BICARA soal Sekolah Rakyat, jangan bayangkan suasana belajar kaku macam di film-film zaman Belanda, di mana murid duduk tegak dengan pensil seujung jari dan papan tulis masih pakai kapur putih bikin tangan kayak habis ngulek kelapa. Sekolah Rakyat ini bukan cuma sekolah, tapi rumah harapan anak-anak kecil yang dulunya menganggap sekolah itu barang mewah.
Makanya ketika Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) membuka pelatihan bendahara dan tata usaha Sekolah Rakyat, beliau melempar satu kalimat yang bikin saya mikir lama “Ada tiga dosa pendidikan yang tidak boleh ada di Sekolah Rakyat, yakni perundungan, kekerasan fisik maupun seksual, dan intoleransi atau radikalisme”
Nah, tiga dosa ini kalau dibiarkan, bisa bikin sekolah yang mestinya jadi taman bermain ilmu, malah berubah jadi arena gladiator, sinetron horor, atau bahkan kompor penyulut kebencian.
Pernah nggak, waktu SD ada teman yang hobinya manggil orang pakai nama bapaknya? Atau main “ciyeee” tiap ada yang jalan bareng lawan jenis? Nah itu contoh kecil perundungan yang sering dianggap lucu padahal bisa bikin hati korban kayak kerupuk kena kuah rawon lembek, hancur, dan nggak enak ditelen.
Bullying itu ibarat rayap di kayu. Dari luar masih keliatan kokoh, padahal dalamnya kropos. Anak yang kena bullying bisa kehilangan percaya diri, malas sekolah, bahkan putus sekolah. Kalau dibiarkan, Sekolah Rakyat bisa jadi Sekolah Ribut.
Kata pepatah Jawa, ajining diri ana ing lathi, harga diri seseorang ada di lidahnya, jadi kalau mulut kita suka nyakitin orang lain, sama saja kita sedang mengobral harga diri sendiri.
Nah ini lebih gawat lagi. Kekerasan di sekolah kadang muncul dengan dalih “mendisiplinkan murid”. Padahal, mencubit, memukul, atau bahkan pelecehan, itu bukan mendidik tapi melukai.
Bayangin anak kecil yang baru belajar baca-tulis, tapi sudah diajari rasa sakit oleh gurunya sendiri. Itu sama saja kayak kita mau bikin rendang tapi berasnya dimasak di panci, hasilnya bukan rendang, tapi bubur gosong.
Sekolah itu tempat menumbuhkan semangat, bukan tempat menumbuhkan trauma, Sekolah Rakyat harus jadi ruang aman, bukan ring tinju.
Kalau dua dosa tadi sudah berbahaya, yang ini lebih ngeri lagi, intoleransi, bayangin anak-anak diajari sejak dini kalau temannya yang berbeda agama nggak boleh main bareng, atau temannya yang berbeda suku dianggap musuh. Waduh, negara bisa bubar sebelum waktunya!
Sekolah Rakyat justru harus jadi tempat anak-anak belajar bahwa Indonesia itu mini market besar: ada banyak rasa, banyak warna, tapi tetap satu rak yang sama, kalau cuma jual satu rasa doang, yang beli pasti bosan.
Pepatah bilang, lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, justru keindahan negeri ini ada pada perbedaan. Kalau semuanya sama, itu namanya bukan Indonesia, tapi fotokopian.
Kalau dipikir-pikir, tiga dosa pendidikan ini kayak tiga jebakan Batman, kalau kena satu aja, masa depan anak bisa berubah jalur. Bayangin kalau tiap sekolah ada bullying, kekerasan, dan intoleransi, hasilnya bukan generasi emas, tapi generasi emosi, gampang marah, gampang minder, gampang terprovokasi.
Padahal kata Gus Ipul, “Setiap rupiah di Sekolah Rakyat adalah harapan”, nah kalau harapan itu rusak gara-gara tiga dosa tadi, sama aja kayak kita naruh tabungan di celengan, eh bocor dimakan tikus.
Gus Ipul menegaskan, Sekolah Rakyat ini bukan proyek biasa, tapi proyek masa depan bangsa, makanya semua pengelolaan baik uang, administrasi, maupun suasana sekolah harus dijaga dengan integritas.
Kalau ada tanda-tanda tiga dosa tadi, jangan diem aja, laporkan, cegah, dan bereskan bersama karena anak-anak yang sekolah di Sekolah Rakyat itu bukan cuma murid, tapi juga pemegang saham masa depan Indonesia.
Sekolah Rakyat bisa jadi tempat lahirnya generasi baru yang cerdas, berani, dan berakhlak, asal tiga dosa pendidikan dijauhkan. Ingat, bullying itu bukan guyonan, kekerasan itu bukan disiplin, intoleransi itu bukan keyakinan.
Kata pepatah, guru kencing berdiri, murid kencing berlari, kalau sekolah salah arah, murid bisa lebih parah. Tapi kalau sekolah benar, murid bisa lebih hebat dari gurunya.
Jadi mari kita rawat Sekolah Rakyat ini dengan penuh kasih sayang, karena seperti pesan Gus Ipul “Kita tidak sedang mengelola anggaran belanja, tapi sedang mengelola harapan anak-anak bangsa”.[***]