“Janji di Tinta MoU, Harapan Sumsel Menunggu Tindakan Nyata”
SUMATERA Selatan sudah lama menanti babak baru logistik dan perdagangan. Pelabuhan Boom Lama, yang berdiri sejak 1908, selama lebih dari satu abad menjadi saksi bisu kemacetan, sedimentasi sungai, dan berbagai drama transportasi yang bikin warga dan pengusaha garuk-garuk kepala. Jalanan yang sempit, kendaraan berat saling berdesakan, hingga risiko kecelakaan telah menjadi cerita sehari-hari yang tidak pernah hilang.
Kini, Jumat 31 Oktober 2025, menjadi momen bersejarah Memorandum of Understanding/MoU alias Nota Kesepahaman dan serah terima lahan untuk pembangunan Pelabuhan Baru Tanjung Carat yang dikenal “New Port Palembang” resmi ditandatangani secara simbolik.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi RI, Todotua Pasaribu, menyebut hari ini sebagai momen bersejarah setelah perjuangan panjang “Pelabuhan ini akan menjadi hub dan kunci perdagangan, menampung semua hilirisasi sumber daya alam yang akan didorong ke Tanjung Carat”
Harapan tinggi menempel di setiap paragraf nota kesepahaman itu, tapi seperti pepatah lama “Janji yang baik hanya bermakna jika dibarengi tindakan nyata”.
Pelabuhan baru ini bukan sekadar bangunan atau dermaga, namun merupakan strategi ambisius untuk mengubah wajah Sumsel sebagai hub logistik dan pusat hilirisasi sumber daya alam. Dari batu bara, karet, kopi, hingga gas, semua harus bisa diolah dan dikirim lebih cepat ke pasar lokal maupun ekspor. Menteri Perhubungan RI, Dudy Purwagandhi, menegaskan “Ini wujud nyata untuk memastikan kelancaran logistik guna konektivitas perekonomian di Sumsel”.
Dampak ekonominya nyata, pertumbuhan ekonomi ditargetkan naik hingga 8 persen, efisiensi logistik meningkat, dan potensi penguatan UMKM Regional semakin terbuka. Lokasi Tanjung Carat pun sangat strategis, terhubung dengan Sembilan Sungai Besar, Jalan tol, dan jalur Kereta Api.
Pelabuhan baru ini menjanjikan konektivitas yang jauh lebih efisien dibanding Boom Lama yang selalu diselimuti kemacetan karena berada di dalam Kota Palembang. Bayangkan, distribusi barang dari Sumsel ke Regional Sumbagsel dan ke pelabuhan ekspor bisa berjalan mulus, tanpa lagi drama jalanan sempit dan klakson bersahut-sahutan, jika terealisasi.
Sejarah juga mengingatkan kita bahwa perubahan selalu butuh waktu. Boom Lama pernah jadi primadona, tapi seiring perkembangan kota dan volume logistik yang meningkat, pelabuhan itu mulai menunjukkan kelemahan, sebab sedimentasi menumpuk, kemacetan parah, hingga risiko kecelakaan yang mengintai. Kini, Tanjung Carat hadir sebagai jawaban atas kebutuhan modern, sebuah transformasi yang bukan sekadar infrastruktur, tapi simbol progres Sumsel.
Di tengah alur pembangunan, ada satu hal penting yang perlu dipahami oleh publik, yakni MoU vs kontrak. MoU adalah janji awal, kesepakatan prinsip atau niat bersama, tapi belum mengikat secara hukum.
Analogi sederhana, MoU itu seperti bilang ke teman, “Minggu depan kita makan bakso, deal ya?”. Semua setuju, tapi jam, tempat, atau siapa yang bayar belum fix. Masih bisa berubah. Sedangkan kontrak adalah janji resmi, misalnya “Sabtu jam 7 malam, Bakso Pak Joko, masing-masing bawa 50 ribu”.
Oleh karena itu, jika salah satu pihak melanggar, ada konsekuensi nyata. Jadi, MoU hanyalah janji baik hati, sementara kontrak adalah janji yang harus ditepati. Dalam kontek Pelabuhan Tanjung Carat itu, janji baik hati sudah ada, tetapi pembangunan fisik menunggu kontrak final dan izin teknis.
