Kesehatan

“Lansia Berdaya, Anak Muda Layu? Jangan Sampai Bangsa Ini Kurang Gizi Pikiran!”

ist

DI Ogan Ilir, suasananya cerah ceria, Gubernur Herman Deru datang bareng Ibu Feby, acara ramai, panggung megah, tenda penuh senyum, semuanya dalam rangka Hari Kontrasepsi Sedunia, Hari Keluarga, Hari Anak, dan entah hari apalagi yang kalau dijumlahin, kayaknya semua hari dijadikan satu!. Tapi ya…., baguslah, sekalian hemat undangan.

Pak Gubernur bicara soal pembangunan bukan cuma fisik, tapi juga pembangunan manusia. Ini keren! Soalnya selama ini banyak pejabat yang pikir pembangunan itu sama dengan bikin jembatan dan jalan mulus. Padahal, kalau otak rakyatnya masih buntu, jalan mulus pun cuma dipakai buat boncengan lima orang naik motor tanpa helm.

Salut buat program Sekolah Lansia Berdaya di Ogan Ilir. Ada 315 orang lulus, mantap!. Bayangin, para kakek-nenek bukan cuma jago ngasuh cucu, tapi juga melek teknologi, bisa main HP, bahkan mungkin bisa bikin konten TikTok edukatif.

Ini bukti bahwa umur bukan penghalang buat terus belajar.

Tapi… eits…, tunggu dulu!. Kalau yang tua makin berdaya, tapi yang muda malah rebahan sambil scroll TikTok sampai baterai HP nyerah, itu tanda bahaya. Jangan sampai bangsa ini punya lansia produktif tapi pemuda pasif.

Ibarat sawah, lansia itu padi tua yang sudah masak dan siap panen, sementara anak muda itu benih baru.

Kalau benihnya layu sebelum ditanam, mau panen apa? Masa depan bukan di tangan kakek-nenek yang sudah lulus Sekolah Lansia, tapi di anak muda yang sekarang sibuk ngedit video pakai filter kucing.

Pak Gubernur bangga, angka stunting turun sampai 15,9%. Keren tuh!…. tepuk tangan dulu..ya!. Tapi, semoga turunnya bukan karena Excel-nya update, ya. Soalnya kadang di lapangan, dapur rakyat masih kosong, lauknya cuma sambal dan niat baik.

Karena, stunting ini bukan cuma soal tinggi badan anak, tapi juga rendahnya perhatian. Banyak calon ibu muda yang mikir asupan gizi itu cukup dari nasi dan mie instan sebab katanya praktis. Ya…. praktis, tapi juga tragis kadang.

Bayangin, di rumah tangga zaman sekarang, ibu hamil lebih hafal promo gratis ongkir daripada kebutuhan gizi seimbang. Kalau ini dibiarkan, nanti anaknya bukan cuma pendek badan, tapi juga pendek harapan.

Kuncinya bukan cuma di kebijakan, tapi di dapur keluarga. Pemerintah boleh bangun ribuan Puskesmas, tapi kalau ibu-ibu masih sibuk nonton drakor sambil masak mie rebus, hasilnya nihil.

Pemerintah kabupaten dan provinsi sebaiknya bikin Sekolah Pranikah dan Edukasi Gizi Komunitas. Biar calon pengantin ngerti, bahwa menikah bukan cuma soal gaun putih dan prewedding di kebun bunga, tapi juga tanggung jawab lahir batin (dan dapur).

Bikin juga program “Masak Sehat Bareng Bunda KB”, bukan cuma bagi sembako, tapi ajarkan cara bikin lauk sehat dari bahan murah. Percuma dapat beras dari bantuan kalau dimasak pakai minyak jelantah tiga kali pakai.

Oleh sebab itu, Pemprov dan Pemkab jangan cepat puas. Turunnya angka stunting memang bagus, tapi jangan cuma jadi bahan pidato. Kalau mau jujur, masih banyak desa yang anak-anaknya kurus bukan karena diet, tapi karena lauknya cuma tempe separuh dan sayur rebus tanpa bumbu.

Kita nggak butuh seremoni megah dengan spanduk “Cegah Stunting, Menuju Indonesia Emas”, tapi butuh aksi nyata. Kadang, yang dibutuhkan rakyat itu bukan sambutan panjang pejabat, tapi dapur yang ngebul dan isi piring yang bergizi.

Hebat kalau lansia berdaya, tapi lebih hebat lagi kalau anak muda juga nggak ketinggalan daya. Pemerintah jangan cuma bikin pelatihan buat yang sudah ubanan, tapi juga siapkan yang masih berjerawat.

Jadi, anak muda harus diajak mikir jauh ke depan, kalau mau nikah, siapkan bukan cuma mahar, tapi juga rencana makan sehat buat calon anak. Karena stunting itu bukan kutukan, tapi akibat dari kurangnya perencanaan dan perhatian.

Sekolah lansia oke, penurunan stunting juga sip. Tapi pembangunan sejati itu kalau rakyatnya cerdas, sehat, dan kenyang bukan cuma punya trotoar kinclong dan baliho besar.

Seperti kata pepatah, “Rumah megah tak berarti kalau dapurnya sepi”. Maka, pembangunan harus mulai dari dapur dari cara kita makan, berpikir, dan merencanakan keluarga.

Karena masa depan bangsa bukan di gedung pemerintahan, tapi di piring makan anak-anak kita.
Dan seperti kata pepatah kampung. “Yang tua belajar bahagia, yang muda belajar bijak. Karena masa depan bangsa bukan di tangan lansia, tapi di rahim dan dapur keluarga muda”.[***]

Terpopuler

To Top