma tentang pendidikan vokasi, tapi tentang cetak generasi yang paham akar dan tahu arah.
Karena dunia kerja nggak butuh orang yang cuma bisa “ngomong kerja”, tapi yang benar-benar “paham makna kerja”.
Herryandi Sinulingga berharap, lewat kerja sama ini, Muba bisa menurunkan angka pengangguran sekaligus menaikkan angka harapan hidup bukan cuma secara statistik, tapi secara moral dan sosial.
Dengan SDM unggul, Muba bukan cuma punya banyak tenaga kerja, tapi juga banyak tenaga penggerak masa depan.
Seperti pepatah Jawa bilang, “Wit gedhé iku asalé saka wiji cilik” (Pohon besar itu asalnya dari biji kecil.)
Dan…., biji kecil itu kini sedang disemai di kebun ilmu bernama pendidikan vokasi.
Kalau dijaga, disiram, dan dipupuk dengan benar, bukan nggak mungkin, dari tanah Muba akan tumbuh generasi yang bikin Indonesia bangga.[***]