Selain sisi hukum, proyek ini mencerminkan kolaborasi pusat-daerah. Enam gubernur menunggu giliran, akhirnya MoU ditandatangani. Gubernur Sumsel H. Herman Deru menambahkan “Semoga pembangunan ini segera menjadi kenyataan. Provinsi akan dikenal dengan bahari yang memiliki sembilan sungai besar yang semuanya berhulu ke Sungai Musi”.
Dengan begitu, pelabuhan bukan sekadar dermaga, tapi ekosistem industri yang akan memperkuat Ekonomi Regional dan meningkatkan daya saing Sumsel di Tingkat Nasional maupun Internasional.
Sejarah panjang
Pengalaman Internasional inilah menjadi pelajaran berharga, contohnya pelabuhan modern di Singapura dan China menekankan integrasi transportasi dan industri, efisiensi tinggi, kota tetap tertata, ekonomi tumbuh, masyarakat aman. Nah, Sumsel bisa mencontoh model ini, pembangunan harus menyentuh manusia, memperhatikan lingkungan, dan tetap menjaga kesinambungan ekonomi bahkan efisiensi transportasi bukan sekadar hitungan jam, tapi kenyamanan warga, keamanan logistik, dan produktivitas ekonomi.
Pelabuhan baru ini juga memunculkan sisi drama sosial-ekonomi yang ringan tapi mengena. Warga bisa tersenyum, karena potensi bising truk berkurang, risiko kecelakaan menipis, dan area sekitar lebih bersih. Pemerintah pusat dan daerah pun diuntungkan, janji MoU bisa diterjemahkan menjadi tindakan nyata, sementara investor melihat peluang industri yang lebih efisien.
Aspek hilirisasi sumber daya alam menuntut perhatian khusus. Bahan mentah yang selama ini terkendala transportasi, seperti karet, kopi, batu bara, dan gas bisa diproses lebih cepat. Hal ini tentu dapat membuka peluang kerja baru, memperkuat UMKM lokal, dan meningkatkan daya saing regional. Coba bayangkan, jika satu kontainer kopi lokal bisa langsung ke pasar ekspor tanpa terjebak kemacetan kota, pasti efisiensi yang berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi.
Namun, sejarah panjang pelabuhan lama memperkuat urgensi perubahan. Boom Lama telah melayani lebih dari satu abad, namun kemacetan, sedimentasi, dan risiko kecelakaan sudah menjadi masalah kronis. Tanjung Carat hadir sebagai pelabuhan samudra modern, terintegrasi dengan tol dan jalur kereta, menghadirkan kenyamanan bagi logistik, efisiensi bagi bisnis, dan keamanan bagi masyarakat.
MoU memang hanyalah janji awal, tapi janji itu harus diterjemahkan menjadi tindakan nyata, seperti pepatah bijak “Janji yang baik hanya bermakna jika dibarengi tindakan nyata”. Pelabuhan Tanjung Carat bukan sekadar proyek fisik, tetapi simbol bahwa kesabaran, kolaborasi, dan niat baik bisa terwujud menjadi hasil nyata, asalkan diikuti langkah-langkah konkret.
Dengan demikian, pelabuhan baru ini, jika terwujud maka Sumsel akan menatap masa depan lebih teratur, aman, dan sejahtera. Truk tak lagi macet di jalan kota, distribusi logistik berjalan cepat, ekonomi bergerak lebih efisien, dan warga bisa tersenyum melihat lingkungan lebih bersih.
Tanjung Carat adalah bukti nyata bahwa janji yang sabar ditunggu bisa menjadi kenyataan. Tapi ingat!. MoU tanpa aksi hanyalah tinta di kertas, dan hanya pembangunan nyata –lah yang mengubah janji menjadi dermaga, kontainer, dan konektivitas nyata. Sumsel kini punya kesempatan emas untuk menjadi hub logistik regional yang modern, asal janji tidak berhenti di tinta, tapi diwujudkan di lapangan.
Dan… setiap janji harus diikuti tindakan, infrastruktur itu bukan hanya simbol, tapi alat nyata untuk kesejahteraan warga. Jika terlaksana sesuai rencana, Sumsel tidak hanya punya pelabuhan baru, tapi wajah baru ekonomi regional yang lebih tangguh, efisien, dan manusiawi. [***]