Ekonomi

“Sumpah Rupiah: Belajar Cinta Uang, Bukan Cinta Utang”

ist

DULU, para pemuda bersumpah satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa.
Sekarang, generasi baru kayaknya perlu bikin satu lagi yaitu Sumpah Rupiah,  satu cinta, satu dompet, satu saldo minimal lima belas ribu.hahaha!.ada aja guyonnya…

Lha, gimana nggak? Hari gini banyak yang cinta tanah air cuma di caption, tapi begitu lihat diskon 11.11, Nasionalismenya pindah ke toko online luar negeri, hehehe! ya..nggak?
Padahal, di balik selembar uang warna-warni itu, ada kisah bangsa, ada keringat pahlawan, ada kedaulatan negara. Tapi sayangnya, banyak yang cuma hafal wajah pahlawan di uang 100 ribuan,  itu pun karena sering nongol pas gajian.

Pada 28 Oktober 1928, pemuda bersumpah menyatukan bangsa.
28 Oktober 2025, anak-anak Sekolah Rakyat juga ikut bersumpah mengenal Rupiah di Museum Bank Indonesia.
Bedanya ini lho!, kalau dulu sumpahnya lantang di depan rakyat, sekarang sumpahnya sambil pegang brosur edukasi dan main kuis interaktif. Tapi semangatnya sama yaitu membangun cinta tanah air lewat uang sendiri.

Bayangin aja coba… ratusan siswa dari Sekolah Rakyat Jakarta datang ke Museum BI, bukan buat foto-foto doang, tapi buat belajar sejarah uang, peran Bank Sentral, dan gimana ngatur duit biar gak habis sebelum tanggal muda lewat.

Nah…ini penting!, karena banyak orang dewasa aja yang masih gagal paham, kok bisa? karena gaji bukan buat dihabiskan, tapi buat diatur..gitu dong!
Tapi ya… memang teori itu memang gampang diucapkan, namun sebaliknya prakteknya..? baru seminggu gajian udah kayak film horor, sebab isi rekening tinggal teriakan.hahaha!

Oleh sebab itu, Edukasi “Cinta, Bangga, Paham Rupiah” alias CBP Rupiah ini sebenarnya keren banget.
Lantaran, di zaman sekarang, banyak yang cinta uang, cuma kalau datangnya cepat, bukan hasil keringat.
Padahal pepatah bilang “Uang yang datang dari utang, perginya lebih cepat dari angin”, bener nggak!?
Dan bener aja, belum sempat dicium, udah terbang ke cicilan paylater dan kredit online.

Kalau anak kecil diajarin cinta Rupiah sejak dini, mungkin besok-besok kita punya generasi yang tahu bedanya “uang hasil kerja” dan “uang hasil klik pinjam sekarang bayar belakangan”.
Karena bangsa yang kuat bukan yang banyak saldo e-wallet-nya, tapi yang paham cara mengelola uang tanpa jadi budak utang.

Jujur aja, kalau denger kata museum, banyak yang bayanginnya tempat sepi, berdebu, dan membosankan.
Tapi Museum BI ini beda, sebab anak-anak bisa melihat sejarah uang dari zaman VOC sampai zaman digital, dari uang logam gede kayak token odong-odong sampai uang plastik yang anti air tapi tetap rapuh di tangan mantan.hehehe…

Di sanalah, mereka belajar bahwa setiap uang punya cerita.
Uang bukan cuma alat tukar, tapi cermin perjalanan bangsa.
Kalau di uang seratus ribu ada wajah Soekarno-Hatta, itu bukan cuma gambar, tapi pengingat bahwa kemerdekaan ini nggak gratis.
Makanya, mencintai Rupiah bukan soal hafal nilainya, tapi paham maknanya.

Seperti kata orang tua dulu, “Jangan besar pas gajian, kecil pas tanggal tua”
Kalau anak kecil udah paham filosofi itu, mungkin mereka kelak nggak gampang tergoda investasi bodong yang janjinya manis kayak brosur MLM.

Cinta sejati

Coba pikirkan, kalau suatu hari kita pakai mata uang asing untuk transaksi sehari-hari.
Beli gorengan pakai dolar, bayar parkir pakai yen.
Bangsa tanpa Rupiah itu ibarat orang tanpa nama, ada, tapi nggak diakui.

Rupiah itu bukan sekadar angka, tapi simbol harga diri bangsa.
Karena setiap negara berdaulat, berdiri di atas nilai tukarnya sendiri.
Dan karena itu, Bank Indonesia terus ngelakuin program edukasi seperti ini, biar generasi muda ngerti bahwa cinta Rupiah sama dengan cinta Indonesia.

Cinta Rupiah itu kayak cinta sejati, kadang lecek, kadang lusuh, tapi tetap berharga.
Nggak bisa ditukar seenaknya, apalagi ditinggalkan cuma gara-gara mata uang lain lebih “glowing”.

Edukasi seperti “Belajar Bersama BI” ini bukan sekadar wisata murid ke museum, tapi investasi jangka panjang.
Karena bangsa yang paham uang, paham juga arah hidupnya.
Dan kalau sejak kecil mereka sudah belajar bahwa uang datang dari kerja keras, bukan dari cicilan, maka kelak Indonesia nggak cuma punya generasi digital, tapi juga generasi finansial cerdas.

Maka pepatah modern itu bilang “Yang bijak mengatur uang, tak perlu takut akhir bulan”
Dan.. di era penuh godaan promo, mungkin pepatah itu bisa diupgrade jadi “Yang paham Rupiah, tak akan terjerat utang paylater”.

Jadi, kalau dulu Sumpah Pemuda menyatukan bahasa dan bangsa,
maka Sumpah Rupiah ini menyatukan kesadaran bahwa mencintai negeri juga berarti menghargai uangnya.

Cinta tanah air bisa dimulai dari hal kecil, misalnya nggak meremehkan uang receh, nggak gampang tergoda utang, dan selalu bangga pakai Rupiah di negeri sendiri.
Karena seperti kata pepatah warung kopi “Yang menghargai uang kecil, rezekinya bakal besar”.

Dan kalau semua anak negeri belajar mencintai Rupiah dengan bijak,
maka Indonesia bukan cuma kaya sumber daya, tapi juga kaya kesadaran 
bahwa kedaulatan sejati itu, salah satunya, ada di dompet masing-masing.[***]

Terpopuler

To Top