NGOMONGIN diplomasi, bayangan orang biasanya langsung ke gedung kaca tinggi dengan pendingin udara pol-polan, orang-orang berdasi, dan wajah serius seperti lagi main catur. Tapi Indonesia punya jurus beda, bukan rudal, bukan kapal perang, bukan pula pidato panjang yang bikin ngantuk, jurusnya sederhana ruang kuliah dan piring rendang.
Inilah yang namanya Beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB) 2025. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto, kemarin resmi membuka program ini di kantor Kemdiktisaintek, dengan semangat, beliau bilang
“Gunakan kesempatan ini sebaik-baiknya, ketika kembali ke negara asal, majukanlah negeri kalian. Indonesia dan negara kalian akan maju bersama”
Kalimatnya sederhana, tapi dampaknya bisa lebih besar daripada slogan iklan sabun.
Program ini lahir pada tahun 1992 di momentum Konferensi 10 Tahun Gerakan Nonblok. Awalnya hanya untuk mempererat persaudaraan, tapi sekarang sudah naik kelas jadi salah satu soft power diplomacy Indonesia. Nama beasiswanya pun sekarang terdengar keren KNB Scholarship.
Negara lain bikin branding pendidikan dengan cara bikin kampus serba futuristik. Indonesia? Cukup dengan keramahan, gotong royong, dan bonus sambal terasi. Kata pepatah Jawa, urip iku urup , hidup itu harus memberi manfaat. Nah, lewat KNB inilah Indonesia berbagi ilmu sekaligus menyalakan pelita persahabatan antarbangsa.
Tahun 2025, sebanyak 250 mahasiswa asing resmi jadi penerima beasiswa KNB. Mereka tersebar di 34 perguruan tinggi Indonesia dengan rincian 40 mahasiswa program Sarjana, 175 mahasiswa program Magister, 35 mahasiswa program Doktoral.
Bayangkan kelas internasional di Jogja, Bandung, atau Surabaya, mahasiswa dari Afrika duduk sebangku dengan mahasiswa dari Pasifik. Ada yang ngobrol bahasa Arab, ada yang ketawa pakai bahasa Portugis, dan ada juga yang bingung waktu pertama kali disuruh antre beli cilok. Suasana kampus jadi kaya halte TransJakarta rame, penuh bahasa asing, tapi tetap tertib kalau ada yang mau rebutan kursi.
Bandingkan dengan Amerika punya Fulbright, Jepang punya MEXT, Korea punya GKS, Turki punya Türkiye Scholarship. Semuanya keren, tapi Indonesia hadir dengan gaya sendiri KNB Scholarship.
Bedanya apa? Kalau negara lain kadang punya misi politik tersembunyi, Indonesia cukup bawa misi “ayo kawan, belajar dulu, makan rendang belakangan.” Pepatah Minang bilang, kalau perut kenyang, pikiran lapang. Nah, mahasiswa asing ini bukan hanya belajar teori di kelas, tapi juga belajar cara makan sambal tanpa kaget.
Itulah soft power sejati rendang lebih kuat daripada rudal. Rudal bikin takut, tapi rendang bikin kangen.
Salah satu penerima beasiswa KNB 2025 adalah Nomvuselelo Nxumalo asal Eswatini, ia tahu soal KNB dari kakaknya, yang bantu proses pendaftaran. Motivasi Nomvuselelo sederhana: ingin dapat pendidikan lebih baik, peluang lebih luas, dan kesempatan untuk terus belajar.
Coba bayangkan, beasiswa Indonesia bisa promosi cuma lewat “iklan kakak-adik”. Kalau iklan sabun butuh artis top, KNB cukup butuh keluarga yang saling dukung. Inilah bukti kalau kebaikan itu menular, seperti wifi gratisan yang sinyalnya sampai ke tetangga.
Banyak yang lupa, program KNB bukan cuma memberi manfaat bagi mahasiswa asing, tapi juga mahasiswa Indonesia. Dengan adanya teman dari 46 negara, mahasiswa lokal dapat pengalaman Internasional tanpa harus keluar negeri.
Anak kos di Palembang bisa belajar bahasa Spanyol gara-gara sering main Mobile Legends bareng teman dari Amerika Latin. Mahasiswa di Malang yang tadinya grogi ngomong bahasa Inggris, jadi pede karena tiap hari diskusi tugas dengan teman dari Ethiopia.
Pepatah Jawa bilang, witing tresno jalaran soko kulino cinta tumbuh karena terbiasa, begitu pula dengan toleransi dan wawasan global lahir dari kebiasaan belajar bareng teman yang berbeda budaya.
Jangan salah kira, KNB bukan sekadar “bagi-bagi beasiswa”. Ini investasi diplomasi jangka panjang, mahasiswa asing yang hari ini kuliah di Indonesia, bisa saja 10–20 tahun lagi jadi pejabat, diplomat, atau pengusaha besar di negaranya.
Ketika membuat kebijakan, mereka mungkin akan ingat. “Saya pernah makan bakso di Malang, pernah ikut lomba balap karung di Bandung, pernah belajar gotong royong di Jogja”. Itulah modal sosial yang nggak bisa dihitung dengan rupiah.
Kalau Amerika menanam pengaruh lewat Hollywood, kita menanam lewat ruang kuliah dan warung angkringan. Murah, meriah, tapi efeknya tahan lama.
Ada pepatah bilang, ilmu ibarat padi, makin berisi makin merunduk, semakin pintar, harusnya semakin rendah hati dan berbagi. Nah, Beasiswa KNB 2025 adalah wujud nyata pepatah itu. Indonesia tidak hanya menimba ilmu untuk dirinya sendiri, tapi juga membagi kepada bangsa lain.
Ilmu itu ibarat air, semakin dibagi semakin mengalir dan percaya deh, berbagi ilmu jauh lebih awet dibanding berbagi utang.
Program Beasiswa KNB 2025 bukan sekadar program pendidikan, melainkan senjata diplomasi lunak Indonesia. Dengan 250 mahasiswa asing dari 46 negara, Indonesia tidak hanya memperkuat ekosistem akademik, tapi juga menanam benih persahabatan global.
Negara lain mungkin mengandalkan rudal untuk dihormati, tapi Indonesia cukup dengan rendang, nasi goreng, dan ruang kuliah. Dan justru itulah yang bikin kita istimewa.
Jadi, kalau ada yang tanya apa rahasia diplomasi Indonesia? Jawab saja dengan santai “KNB Scholarship, ruang kuliah, dan sepiring rendang. Itu lebih tajam dari rudal”.[***]