KALAU ada pepatah bilang “tak ada rotan, akar pun jadi,” rupanya pepatah itu cocok banget buat Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang. Soalnya, siapa sangka kampus yang selama ini dikenal dengan jurusan hukum, ekonomi, dan ilmu sosial, tiba-tiba digoda ide segar mendirikan Fakultas Pertanian. Jangan salah, ini bukan cuma soal bibit-bibit sayur atau padi, tapi soal membentuk generasi muda yang siap jadi superhero ketahanan Pangan Nasional.
Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru, dengan gayanya yang khas seperti guru ngaji tapi versi modern, bilang bahwa UIN Raden Fatah bisa banget menambah Fakultas Pertanian. Alasannya? “Untuk mengangkat ketahanan pangan kita butuh sumber daya manusia yang hebat,” katanya. Sekilas kedengarannya serius, tapi kalau dipikir-pikir, ini ibarat memberi sayap pada ayam kampus agar bisa terbang jauh di langit inovasi Pangan Nasional.
Nah, bayangkan kalau fakultas ini benar-benar ada. Mahasiswa jurusan pertanian tidak cuma belajar cara menanam tomat atau cabai supaya tumbuh subur, tapi juga diajarin cara bikin Indonesia tetap aman dari krisis pangan. Mereka seperti Robin Hood versi modern, bukan mencuri dari orang kaya, tapi menyelamatkan nasi di piring rakyat.
Yang bikin tambah kocak, mahasiswa UIN sekarang bisa punya slogan baru “Dari kampus ke sawah, dari teori ke piring rakyat”.
Tapi jangan salah, ide fakultas baru ini bukan sekadar iseng atau “cuma wacana ngomong doang”. Ada pesan moral yang dalemnya kayak martabak cokelat, karena pendidikan tinggi itu harus relevan dengan kebutuhan bangsa. Kalau cuma belajar hukum atau ekonomi, tapi negara kelaparan, ya sama aja kayak bikin mie instan tapi nggak punya air panas, tidak bisa dinikmati!
Kalau kita tarik ke perumpamaan, keberadaan Fakultas Pertanian di UIN ini, seperti menambahkan bumbu rahasia pada masakan keluarga. Semua sudah lengkap, mahasiswa pintar, dosen hebat, kampus keren. Tinggal ditambah satu “bumbu”, kemampuan bertani dan memahami ketahanan pangan. Hasilnya? Bisa bikin Indonesia makin mantep, seperti rendang yang dimasak berhari-hari, rasanya nendang dan tahan lama.
Yang lucu dan sekaligus bikin ngakak, bayangkan mahasiswa ekonomi dan hukum tiba-tiba harus belajar bercocok tanam. Bisa jadi ada momen drama:
“Pak, ini padi kenapa nggak subur?”
“Eh, jangan salahin padi, salahin pupuknya!”
“Pupuknya habis!”
“Ya.. udah, kita tanam lagi sambil bikin proposal Hukum untuk subsidi pupuk!”
Humor seperti ini memang bikin ngakak, tapi sebenarnya ada benang merahnya, kolaborasi lintas ilmu itu penting, apalagi untuk menghadapi tantangan besar seperti ketahanan pangan. Dan ini bukan cuma mimpi, lho. Banyak Universitas top dunia juga sudah punya Fakultas Pertanian yang jadi pusat inovasi pangan. Jadi, UIN Raden Fatah ikut nimbrung itu artinya ikut main di liga besar.
Selain itu, ide Fakultas Pertanian ini juga membuka peluang buat mahasiswa menjadi pelopor inovasi pangan.
Bayangkan, mereka bisa riset cara menanam padi yang tahan banjir atau cabai yang nggak mudah layu.
Kalau berhasil, mereka bukan cuma jadi mahasiswa keren, tapi juga jadi Pahlawan Nasional yang bikin perut rakyat kenyang.
Oleh sebab itu, jangan pernah meremehkan ide yang terlihat aneh atau baru. Kadang, dari ide yang kelihatan receh, lahirlah inovasi yang luar biasa. Kayak kata pepatah, “Air yang tenang menghanyutkan”. Fakultas baru ini bisa jadi arus deras perubahan positif untuk Indonesia.
Jadi, jika UIN Raden Fatah benar-benar membuka Fakultas Pertanian mahasiswa nggak cuma jago teori, tapi juga siap terjun langsung ke lapangan alias hands-on. Indonesia punya peluang lebih besar mencapai ketahanan pangan yang solid. Generasi muda diajari kolaborasi lintas ilmu, dari hukum, ekonomi, sampai bercocok tanam. Dan yang paling penting, kita bisa tertawa bareng melihat mahasiswa serius bercampur tanah sambil bikin inovasi super keren.
Maksudnya, siapa bilang kampus itu cuma soal skripsi, ujian, dan kopi instan tengah malam?. Dengan Fakultas Pertanian baru, UIN Raden Fatah bisa jadi pahlawan tak dikenal yang diam-diam menjaga nasi di meja kita tetap aman. Dan mahasiswa?. Mereka bukan cuma mahasiswa biasa, tapi superhero Pangan Nasional.
Kalau ada pepatah lama bilang, “Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui”, maka itu, pendirian fakultas baru ini ibarat mendayung bukan cuma satu, tapi seluruh nusantara menuju Indonesia Emas 2045.[***]