Olahraga & Otomotif

Tujuh Gol, Tujuh Juta & Tujuh Keberkahan Anak Muba

ist

KADANG rezeki itu datangnya bukan dari langit, tapi dari kaki kanan, minimal dari sepatu bola yang lagi apes, eh, beruntung di Lapangan Hindoli, Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin [Muba], Sumatera Selatan. Itulah dialami anak-anak Muba saat melibas Empat Lawang dengan skor luar biasa cukup ampun-lebih setengah lusin alias 7-0!.

Lawan jadi tertunduk lesu, sementara sebaliknya, dompet pemain Muba langsung ikut mengembang bak balon ulang tahun, pasalnya ada semangat, yaitu satu gol dihargai Rp1 juta. Iya, satu juta per gol, bukan per keringat.

Kalau dihitung-hitung, pertandingan itu bukan cuma pesta bola, namun lebih semangat lagi ada pesta saldo, Firdaus Pakualam sang Sekum PSSI Muba yang sekaligus motivator nonformal, dengan lantang bilang. “Setiap gol satu juta, biar anak-anak makin semangat!”

Dan benar saja, semangat itu meledak kayak ketupat meledak di panci, dari menit pertama sampai wasit meniup peluit panjang, anak-anak Muba main, seperti habis dioles minyak perut bumi  asli Sekayu, lincah, panas, dan tak kenal lelah.

Gol pertama datang, seperti alarm pagi. Belum sempat ngopi, bola sudah nyelonong masuk ke gawang Empat Lawang bahkan yang bikin semangat orang ke tiga, siapa lagi kalau bukan penonton bersorak, pelatih senyum, dan si pencetak gol langsung menatap langit, mungkin menghitung, “Satu juta pertama, Alhamdulillah”.., bisa kencan sama gebetan!.

Sementara di pinggir lapangan, ada yang nyeletuk, “kalau begini, kayaknya anak-anak ini bisa jadi pengusaha dadakan sebelum Porprov selesai”. semua ketawa, tapi dalam hati mereka setuju. Soalnya, siapa yang gak senang kalau hobi bisa nyetor ke rekening?

Begitu pula ketika gol kedua lahir, yang lain ikut-ikutan. Semangat nular seperti batuk di musim hujan, gol ketiga datang tanpa banyak basa-basi, nah… Empat Lawang seolah kehilangan sinyal.
Dari tribun, terdengar ibu-ibu teriak, “anakku, tambah lagi nak, nanti uangnya buat beliin emak blender baru!”

Lapangan Hindoli pun jadi panggung komedi alam. Penonton bukan cuma menyaksikan pertandingan, tapi juga drama ekonomi keluarga.

Pelatih Muba itu cuma berdiri di pinggir lapangan, tangannya dilipat,  kedua sorot matanya melihat anak asuhnya sembari senyam-senyum kecil. Dalam hatinya mungkin berkata.” Wah..kalau tahu begini, dari dulu aja sistem bonus per gol kita pake”, bisa dapat satu motor anyar dong!

Bak pepatah bilang “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian”
Tapi di Muba, versi baru muncul “berlari-lari di lapangan, berujung rekening bertambahan”

Empat Lawang mulai lelah, sedangkan anak-anak Muba, seperti baru disuntik kopi susu, gol ke empat dan selanjutnya kelima pun hadir dengan gaya elegan karena bola meluncur indah, penonton bersorak, dan papan skor makin bikin wasit menatap jam dengan resah.

Selanjutnya saat bola ke enam nyelonong, kiper Empat Lawang hanya bisa menatap kosong, seperti mahasiswa lihat nilai ujian. Mungkin dalam hatinya berkata, “Apalah daya, mereka bukan manusia biasa, tapi anak-anak Muba”.

Di bench cadangan, Nugrah Jurias Tama, sang striker utama sudah nyengir, ia bukan cuma mencetak gol, tapi juga mencetak kebanggaan. “Kami janji akan kasih yang terbaik buat Muba, jika bisa tambah gol, ya… tambah bonus juga,” katanya sambil ketawa.

Senyum polos, tapi penuh arti, sebab di balik ketawa itu, ada rasa bangga jadi bagian dari sejarah kecil di Porprov Sumsel.

Nah, gol ke tujuh, dianggap paling sakral, orang tua dulu bilang, angka tujuh itu angka sakti alias simbol keberuntungan dan keberkahan.
Dan benar saja, gol terakhir ini bukan cuma menutup laga, tapi juga membuka pintu keyakinan bahwa emas Porprov bukan lagi mimpi.

Lapangan bergemuruh, peluit berbunyi, peluk-pelukan pun terjadi, pelatih, pemain, bahkan tukang es keliling di pinggir lapangan ikutan senyum lebar. Di momen itu, Sungai Lilin seperti lupa panas siang, semuanya larut dalam euforia tujuh kali lipat bahagia, tak sia-sia.

Nah, dari pertandingan itu, ada tujuh alasan kenapa Muba pantas ke final? pertama, karena mereka main bukan buat gaya, tapi buat daerah, ke dua, karena semangatnya bukan dari slogan, tapi dari hati.

Ketiga karena bonus cuma tambahan, bukan tujuan utama (walau tetap menggoda), ke empat, karena mereka disiplin bahkan latihan bukan formalitas, ke lima, karena pelatihnya bukan tukang marah, tapi tukang motivasi, dan masyarakat Muba selalu mendukung tanpa syarat terakhir  yang paling penting, karena mereka percaya kerja keras tidak pernah bohong.

Oleh sebab itu, bisa kita ambil kesimpulannya bahwa sepak bola itu ibarat hidup, terkadang bola di kaki, terkadang juga di gawang sendiri, namun selama semangatnya tidak  pernah padam, peluang itu selalu ada.

Pepatah bilang, “Air tenang menghanyutkan”, tapi di Lapangan Hindoli kemarin, yang menghanyutkan bukan air, melainkan gol-gol Muba yang deras mengalir.

Dari tujuh gol itu, kita belajar satu hal bahwa apresiasi bukan cuma soal uang, tapi juga soal pengakuan. Saat jerih payah dihargai, semangat pun tumbuh, dan prestasi ikut menyala.

Muba sudah membuktikan, semangat daerah bisa bikin bola bergulir lebih cepat dari rumor politik. Kini tinggal satu langkah lagi menuju emas. Dan entah berapa gol lagi yang akan lahir yang jelas, selama masih ada mimpi dan bonus, anak-anak Muba akan terus berlari.

Karena bagi mereka, setiap gol adalah doa yang dibayar tunai, ha..ha..[***]

Terpopuler

To Top