Properti

“Rumah Jadi Mesin Uang, KUR Perumahan Angkat UMKM Naik Kelas”

ist

MISALNYA rumah Anda bukan cuma tempat tidur nyenyak, tempat rebahan manja sambil nonton drakor, atau tempat sembunyi dari debt collector. Tapi rumah itu bisa berubah jadi ATM berjalan. Serius, bukan guyon, dengan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan yang lagi digembar-gemborkan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait (Ara) bareng HIPMI, rumah sekarang bisa jadi modal bisnis sekaligus mesin uang.

Kalau kata pepatah, “jangan jadikan rumahmu sekadar papan, tapi jadikan ia tumpuan harapan”. Nah, program ini kira-kira ingin mewujudkan pepatah itu, biar rumah tak cuma jadi atap berteduh, tapi juga jadi pondasi usaha.

Menteri Ara ngomongnya simpel tapi dalam plafon KUR perumahan buat pengusaha muda, minimal Rp 5 miliar sampai maksimal Rp 20 miliar. Itu kalau diibaratkan, bukan lagi saweran di kondangan, tapi lebih kayak modal kawin plus biaya resepsi sekampung.

Yang dapat siapa? Kontraktor, pengembang, sampai pengusaha toko bangunan. Bahkan, buat demand side, ada juga pedagang online dan catering. Jadi bayangkan, kalau dulu usaha cuma di dapur sempit kontrakan, sekarang bisa punya rumah + dapur produksi sendiri. Dari jualan bakso online bisa punya “pabrik pentol skala rumahan”.

Selama ini UMKM banyak yang terjebak di lingkaran sewa, sewa kios, sewa rumah produksi, sewa gudang. Akibatnya, uang tiap bulan habis buat bayar sewa, bukan buat pengembangan usaha. Seperti pepatah, “air hujan jatuh ke genteng orang, air mata jatuh ke dompet sendiri”

Nah, dengan KUR perumahan ini, pengusaha muda bisa beli atau bangun properti yang sekaligus bisa dipakai buat usaha. Jadi, rumah bukan sekadar “tempat tinggal”, tapi tempat tinggalin masalah biaya sewa.

Biasanya, HIPMI itu identik dengan acara kumpul, pakai batik keren, networking, terus foto bareng pejabat buat dipajang di Instagram. Tapi kali ini, HIPMI ditantang untuk benar-benar jadi pilot project ekosistem KUR Perumahan. Artinya, bukan cuma selfie, tapi juga self-improvement.

Menteri Ara bahkan sudah set deadline 8 Oktober 2025 evaluasi, jadi ini kayak tugas sekolah, kalau HIPMI malas-malasan, bisa-bisa remedial. KPI-nya jelas seberapa cepat KUR ini diserap, dan seberapa banyak efek ganda alias multiplier effect yang lahir. Dari rumah ke usaha dan   kerjaan serta ke kesejahteraan.

Coba kita bayangkan sederhana, ada warung kopi di gang kecil. Dulu, pemiliknya ngontrak tempat 3×4 meter, kursi cuma dua, meja bolong-bolong. Setiap bulan bayar sewa, untung ludes.

Sekarang, dengan KUR perumahan, dia bisa punya rumah sendiri. Lantai satu dipakai buat warung kopi, lantai dua buat tempat tinggal. Dari situ, omzet naik, bisa rekrut karyawan, bahkan bisa buka cabang.

Rumah yang tadinya cuma jadi tempat rebahan, sekarang jadi pabrik ide dan mesin uang, seperti pepatah Jawa “ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake” – usaha bisa menang tanpa harus nginjak orang lain.

Tapi, jangan lupa, namanya kredit tetap kredit, kalau salah kelola, bisa jadi rumah idaman berubah rumah tanggungan. UMKM harus hati-hati punya NIB, sudah jalan minimal 6 bulan, masuk SIKP Kemenkeu. Jangan sekadar ikut-ikutan karena “lagi tren KUR.”

Di sinilah pentingnya literasi finansial, jangan sampai uang Rp 5 miliar dipakai buat beli mobil mewah atau liburan ke Maldives. Ingat pepatah, “lebih baik makan tempe punya rumah, daripada makan sushi ngontrak terus”

KUR perumahan ini memberi pencerahan rumah itu bukan beban, tapi bisa jadi aset hidup, bukan sekadar warisan, tapi warisan yang produktif. Anak cucu nanti bisa bangga “Rumah ini bukan hanya tempat kita tumbuh, tapi juga tempat usaha keluarga berkembang”

Seperti filosofi rumah adat, atap melindungi, dinding menopang, lantai menghidupi. Itulah yang coba diwujudkan pemerintah lewat skema ini.

Pada akhirnya, KUR Perumahan bukan sekadar angka Rp 5 miliar atau Rp 20 miliar, ia adalah peluang agar UMKM, khususnya pengusaha muda HIPMI, bisa naik kelas, dari rebung kecil yang rapuh, jadi bambu kokoh yang bisa meneduhkan banyak orang.

Rumah tidak lagi dipandang sebagai beban cicilan bulanan, tapi sebagai mesin uang yang produktif, dari dapur rumah lahir produk kuliner, dari garasi rumah lahir startup digital, dari ruang tamu lahir ide-ide bisnis brilian.

Seperti kata pepatah, “setiap rumah adalah sekolah, dan setiap usaha adalah guru”, semoga KUR perumahan ini benar-benar jadi jalan terang bagi UMKM Indonesia untuk mandiri, produktif, dan berdaya saing.

Dan kalau kata orang Palembang, “dak usah mikir ribet, yang penting rumah dak cuma tempat bobok, tapi jugo tempat bikin cuan”.[***]

Terpopuler

To Top